Benarkah Gas Air Mata adalah Senjata Kimia dan Bisa Tingkatkan Risiko COVID-19?

Senin, 15 Juni 2020 - 16:06 WIB
Pendemo di Hong Kong melengkapi dirinya dengan payung dan masker gas air mata. Foto/Reuters
JAKARTA - Gas air mata umumnya digunakan oleh petugas keamanan untuk membubarkan kerumunan massa saat sedang terjadi aksi demo atau aksi-aksi lainnya.

Nah, biasanya orang-orang yang terkena gas air mata akan merasa pedih pada mata mereka dan bagian tubuh lainnya.

Akibatnya, tubuh yang terkena gas air mata bisa menyebabkan iritasi, batuk-batuk, kesulitan bernapas, pendarahan, dan kebutaan. Tapi iritasinya bakal hilang dalam waktu 30 menit atau beberapa jam.

Dikutip dari Live Science, pembuatan gas air mata adalah zat padat, bukan gas. Tapi karena adanya campuran piroteknik (bahan kimia yang digunakan untuk menghasilkan letupan) yang tersebar sebagai aerosol, maka akan menimbulkan ledakan seperti gas ketika disemprotkan.





Foto: louisianaweekly.com

Bahan kimia gas air mata adalah CS (2-chlorobenzalmalonitrile). Nama ini diberikan oleh seorang ahli kimia asal Amerika yaitu Ben Corson dan Roger Stoughton pada 1928.

Mereka menciptakan bahan kimia ini sebagai pengendali kerusuhan militer pada 1959 di Amerika. Selain itu ada juga CN (chloroacetophenone), dan semprotan merica atau OC (oleoresin capsicum).

Benarkah Gas Air Mata Dipakai Sebagai Senjata Kimia?

Jawabannya, gak benar. Pada Konvensi Senjata Kimia Internasional 1993, Jenewa melarang gas air mata dipakai oleh pasukan militer yang sedang berperang. Walau begitu, beberapa negara memakai gas air mata untuk mengendalikan kerusuhan sipil dan untuk mengendalikan kerumunan orang nonmiliter.

Karena gas air mata mengiritasi paru-paru, sementara penyakit COVID-19 sebagian besar merupakan penyakit pernapasan, apa mungkin gas air mata bisa meningkatkan risiko tertular COVID-19?



Foto:Jose Luis Magana/AFP/Getty Images

Berhubung virus corona SARS-COV-2 adalah virus baru, belum ada yang bisa menyimpulkan apakah paparan gas air mata bisa meningkatkan risiko terkena virus ini.

Kalau gas yang terpapar ringan atau singkat, iritasi bisa mereda dengan cepat. Jadi bisa diasumsikan kalo kerentanan terhadap COVID-19 gak akan meningkat. Tapi sekali lagi, belum ada sejarah atau bukti yang kuat mengenai hal ini.

Berarti gas air mata bisa menyebabkan kerusakan permanen?



Foto: Jorge Silva/Reuters

Gangguan akibat gas air mata cuma bersifat sementara, jadi hampir gak mungkin menyebabkan kerusakan permanen, bahkan kematian, kalau penggunaannya rendah dan pada ruangan terbuka.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. SINDOnews.com tidak terlibat dalam materi konten ini.
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More