Film Pendek Terbenam di Udara Kering: Hidup Segan, Mati pun Sulit
Jum'at, 10 Desember 2021 - 15:35 WIB
JAKARTA - Buat apa terus memelihara nyawa kalau hidup yang dijalani rasanya sudah tidak tertahankan lagi? Toh, pada akhirnya nanti semua orang pasti akan mati.
Apa salahnya menjemput kematian supaya datang lebih cepat?
Suara sirene yang meraung di kejauhan nyatanya tak mampu meredam panggilan kematian yang terus menerus berbisik di telinga Sang. Pria paruh baya berjenggot itu sudah mencoba gantung diri, tetapi gagal karena tak tahan menanggung sakitnya.
Ia lantas berusaha meminta bantuan dokter, tetapi ditolak. Jelas, dokter itu tak ingin terjerat pasal 344 KUHP karena membantu Sang menghilangkan nyawanya. Pantang menyerah, Sang mencoba mengajukan gugatan uji materi ke pengadilan mengenai Pasal 344 KUHP mengenai Euthanasia itu, tapi lagi-lagi gagal.
Foto: Goplay
Pria paruh baya itu pun kini kembali sendiri, bergumul dengan niatnya untuk menjemput maut lebih dini.
Baca Juga: Film Suara dari Kehilangan, Kisah di Balik Pemberontakan di Indonesia
Entah apa sebenarnya yang menyebabkan Sang begitu ngotot ingin mengakhiri hidupnya. Sekilas, pria yang berpenampilan seperti seorang seniman itu terlihat cukup sehat. Namun, siapa yang tahu, bukan?
Sebagian orang begitu ahli untuk selalu tampil sehat dan segar, tetapi sebenarnya sedang sakit. Bukan hanya sakit secara fisik, melainkan juga psikis, mental, kantong, atau yang lainnya.
Dialog para tokoh dalam film pendek yang tayang di Goplay berdurasi kurang lebih 15 menit ini banyak menyuarakan ungkapan yang menyentil pemikiran. Sejumlah adegan yang ditampilkannya pun cukup mengesankan.
Foto: Goplay
Salah satunya saat Sang membelakangi cahaya dan menghadap ke arah tali gantungan. Rasa-rasanya, terang dan kegelapan itu memang selalu berada di sisi yang berseberangan, bukan? Pilihannya ada pada kita, menghadapi salah satu berarti membelakangi yang lainnya.
Adegan dokter yang termenung lama membelakangi sejumlah pasien usai menolak permintaan Sang juga cukup mengundang pemikiran. Pernahkah dokter itu tergoda melakukan hal yang sama untuk pasiennya untuk “membebaskan” mereka, tetapi takut menanggung akibatnya?
Baca Juga: 6 Lagu Konyol Idol K-Pop, dari BTS, Mamamoo, hingga Seventeen
Hidup memang ada kalanya terasa begitu berat untuk dijalani. Ketika hal itu terjadi, kematian bisa jadi tampak seperti sebuah istirahat panjang yang menjanjikan ketenangan. Namun, mengingat hidup adalah suatu pemberian yang luhur dari Yang Maha Kuasa, manusia tentu tak sepatutnya berlaku sembarangan.
Esy Kanastari
Penikmat film dari komunitas KamAksara
Apa salahnya menjemput kematian supaya datang lebih cepat?
Suara sirene yang meraung di kejauhan nyatanya tak mampu meredam panggilan kematian yang terus menerus berbisik di telinga Sang. Pria paruh baya berjenggot itu sudah mencoba gantung diri, tetapi gagal karena tak tahan menanggung sakitnya.
Ia lantas berusaha meminta bantuan dokter, tetapi ditolak. Jelas, dokter itu tak ingin terjerat pasal 344 KUHP karena membantu Sang menghilangkan nyawanya. Pantang menyerah, Sang mencoba mengajukan gugatan uji materi ke pengadilan mengenai Pasal 344 KUHP mengenai Euthanasia itu, tapi lagi-lagi gagal.
Foto: Goplay
Pria paruh baya itu pun kini kembali sendiri, bergumul dengan niatnya untuk menjemput maut lebih dini.
Baca Juga: Film Suara dari Kehilangan, Kisah di Balik Pemberontakan di Indonesia
Entah apa sebenarnya yang menyebabkan Sang begitu ngotot ingin mengakhiri hidupnya. Sekilas, pria yang berpenampilan seperti seorang seniman itu terlihat cukup sehat. Namun, siapa yang tahu, bukan?
Sebagian orang begitu ahli untuk selalu tampil sehat dan segar, tetapi sebenarnya sedang sakit. Bukan hanya sakit secara fisik, melainkan juga psikis, mental, kantong, atau yang lainnya.
Dialog para tokoh dalam film pendek yang tayang di Goplay berdurasi kurang lebih 15 menit ini banyak menyuarakan ungkapan yang menyentil pemikiran. Sejumlah adegan yang ditampilkannya pun cukup mengesankan.
Foto: Goplay
Salah satunya saat Sang membelakangi cahaya dan menghadap ke arah tali gantungan. Rasa-rasanya, terang dan kegelapan itu memang selalu berada di sisi yang berseberangan, bukan? Pilihannya ada pada kita, menghadapi salah satu berarti membelakangi yang lainnya.
Adegan dokter yang termenung lama membelakangi sejumlah pasien usai menolak permintaan Sang juga cukup mengundang pemikiran. Pernahkah dokter itu tergoda melakukan hal yang sama untuk pasiennya untuk “membebaskan” mereka, tetapi takut menanggung akibatnya?
Baca Juga: 6 Lagu Konyol Idol K-Pop, dari BTS, Mamamoo, hingga Seventeen
Hidup memang ada kalanya terasa begitu berat untuk dijalani. Ketika hal itu terjadi, kematian bisa jadi tampak seperti sebuah istirahat panjang yang menjanjikan ketenangan. Namun, mengingat hidup adalah suatu pemberian yang luhur dari Yang Maha Kuasa, manusia tentu tak sepatutnya berlaku sembarangan.
Esy Kanastari
Penikmat film dari komunitas KamAksara
(ita)
tulis komentar anda