Film: Nostalgia Kocak Masa Kecil Bareng Juki dan Sandal Buluknya
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 14:00 WIB
JAKARTA - Film pendek "Juki dan Sendal Gacoannya" adalah film yang kita butuhkan saat krisis seperti sekarang. Ringan, kocak, dan bikin kita inget dengan masa kecil yang seru dan indah.
Siapa pun yang pernah menghabiskan masa kecilnya dengan tinggal di kampung atau perumahan padat penduduk, pasti bakal relate dengan Juki, karakter utama dalam film ini.
Setiap hari berkeringat, bermain bersama teman-teman di luar rumah. Main mainan tradisional, dari petak umpet sampai tekong, atau naik sepeda sampai jauh dari rumah. Baru akan pulang kalau azan Magrib berkumandang atau teriakan orang tua sudah terdengar.
Itulah yang terlihat pada Juki (Rasya Pratama), bocah tambun berusia 10 tahun. Hobinya adalah main tekong bareng teman-teman sekampungnya. Tapi kebiasaan ini gak bisa dilakukan sejak dia kehilangan sandalnya saat salat di musola.
Sandal dengan cukilan berbentuk petir mirip karakter superhero The Flash itu sebenarnya udah buluk alias butut. Udah layak masuk ke tempat sampah.
Foto: Genflix
Tapi sandal itu kayaknya punya tempat tersendiri di hati Juki, sampai-sampai dia rela mencari sandal itu seharian, sampai malam, meski emaknya mengomel tak keruan. ( )
Sampai akhirnya, Juki menemukan fakta bahwa sandal itu ternyata diambil oleh Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) - atau anak-anak dulu menyebutnya 'orang gila'.
Sejak itu, Juki pun bertekad mengambil sandal yang menjadi haknya, meskipun dia mesti bertarung sampai titik darah penghabisan dalam menghadapi 'orang gila' yang mengerikan.
Foto: Genflix
Film pendek "Juki dan Sendal Gacoannya" jelas lucu, mengingatkan kita akan masa kecil yang penuh warna. Apalagi sutradara Kenny Gulardi sangat pas memotret semua atribut tentang kehidupan di perumahan padat penduduk.
Mulai dari lanskap kampung dengan jembatan dan kalinya, gang sempit, kucing liar kurus kering, hingga pilihan kata-kata yang sering dianggap kasar oleh mereka yang 'intelek'. Tapi memang begitulah kehidupan di area kampung; keras, tapi banyak juga serunya.
Didukung akting yang natural (juga komikal) dari seluruh pemainnya, serta gimmick visual a la komik dalam penceritaannya, film pendek ini benar-benar sempurna untuk unsur komedinya.
Foto: Genflix
Bukan sekadar hiburan, "Juki dan Sendal Gacoannya" secara gak langsung juga ngajak kita untuk bercermin dengan cara bergaul anak-anak.
Mereka boleh jadi bicara dengan kata-kata kasar, mungkin bisa dibilang bullying verbal, tapi tak ada karakter lemah dalam film pendek ini. (
)
Siapa pun yang pernah menghabiskan masa kecilnya dengan tinggal di kampung atau perumahan padat penduduk, pasti bakal relate dengan Juki, karakter utama dalam film ini.
Setiap hari berkeringat, bermain bersama teman-teman di luar rumah. Main mainan tradisional, dari petak umpet sampai tekong, atau naik sepeda sampai jauh dari rumah. Baru akan pulang kalau azan Magrib berkumandang atau teriakan orang tua sudah terdengar.
Itulah yang terlihat pada Juki (Rasya Pratama), bocah tambun berusia 10 tahun. Hobinya adalah main tekong bareng teman-teman sekampungnya. Tapi kebiasaan ini gak bisa dilakukan sejak dia kehilangan sandalnya saat salat di musola.
Sandal dengan cukilan berbentuk petir mirip karakter superhero The Flash itu sebenarnya udah buluk alias butut. Udah layak masuk ke tempat sampah.
Foto: Genflix
Tapi sandal itu kayaknya punya tempat tersendiri di hati Juki, sampai-sampai dia rela mencari sandal itu seharian, sampai malam, meski emaknya mengomel tak keruan. ( )
Sampai akhirnya, Juki menemukan fakta bahwa sandal itu ternyata diambil oleh Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) - atau anak-anak dulu menyebutnya 'orang gila'.
Sejak itu, Juki pun bertekad mengambil sandal yang menjadi haknya, meskipun dia mesti bertarung sampai titik darah penghabisan dalam menghadapi 'orang gila' yang mengerikan.
Foto: Genflix
Film pendek "Juki dan Sendal Gacoannya" jelas lucu, mengingatkan kita akan masa kecil yang penuh warna. Apalagi sutradara Kenny Gulardi sangat pas memotret semua atribut tentang kehidupan di perumahan padat penduduk.
Mulai dari lanskap kampung dengan jembatan dan kalinya, gang sempit, kucing liar kurus kering, hingga pilihan kata-kata yang sering dianggap kasar oleh mereka yang 'intelek'. Tapi memang begitulah kehidupan di area kampung; keras, tapi banyak juga serunya.
Didukung akting yang natural (juga komikal) dari seluruh pemainnya, serta gimmick visual a la komik dalam penceritaannya, film pendek ini benar-benar sempurna untuk unsur komedinya.
Foto: Genflix
Bukan sekadar hiburan, "Juki dan Sendal Gacoannya" secara gak langsung juga ngajak kita untuk bercermin dengan cara bergaul anak-anak.
Mereka boleh jadi bicara dengan kata-kata kasar, mungkin bisa dibilang bullying verbal, tapi tak ada karakter lemah dalam film pendek ini. (
Baca Juga
tulis komentar anda