CERMIN: Belajar Ketabahan dari Tim Dayung Amerika yang Kalahkan Jerman di Depan Hitler
Sabtu, 06 April 2024 - 09:15 WIB
JAKARTA - Tahun 2014. Daniel James Brown merilis novelnya berjudul panjang, The Boys in the Boat: Nine American and Their Epic Quest for Gold at the 1936 Berlin Olympics. Tak saja menjadi salah satu novel terlaris versi New York Times, kelak novel tersebut merebut hati George Clooney yang lantas mengadaptasinya menjadi film panjang.
Pertemuan penulis dengan subyek ceritanya adalah sebuah rahasia ilahi. Begitu pula yang dialami Daniel yang diceritakannya kepada Time.
Suatu hari di sebuah pertemuan, salah satu tetangganya menyapanya dan bilang bahwa ayahnya sangat menyukai salah satu novelnya. Si tetangga lantas mengundang Daniel untuk bertemu dengan ayahnya yang tak lain adalah Joe Rantz, tokoh utama dalam film The Boys in the Boat sekaligus dalam novel yang ditulis Daniel kelak.
Pertemuan yang sangat mengesankan bagi Daniel, karena Joe menceritakan pengalamannya yang menakjubkan sejak bergabung dalam tim dayung universitas, hingga akhirnya meraih medali emas di Olimpiade tahun 1936 dengan menumbangkan tim Jerman di depan Hitler.
Padatahun 1930-an, Amerika terjangkiti masa Depresi Besar yang meluluhlantakkan perekonomian di seantero negeri. Tapi siapa sangka dari negara bagian yang belum pernah dikenal sebelumnya, muncul keajaiban.
Foto: Prime Video
Sebuah kisah yang sangat menarik tentang mengatasi rintangan dan menemukan harapan pada saat-saat yang paling menyedihkan. Kisah yang mustahil dan intim tentang bagaimana sembilan anak laki-laki kelas pekerja dari Amerika Barat menunjukkan dunia di Olimpiade 1936 di Berlin dari arti sebenarnya dari ketabahan.
Sebagaimana dikutip dari Amazon, novel The Boys in the Boat mengetengahkan inti cerita yang terletak pada kisah Joe Rantz, seorang remaja tanpa keluarga atau prospek. Ia mendayung tidak hanya untuk mendapatkan kembali harga dirinya yang hancur, tetapi juga untuk menemukan tempat nyata bagi dirinya di dunia.
Dalam sebuah wawancara dengan Time, Daniel bercerita tentang bagaimana George Clooney jatuh hati pada ceritanya karena melihat dirinya sebagaimana Joe dan anak-anak miskin lainnya di tim dayung itu. George berbicara tentang bagaimana dia sendiri tumbuh relatif miskin di Kentucky dan harus berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan agar bisa lulus sekolah.
Kita pun jatuh hati sejak awal dengan bagaimana George berusaha setia pada novelnya, tak bereksperimen apa pun, hanya ingin menceritakan sebuah underdog story paling dramatis dan paling mencengangkan dari sebuah masa, saat harapan hampir terasa seperti menggapai bintang di langit.
Sebagaimana novelnya, filmnya pun menyandarkan kisahnya pada Joe yang hidup menggelandang sejak ditinggal pergi begitu saja oleh ayahnyapada usia 14 tahun. Namun Joe bisa bertahan dan bahkan bisa berkuliah meski susah payah.
Foto: Prime Video
Ia bergabung dalam tim dayung, menjadi satu-satunya jalan baginya tak hanya untuk bertahan tapi juga untuk menjalani tahun-tahun berikutnya sebagai mahasiswa.
The Boys in the Boat yang tayang di Prime Video dengan cepat mengambil hati kita karena memperlihatkan anak-anak muda yang berjuang susah payah di antara masa belajar dan berlatih, menyisihkan sedikit waktu mereka juga untuk menjalani hari-hari mereka sebagai pemuda yang bisa jatuh cinta.
Kita melihat olahraga tak hanya membentuk displin mereka, tapi juga mental mereka untuk bertarung melawan dunia. Mereka anak-anak muda tanpa privilege, yang tak punya kemewahan apa pun kecuali mimpi untuk mengharumkan nama negeri mereka sendiri.
Di tengah-tengah mereka ada pelatih, Al Ulbrickson. Ia seorang tegas, tanpa basa-basi tapi selalu percaya dengan instingnya. Ia seorang visioner yang tahu kapan harus berani mengambil risiko meski seisi dunia menentangnya.
Pertemuan penulis dengan subyek ceritanya adalah sebuah rahasia ilahi. Begitu pula yang dialami Daniel yang diceritakannya kepada Time.
Suatu hari di sebuah pertemuan, salah satu tetangganya menyapanya dan bilang bahwa ayahnya sangat menyukai salah satu novelnya. Si tetangga lantas mengundang Daniel untuk bertemu dengan ayahnya yang tak lain adalah Joe Rantz, tokoh utama dalam film The Boys in the Boat sekaligus dalam novel yang ditulis Daniel kelak.
Pertemuan yang sangat mengesankan bagi Daniel, karena Joe menceritakan pengalamannya yang menakjubkan sejak bergabung dalam tim dayung universitas, hingga akhirnya meraih medali emas di Olimpiade tahun 1936 dengan menumbangkan tim Jerman di depan Hitler.
Padatahun 1930-an, Amerika terjangkiti masa Depresi Besar yang meluluhlantakkan perekonomian di seantero negeri. Tapi siapa sangka dari negara bagian yang belum pernah dikenal sebelumnya, muncul keajaiban.
Foto: Prime Video
Sebuah kisah yang sangat menarik tentang mengatasi rintangan dan menemukan harapan pada saat-saat yang paling menyedihkan. Kisah yang mustahil dan intim tentang bagaimana sembilan anak laki-laki kelas pekerja dari Amerika Barat menunjukkan dunia di Olimpiade 1936 di Berlin dari arti sebenarnya dari ketabahan.
Sebagaimana dikutip dari Amazon, novel The Boys in the Boat mengetengahkan inti cerita yang terletak pada kisah Joe Rantz, seorang remaja tanpa keluarga atau prospek. Ia mendayung tidak hanya untuk mendapatkan kembali harga dirinya yang hancur, tetapi juga untuk menemukan tempat nyata bagi dirinya di dunia.
Dalam sebuah wawancara dengan Time, Daniel bercerita tentang bagaimana George Clooney jatuh hati pada ceritanya karena melihat dirinya sebagaimana Joe dan anak-anak miskin lainnya di tim dayung itu. George berbicara tentang bagaimana dia sendiri tumbuh relatif miskin di Kentucky dan harus berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan agar bisa lulus sekolah.
Kita pun jatuh hati sejak awal dengan bagaimana George berusaha setia pada novelnya, tak bereksperimen apa pun, hanya ingin menceritakan sebuah underdog story paling dramatis dan paling mencengangkan dari sebuah masa, saat harapan hampir terasa seperti menggapai bintang di langit.
Sebagaimana novelnya, filmnya pun menyandarkan kisahnya pada Joe yang hidup menggelandang sejak ditinggal pergi begitu saja oleh ayahnyapada usia 14 tahun. Namun Joe bisa bertahan dan bahkan bisa berkuliah meski susah payah.
Foto: Prime Video
Ia bergabung dalam tim dayung, menjadi satu-satunya jalan baginya tak hanya untuk bertahan tapi juga untuk menjalani tahun-tahun berikutnya sebagai mahasiswa.
The Boys in the Boat yang tayang di Prime Video dengan cepat mengambil hati kita karena memperlihatkan anak-anak muda yang berjuang susah payah di antara masa belajar dan berlatih, menyisihkan sedikit waktu mereka juga untuk menjalani hari-hari mereka sebagai pemuda yang bisa jatuh cinta.
Kita melihat olahraga tak hanya membentuk displin mereka, tapi juga mental mereka untuk bertarung melawan dunia. Mereka anak-anak muda tanpa privilege, yang tak punya kemewahan apa pun kecuali mimpi untuk mengharumkan nama negeri mereka sendiri.
Di tengah-tengah mereka ada pelatih, Al Ulbrickson. Ia seorang tegas, tanpa basa-basi tapi selalu percaya dengan instingnya. Ia seorang visioner yang tahu kapan harus berani mengambil risiko meski seisi dunia menentangnya.
tulis komentar anda