Review Film Elegi Melodi: Nyanyian di Antara Hidup, Mimpi, dan Mati
Rabu, 03 Januari 2024 - 15:02 WIB
Foto: Studio Antelope
Luka karena hubungannya dengan anak sulungnya, Stella, rupanya tidak baik-baik saja. Tentu konflik keluarga seperti ini adalah salah satu hal yang sering diangkat dalam film-film atau drama karena sering terjadi dalam kehidupan nyata.
Hubungan yang kurang harmonis dalam keluarga mungkin memang terasa akrab bagi sebagian besar kita. Komunikasi yang berantakan, keinginan yang tak tersampaikan dan tak dimengerti, serta kekecewaan yang tidak mampu diutarakan, tentu memperunyam hubungan tersebut.
Rusaknya hubungan ini acap kali menorehkan luka dan trauma yang besar. Meski demikian, kasih sayang kepada anggota keluarga adalah hal yang tak mudah dihilangkan bahkan tak mungkin bisa dipandang sepintas lalu. Perasaaan yang bercampur antara cinta dan benci yang konstan dirasakan kepada keluarga bisa saja menjadi rasa sakit dengan durasi paling lama yang dirasakan seseorang.
Walaupun begitu, dalam kaitannya dengan hubungan Melodi dan Stella, kita melihat bahwa salah satu kunci untuk berdamai dengan keadaan dan tidak memperuncing masalah adalah dengan sama-sama menurunkan ego. Hal ini terlihat dari sikap Melodi yang tidak berusaha menuntut Stella untuk mengunjunginya.
Melodi membiarkan Stella menjalani hidupnya sendiri. Begitu sebaliknya, Stella yang tetap menghadiri malam pemakaman sang mama walau sebelumnya Melodi meyakini bahwa Stella tidak akan mau datang.
Wujud penurunan ego lain juga sempat ditunjukkan dalam hubungan ibu-anak antara Melodi dengan Rio. Melodi tidak menyukai tindakan Rio yang sudah menjalin hubungan dengan perempuan baru, meski urusan perceraiannya belum tuntas.
Melodi menunjukkan ketidaksukaannya dengan cara yang bijak. Dia tidak serta merta menunjukkan emosi yang meledak atau menyalahkan Rio. Melodi justru berbicara secara persuasif kepada Rio.
Anak keduanya itu juga memberikan respons yang cukup baik. Tanpa ada kemarahan karena sang mama mencampuri urusannya, Rio dengan santai menjawab bahwa ia akan segera menyelesaikan urusan perceraiannya.
Berbeda dengan Stella, hubungan ibu-anak antara Melodi dan Rio digambarkan berjalan dengan lebih harmonis. Sejak awal, Rio hadir untuk membantu Melodi mewujudkan mimpi terakhirnya. Rio jugalah yang meminta bantuan temannya, Akmal, untuk menggarap video musik lagu Melodi.
Foto: Studio Antelope
Jika ditilik dari sudut pandang Rio, penonton juga bisa melihat bahwa saat mengetahui seseorang yang disayangi akan pergi, kita akan berupaya memenuhi keinginan terakhirnya. Meski keinginan tersebut bisa jadi terdengar dangkal, tidak jelas, sederhana, atau bahkan sulit sekali pun.
Namun, jika diresapi lebih dalam, memang cocok jika lagu tersebut termasuk ke dalam elegi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, elegi bermakna syair atau nyanyian yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita (khususnya pada peristiwa kematian).
Berdasarkan liriknya, nyanyian ini jelas menunjukkan duka dari jiwa seorang manusia, jiwa Melodi. Elegi ini juga seolah bisa menjadi rangkuman sekaligus jawaban dari perjalanan hidup Melodi. Ketersesatannya, kebingungannya dalam memilih 'jalan', serta harapan yang memupuk semangatnya.
Pada beberapa lirik pertama, terdengar Melodi menceritakan kebingungannya dalam hidup yang dijalaninya, kekecewaan karena yang ditanamnya tidak memberikan hasil yang baik, rasa kehilangan dirinya sendiri yang dialaminya, dan orang-orang terdekatnya yang terasa begitu asing.
Namun, dalam lirik-lirik terakhir, Melodi akhirnya menemukan sebuah harapan. Dialah si bunga matahari yang telah terlunta-lunta didera hujan, tetapi tetap yakin matahari akan menyinarinya. Seorang manusia yang meski hidup telah memberinya banyak rasa sakit, tetap ia meyakini bahwa kebahagiaan itu akan tiba. Di ujung sana, mimpi itu akan terwujud. Cepat atau lambat.
Melalui perjalanan Melodi untuk mewujudkan mimpinya terakhirnya sekaligus sebagai persiapannya menghadapi kematian, barangkali penonton diajak merenung sejenak. Apa yang akan dilakukan jika kita memiliki 'bocoran' informasi sisa waktu yang dimiliki untuk hidup?
Akankah kita meninggalkan segala hal yang “semu” dan memfokuskan diri untuk memenuhi hal yang sebenarnya kita inginkan?
Luka karena hubungannya dengan anak sulungnya, Stella, rupanya tidak baik-baik saja. Tentu konflik keluarga seperti ini adalah salah satu hal yang sering diangkat dalam film-film atau drama karena sering terjadi dalam kehidupan nyata.
Hubungan yang kurang harmonis dalam keluarga mungkin memang terasa akrab bagi sebagian besar kita. Komunikasi yang berantakan, keinginan yang tak tersampaikan dan tak dimengerti, serta kekecewaan yang tidak mampu diutarakan, tentu memperunyam hubungan tersebut.
Rusaknya hubungan ini acap kali menorehkan luka dan trauma yang besar. Meski demikian, kasih sayang kepada anggota keluarga adalah hal yang tak mudah dihilangkan bahkan tak mungkin bisa dipandang sepintas lalu. Perasaaan yang bercampur antara cinta dan benci yang konstan dirasakan kepada keluarga bisa saja menjadi rasa sakit dengan durasi paling lama yang dirasakan seseorang.
Walaupun begitu, dalam kaitannya dengan hubungan Melodi dan Stella, kita melihat bahwa salah satu kunci untuk berdamai dengan keadaan dan tidak memperuncing masalah adalah dengan sama-sama menurunkan ego. Hal ini terlihat dari sikap Melodi yang tidak berusaha menuntut Stella untuk mengunjunginya.
Melodi membiarkan Stella menjalani hidupnya sendiri. Begitu sebaliknya, Stella yang tetap menghadiri malam pemakaman sang mama walau sebelumnya Melodi meyakini bahwa Stella tidak akan mau datang.
Wujud penurunan ego lain juga sempat ditunjukkan dalam hubungan ibu-anak antara Melodi dengan Rio. Melodi tidak menyukai tindakan Rio yang sudah menjalin hubungan dengan perempuan baru, meski urusan perceraiannya belum tuntas.
Melodi menunjukkan ketidaksukaannya dengan cara yang bijak. Dia tidak serta merta menunjukkan emosi yang meledak atau menyalahkan Rio. Melodi justru berbicara secara persuasif kepada Rio.
Anak keduanya itu juga memberikan respons yang cukup baik. Tanpa ada kemarahan karena sang mama mencampuri urusannya, Rio dengan santai menjawab bahwa ia akan segera menyelesaikan urusan perceraiannya.
Berbeda dengan Stella, hubungan ibu-anak antara Melodi dan Rio digambarkan berjalan dengan lebih harmonis. Sejak awal, Rio hadir untuk membantu Melodi mewujudkan mimpi terakhirnya. Rio jugalah yang meminta bantuan temannya, Akmal, untuk menggarap video musik lagu Melodi.
Foto: Studio Antelope
Jika ditilik dari sudut pandang Rio, penonton juga bisa melihat bahwa saat mengetahui seseorang yang disayangi akan pergi, kita akan berupaya memenuhi keinginan terakhirnya. Meski keinginan tersebut bisa jadi terdengar dangkal, tidak jelas, sederhana, atau bahkan sulit sekali pun.
Elegi Melodi
Sejak awal diperlihatkan bahwa lagu yang dinyanyikan Melodi dianggap sebagai lagu yang 'norak' baik secara audio maupun visual. Asumsi tersebut dibangun melalui beberapa adegan, seperti ekspresi kikuk Stella, ekspresi malu Rio, dan ekspresi sejumlah pelayat yang menahan senyum saat video musik diputar di pemakaman. Selain itu, adegan kebingungan Akmal dan orang-orang yang ada di rumah makan juga menunjukkan anggapan serupa.Namun, jika diresapi lebih dalam, memang cocok jika lagu tersebut termasuk ke dalam elegi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, elegi bermakna syair atau nyanyian yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita (khususnya pada peristiwa kematian).
Berdasarkan liriknya, nyanyian ini jelas menunjukkan duka dari jiwa seorang manusia, jiwa Melodi. Elegi ini juga seolah bisa menjadi rangkuman sekaligus jawaban dari perjalanan hidup Melodi. Ketersesatannya, kebingungannya dalam memilih 'jalan', serta harapan yang memupuk semangatnya.
Pada beberapa lirik pertama, terdengar Melodi menceritakan kebingungannya dalam hidup yang dijalaninya, kekecewaan karena yang ditanamnya tidak memberikan hasil yang baik, rasa kehilangan dirinya sendiri yang dialaminya, dan orang-orang terdekatnya yang terasa begitu asing.
Namun, dalam lirik-lirik terakhir, Melodi akhirnya menemukan sebuah harapan. Dialah si bunga matahari yang telah terlunta-lunta didera hujan, tetapi tetap yakin matahari akan menyinarinya. Seorang manusia yang meski hidup telah memberinya banyak rasa sakit, tetap ia meyakini bahwa kebahagiaan itu akan tiba. Di ujung sana, mimpi itu akan terwujud. Cepat atau lambat.
Melalui perjalanan Melodi untuk mewujudkan mimpinya terakhirnya sekaligus sebagai persiapannya menghadapi kematian, barangkali penonton diajak merenung sejenak. Apa yang akan dilakukan jika kita memiliki 'bocoran' informasi sisa waktu yang dimiliki untuk hidup?
Akankah kita meninggalkan segala hal yang “semu” dan memfokuskan diri untuk memenuhi hal yang sebenarnya kita inginkan?
tulis komentar anda