CERMIN AWARDS: 10 Aktor dan Aktris Indonesia Terbaik 2023
Minggu, 17 Desember 2023 - 10:24 WIB
Salah satu yang mengesankan dari film Women From Rote Island di luar isunya yang sensitif adalah keberanian sutradara Jeremias Nyangoen menyerahkan kepercayaan sepenuhnya pada para pemain-pemain baru. Nyawa film disandarkan pada mereka yang belum berpengalaman menjadi sebuah keberanian yang harus dipujikan.
Jadinya memang selain Irma Rihi, kita juga melihat penemuan baru dalam sinema Indonesia bernama Linda Adoe. Sebagai Orpa yang kehilangan suami, juga 'kehilangan' dua putrinya dengan alasan yang berbeda membutuhkan akting yang sangat menguras emosi.
Linda terjaring melalui kasting yang dilaluinya hingga tiga kali sebagaimana dikutip dari Pos Kupang. Ia lantas menjalani masa karantina dari Oktober hingga November 2022. Dengan pendalaman sedemikian, juga komitmen waktu sedemikian, maka semuanya berbuah manis.
Sama seperti Irma, memang susah dipercaya jika Linda bahkan tak lolos nomine Pemeran Utama Perempuan Terbaik FFI 2023. Padahal jika saja ia masuk, peluangnya sama besar dengan Sha Ine Febriyanti yang akhirnya membawa pulang Piala Citra.
Foto: IDN Pictures
Laura menjadi salah satu dari sedikit aktris kita yang masih bisa bekerja maksimal di tengah skenario yang sesungguhnya tak cukup mumpuni. Hal yang sama dilakukannya kembali dalam Sleep Call. Fajar Nugros cerdik memilih Laura sebagai pusat semesta ceritanya yang bernama Dina. Laura pun memperlihatkan jangkauan akting yang lebih luas yang belum pernah diperlihatkannya sebelumnya.
Dengan dua Piala Citra di tangan, masing-masing untuk 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta dan Susi Susanti: Love All, kita sudah bisa mengkalkulasi penampilan seperti apa yang kita dapatkan ketika menyaksikan Laura berubah menjadi karakter yang diperankannya di layar bioskop.
Tapi menjadi Dina merupakan sebuah pengalaman baru karena Laura harus memasuki dimensi peran dan emosi yang berlapis-lapis. Kita lalu melihat aktris yang diberi julukan oleh media sebagai Indonesia’s Sweetheart ini juga bisa mengumpat, juga bisa melakukan hal-hal kejam dan sadis yang tak terbayangkan.
Foto: Imajinari
Nirina adalah jenis aktris yang semakin matang seiring dengan bertambah usianya. Sejak Heart yang memberinya Piala Citra pertama pada 2006, kita tak boleh lagi memandangnya remeh. Begitupun melihat filmografinya yang sungguh beragam, kita juga tak bisa menyangkal jika masih ada saja yang melihatnya sekadar bintang film, bukan aktris.
Namun bahkan dalam film paling komersial sekali pun, Nirina selalu tampil total. Tak peduli genrenya komedi, horor, drama, semua dilibasnya. Ketika sudah menikah, punya anak dan mulai diserahi peran ibu muda, Nirina perlahan bertransformasi (sekali lagi) menjadi aktris tangguh.
Transformasi paling kentara memang diperlihatkannya dalam film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film. Sebagai Hana, perempuan yang baru saja kehilangan suaminya dan ingin merasakan dunia berhenti berputar sejenak saja untuk dirinya.
Sebagian mengagumi cara penuturan Yandy Laurens yang segar dan menarik, sebagian lagi mengagumi betapa luar biasanya akting Nirina kali ini. Rasanya peluangnya cukup besar beroleh Piala Citra keduanya dalam FFI tahun depan.
Foto: Netflix
Tidak banyak aktris yang bisa meraih Piala Citra dalam film pertamanya seperti Putri Marino. Penampilannya dalam Posesif memang mengesankan dan susah untuk tak terhipnosis olehnya.
Sejak awal kita melihatnya memang sebagai aktris, bukan sebagai bintang film. Aktris tak memilih peran besar atau peran kecil. Dalam Losmen Bu Broto, perannya tak sentral tapi sekali lagi sebagai Mbak Pur, Putri mencuri perhatian. Hanya butuh empat tahun sejak penampilan perdananya dalam film, Putri sudah beroleh dua Piala Citra.
Dalam serial Gadis Kretek pun perannya tak sentral. Tapi siapa yang tak mengagumi bagaimana Putri membawakan perannya sebagai Arum Cengkeh dengan masa lalu yang gelap yang tak pernah diketahuinya, dengan keluarga yang sesungguhnya tak benar-benar dikenalnya. Segala emosi yang keluar dari gerak tubuh, mimik wajah, hingga tatapan mata Putri selalu terasa tulus dan bisa jadi itulah yang membuatnya menjadi aktris kaliber.
Jadinya memang selain Irma Rihi, kita juga melihat penemuan baru dalam sinema Indonesia bernama Linda Adoe. Sebagai Orpa yang kehilangan suami, juga 'kehilangan' dua putrinya dengan alasan yang berbeda membutuhkan akting yang sangat menguras emosi.
Linda terjaring melalui kasting yang dilaluinya hingga tiga kali sebagaimana dikutip dari Pos Kupang. Ia lantas menjalani masa karantina dari Oktober hingga November 2022. Dengan pendalaman sedemikian, juga komitmen waktu sedemikian, maka semuanya berbuah manis.
Sama seperti Irma, memang susah dipercaya jika Linda bahkan tak lolos nomine Pemeran Utama Perempuan Terbaik FFI 2023. Padahal jika saja ia masuk, peluangnya sama besar dengan Sha Ine Febriyanti yang akhirnya membawa pulang Piala Citra.
4. Laura Basuki (Film: Sleep Call)
Foto: IDN Pictures
Laura menjadi salah satu dari sedikit aktris kita yang masih bisa bekerja maksimal di tengah skenario yang sesungguhnya tak cukup mumpuni. Hal yang sama dilakukannya kembali dalam Sleep Call. Fajar Nugros cerdik memilih Laura sebagai pusat semesta ceritanya yang bernama Dina. Laura pun memperlihatkan jangkauan akting yang lebih luas yang belum pernah diperlihatkannya sebelumnya.
Dengan dua Piala Citra di tangan, masing-masing untuk 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta dan Susi Susanti: Love All, kita sudah bisa mengkalkulasi penampilan seperti apa yang kita dapatkan ketika menyaksikan Laura berubah menjadi karakter yang diperankannya di layar bioskop.
Tapi menjadi Dina merupakan sebuah pengalaman baru karena Laura harus memasuki dimensi peran dan emosi yang berlapis-lapis. Kita lalu melihat aktris yang diberi julukan oleh media sebagai Indonesia’s Sweetheart ini juga bisa mengumpat, juga bisa melakukan hal-hal kejam dan sadis yang tak terbayangkan.
5. Nirina Zubir (Film: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film)
Foto: Imajinari
Nirina adalah jenis aktris yang semakin matang seiring dengan bertambah usianya. Sejak Heart yang memberinya Piala Citra pertama pada 2006, kita tak boleh lagi memandangnya remeh. Begitupun melihat filmografinya yang sungguh beragam, kita juga tak bisa menyangkal jika masih ada saja yang melihatnya sekadar bintang film, bukan aktris.
Namun bahkan dalam film paling komersial sekali pun, Nirina selalu tampil total. Tak peduli genrenya komedi, horor, drama, semua dilibasnya. Ketika sudah menikah, punya anak dan mulai diserahi peran ibu muda, Nirina perlahan bertransformasi (sekali lagi) menjadi aktris tangguh.
Transformasi paling kentara memang diperlihatkannya dalam film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film. Sebagai Hana, perempuan yang baru saja kehilangan suaminya dan ingin merasakan dunia berhenti berputar sejenak saja untuk dirinya.
Sebagian mengagumi cara penuturan Yandy Laurens yang segar dan menarik, sebagian lagi mengagumi betapa luar biasanya akting Nirina kali ini. Rasanya peluangnya cukup besar beroleh Piala Citra keduanya dalam FFI tahun depan.
6. Putri Marino (Serial: Gadis Kretek)
Foto: Netflix
Tidak banyak aktris yang bisa meraih Piala Citra dalam film pertamanya seperti Putri Marino. Penampilannya dalam Posesif memang mengesankan dan susah untuk tak terhipnosis olehnya.
Sejak awal kita melihatnya memang sebagai aktris, bukan sebagai bintang film. Aktris tak memilih peran besar atau peran kecil. Dalam Losmen Bu Broto, perannya tak sentral tapi sekali lagi sebagai Mbak Pur, Putri mencuri perhatian. Hanya butuh empat tahun sejak penampilan perdananya dalam film, Putri sudah beroleh dua Piala Citra.
Dalam serial Gadis Kretek pun perannya tak sentral. Tapi siapa yang tak mengagumi bagaimana Putri membawakan perannya sebagai Arum Cengkeh dengan masa lalu yang gelap yang tak pernah diketahuinya, dengan keluarga yang sesungguhnya tak benar-benar dikenalnya. Segala emosi yang keluar dari gerak tubuh, mimik wajah, hingga tatapan mata Putri selalu terasa tulus dan bisa jadi itulah yang membuatnya menjadi aktris kaliber.
tulis komentar anda