Review The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes: Awal Mula Presiden Snow Jadi Jahat
Rabu, 15 November 2023 - 14:07 WIB
The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes menawarkan kisah tentang Presiden Coriolanus Snow, antagonis utama di film seri The Hunger Games. Prekuel ini cukup dinantikan penggemar serial yang penasaran dengan latar belakang Snow. Terlebih, karakter itu begitu membekas di benak para penggemar.
Dirilis 12 tahun sejak film pertamanya, prekuel The Hunger Games ini punya cerita yang berbeda ketimbang film sebelumnya. Film ini berlatar sebagian besar di Capital dan distrik menjadi latar keduanya. Coriolanus Snow yang masih menjadi siswa saat itu bersiap untuk menghadapi The Hunger Games ke-10.
Snow berusaha mendapatkan prestasi di sekolahnya demi uang. Sejak ayahnya meninggal, keluarganya terlunta-lunta dan terbelit masalah keuangan berat. Dia berharap bisa mendapatkan hadiah Plith yang akan dia pakai untuk melunasi semua utang yang dia tanggung dan melanjutkan hidup.
Namun, Snow harus menghadapi kenyataan kalau hadiah Plith tidak bisa dia dapatkan dengan mudah. Dia harus menjadi mentor untuk tribut The Hunger Games ke-10. Nasib membawanya bertemu Lucy Gray Braid, dari Distrik 10. Snow menyusun rencana untuk memenangkan pertarungan tersebut dengan tribut yang dianggap lemah.
Foto: Looper
Tom Blyth dengan pas memerankan peran Snow muda ini. Dia menunjukkan perkembangan dari seorang murid yang berambisi memenangkan hadiah Plith demi uang menjadi orang yang lebih memihak pemerintah ketimbang melindungi teman baiknya. Dia sudah menunjukkan bakat kekejamannya dan tidak melakukan apa pun untuk mencegahnya.
Snow yang kaku digambarkan dengan pas oleh prinsip dan juga ambisinya anehnya. Blyth memberikan penampilan yang mengerikan, meski memberikan ruang bagi penonton untuk sedikit bersimpati padanya. Tapi, pikirannya yang twisted membuat karakter ini jadi menarik.
Sementara, pemain lainnya, Rachel Zegler, yang memerankan Lucy Gray Braid, juga berusaha menampilkan dirinya dengan baik. Di film ini, dia banyak bernyanyi. Bahkan, terkesan, film ini memanfaatkan nyanyian itu untuk memperpanjang durasinya. Lagunya tidak banyak, hanya diulang-ulang terus.
Foto: Empire
Meski tampil sebagai cewek yang terlihat lemah, tapi sebenarnya kuat, Rachel tidak bisa memberikan pendalaman karakter lebih pada Lucy Gray. Dia menampilkan dirinya sebagai sebuah buku terbuka, tapi, pada akhirnya, dia seolah menyimpan misteri. Sesuatu yang tidak terlihat dari awal dan tidak memberikan kejutan pada perkembangan karakternya.
Penampilan Viola Davis sebagai Dr. Volumnia Gale, seperti biasa, mencuri perhatian. Dia menacing dan menarik. Peter Dinklage yang berperan sebagai Dekan Casca Highbottom memberikan sinyal seorang antagonis yang menyimpan rahasia. Ini akan membuat orang penasaran mengapa dia bersikap buruk pada Snow.
Alur cerita The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes memang mengalir. Tapi, ada beberapa bagian yang terlalu ditonjolkan dan terasa tidak penting. Salah satunya adalah bagian Lucy Gray menyanyi. Porsinya terasa kebanyakan dan tidak terlalu penting bagi alur.
Foto: Cosmopolitan
Sementara, karakter seperti Sejanus Plith yang menarik malah tidak tereksplorasi dengan baik. Film ini terlalu berfokus pada Snow sehingga karakter lain tidak tergambarkan dengan baik. Padahal, beberapa di antaranya punya latar belakang yang mungkin bisa mendukung perkembangan karakter Snow ini.
Karena terlalu lama bermain-main dengan perkembangan Snow dari kejayaan dan kejatuhannya, film ini tidak terlalu memperhatikan bagian ending. Bagian ini terasa shaky dan konklusinya tidak terlalu memuaskan. Sepertinya, ada harapan kalau ada lanjutannya lagi. Tapi, sekali lagi, The Ballad of Songbirds & Snakes adalah satu-satunya prekuel yang ditulis Susan Collins untuk serial novel The Hunger Games.
Dirilis 12 tahun sejak film pertamanya, prekuel The Hunger Games ini punya cerita yang berbeda ketimbang film sebelumnya. Film ini berlatar sebagian besar di Capital dan distrik menjadi latar keduanya. Coriolanus Snow yang masih menjadi siswa saat itu bersiap untuk menghadapi The Hunger Games ke-10.
Snow berusaha mendapatkan prestasi di sekolahnya demi uang. Sejak ayahnya meninggal, keluarganya terlunta-lunta dan terbelit masalah keuangan berat. Dia berharap bisa mendapatkan hadiah Plith yang akan dia pakai untuk melunasi semua utang yang dia tanggung dan melanjutkan hidup.
Namun, Snow harus menghadapi kenyataan kalau hadiah Plith tidak bisa dia dapatkan dengan mudah. Dia harus menjadi mentor untuk tribut The Hunger Games ke-10. Nasib membawanya bertemu Lucy Gray Braid, dari Distrik 10. Snow menyusun rencana untuk memenangkan pertarungan tersebut dengan tribut yang dianggap lemah.
Foto: Looper
Tom Blyth dengan pas memerankan peran Snow muda ini. Dia menunjukkan perkembangan dari seorang murid yang berambisi memenangkan hadiah Plith demi uang menjadi orang yang lebih memihak pemerintah ketimbang melindungi teman baiknya. Dia sudah menunjukkan bakat kekejamannya dan tidak melakukan apa pun untuk mencegahnya.
Snow yang kaku digambarkan dengan pas oleh prinsip dan juga ambisinya anehnya. Blyth memberikan penampilan yang mengerikan, meski memberikan ruang bagi penonton untuk sedikit bersimpati padanya. Tapi, pikirannya yang twisted membuat karakter ini jadi menarik.
Sementara, pemain lainnya, Rachel Zegler, yang memerankan Lucy Gray Braid, juga berusaha menampilkan dirinya dengan baik. Di film ini, dia banyak bernyanyi. Bahkan, terkesan, film ini memanfaatkan nyanyian itu untuk memperpanjang durasinya. Lagunya tidak banyak, hanya diulang-ulang terus.
Foto: Empire
Meski tampil sebagai cewek yang terlihat lemah, tapi sebenarnya kuat, Rachel tidak bisa memberikan pendalaman karakter lebih pada Lucy Gray. Dia menampilkan dirinya sebagai sebuah buku terbuka, tapi, pada akhirnya, dia seolah menyimpan misteri. Sesuatu yang tidak terlihat dari awal dan tidak memberikan kejutan pada perkembangan karakternya.
Penampilan Viola Davis sebagai Dr. Volumnia Gale, seperti biasa, mencuri perhatian. Dia menacing dan menarik. Peter Dinklage yang berperan sebagai Dekan Casca Highbottom memberikan sinyal seorang antagonis yang menyimpan rahasia. Ini akan membuat orang penasaran mengapa dia bersikap buruk pada Snow.
Alur cerita The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes memang mengalir. Tapi, ada beberapa bagian yang terlalu ditonjolkan dan terasa tidak penting. Salah satunya adalah bagian Lucy Gray menyanyi. Porsinya terasa kebanyakan dan tidak terlalu penting bagi alur.
Foto: Cosmopolitan
Sementara, karakter seperti Sejanus Plith yang menarik malah tidak tereksplorasi dengan baik. Film ini terlalu berfokus pada Snow sehingga karakter lain tidak tergambarkan dengan baik. Padahal, beberapa di antaranya punya latar belakang yang mungkin bisa mendukung perkembangan karakter Snow ini.
Karena terlalu lama bermain-main dengan perkembangan Snow dari kejayaan dan kejatuhannya, film ini tidak terlalu memperhatikan bagian ending. Bagian ini terasa shaky dan konklusinya tidak terlalu memuaskan. Sepertinya, ada harapan kalau ada lanjutannya lagi. Tapi, sekali lagi, The Ballad of Songbirds & Snakes adalah satu-satunya prekuel yang ditulis Susan Collins untuk serial novel The Hunger Games.
tulis komentar anda