Review Film Insidious: The Red Door: Klise dengan Plot Lambat
Rabu, 12 Juli 2023 - 10:56 WIB
Insidious: The Red Door akhirnya tayang secara resmi di Indonesia, hari ini, Rabu (12/7). Waktu pemutaran ini sepekan lebih lambat dari penayangannya di Amerika Serikat (AS). Meski begitu, penggemar franchise ini di Tanah Air sepertinya tetap antusias menyaksikannya.
Sebagai film yang disebut rangkaian terakhir dari semua peristiwa di Insidious, The Red Door dimaksudkan menutup dan memberikan konklusi. Secara garis besar, film ini melakukannya. Hanya, bagi mereka yang tidak sabaran, ini adalah perjalanan yang sangat panjang.
Berdurasi 1 jam 47 menit atau 107 menit, film ini lebih panjang dari rata-rata film horor yang durasinya 90 menit. Dengan waktu lebih banyak film ini tentu diharapkan memberikan sesuatu yang berbeda atau lebih unik dari yang lainnya. Terlebih, ini adalah sebuah konklusi.
Kenyataannya, Insidious: The Red Door tidak terlalu memberikan sesuatu yang baru. Adegan-adegannya klise dan mengikuti formula yang ada. Atmosfir gelap dengan tanda-tanda jump scare menyebar sejak awal hingga akhir film ini. Khasnya film horor.
Foto: Geek Culture
Insidious: The Red Door berfokus pada Josh Lambert (Patrick Wilson) yang ingin memperbaiki hubungannya dengan anak sulungnya, Dalton (Ty Simpkins). Dia lantas menawarkan mengantarkan Dalton ke asrama kampusnya dengan harapan bisa lebih akrab dengan remaja itu. Kenyataannya, hubungan mereka sudah rusak. Josh bahkan sudah kehilangan harapan.
Di sisi lain, Dalton berusaha menjalani hari-hari barunya di kampus. Dia mendapatkan teman sekamar seorang cewek bernama Chris. Cewek itu akhirnya pindah kamar karena Dalton keberatan. Meski begitu, keduanya tetap berteman akrab dan bahkan pergi ke pesta bareng.
Foto: Bloody Disgusting
Sementara, meski sudah 9 tahun berlalu, ternyata, teror hantu dari The Further masih mengancam Josh dan Dalton. Hidup terpisah, tantangan untuk mengalahkan makhluk-makhluk mengerikan itu pun semakin bertambah. Josh dan Dalton juga harus mencari jalan keluar untuk memperbaiki hubungan mereka.
Premis film ini sebenarnya menjanjikan. Sayang, alurnya terlalu lambat dan menampilkan banyak adegan yang tidak diperlukan dalam penceritaannya. Memang, film horor butuh sesuatu untuk membangun nuansanya. Tapi, Insidious sepertinya sudah tidak memerlukan itu karena nuansanya sudah terbangun sejak awal.
Foto: The New York Times
Kehadiran karakter baru seperti Chris dianggap bisa menambah ketebalan film ini. Tapi, Chris, meski keren, hanya berfungsi sebagai pendukung, damsel in distress alias cewek yang harus diselamatkan. Dia tahu apa masalah Dalton, tapi, tidak berusaha mencari tahu apa yang bisa dia lakukan untuk membantunya.
Sementara, salah satu aspek menarik di film ini, dosen Dalton, Armagan, justru tidak dimanfaatkan dengan baik. Sebagai sosok yang diidolakan Dalton, dosen ini malah berfungsi jadi pajangan. Dengan sosoknya yang misterius dan nyentrik, Armagan seharusnya menjadi karakter yang bisa lebih dieksplorasi. Apalagi, Dalton membuat gambar yang aneh dan mengerikan, sulit dikatakan sebagai karya seni.
Foto: The Economic Times
Apa pun, film ini memang memberikan konklusi bagi hubungan keluarga Lambert. Tapi, film ini tidak memberikan konklusi memuaskan bagi para hantu di The Further. Orang bisa jadi kecewa dengan apa yang terjadi kepada mereka. Secara keseluruhan, Insidious: The Red Door adalah film tentang memperbaiki hubungan keluarga dengan bumbu horor. Mungkin, Sony Pictures telah merencanakan sekuel dengan karakter berbeda.
Insidious: The Red Door memenuhi semua syarat film horor. Nuansanya gelap, banyak jump scare, hantunya banyak, dan cerita latar karakter utamanya yang menyatukan jalan cerita film ini. Tapi, karena tidak menawarkan sesuatu yang baru, film ini datar-datar saja.
Foto: Bloody Disgusting
Insidious: The Red Door akan disukai penggemar film horor, khususnya di Indonesia. Semua elemen khas film horor ada di film ini dan pas untuk pasar Tanah Air. Tapi, dalam skala besar, film ini sebenarnya biasa-biasa saja.
Insidious: The Red Door menyia-nyiakan durasinya yang panjang untuk membangun kehororan yang tidak mereka perlukan. Alih-alih menggali mitologinya, film ini hanya berfokus pada jumpscare. Ini tentu disayangkan karena hantu dari film ini menarik untuk digali lebih dalam lagi.
Insidious: The Red Door mulai tayang di bioskop seluruh Indonesia, hari ini, Rabu (12/7). Film ini berating remaja. Selamat menyaksikan!
Sebagai film yang disebut rangkaian terakhir dari semua peristiwa di Insidious, The Red Door dimaksudkan menutup dan memberikan konklusi. Secara garis besar, film ini melakukannya. Hanya, bagi mereka yang tidak sabaran, ini adalah perjalanan yang sangat panjang.
Berdurasi 1 jam 47 menit atau 107 menit, film ini lebih panjang dari rata-rata film horor yang durasinya 90 menit. Dengan waktu lebih banyak film ini tentu diharapkan memberikan sesuatu yang berbeda atau lebih unik dari yang lainnya. Terlebih, ini adalah sebuah konklusi.
Kenyataannya, Insidious: The Red Door tidak terlalu memberikan sesuatu yang baru. Adegan-adegannya klise dan mengikuti formula yang ada. Atmosfir gelap dengan tanda-tanda jump scare menyebar sejak awal hingga akhir film ini. Khasnya film horor.
Foto: Geek Culture
Insidious: The Red Door berfokus pada Josh Lambert (Patrick Wilson) yang ingin memperbaiki hubungannya dengan anak sulungnya, Dalton (Ty Simpkins). Dia lantas menawarkan mengantarkan Dalton ke asrama kampusnya dengan harapan bisa lebih akrab dengan remaja itu. Kenyataannya, hubungan mereka sudah rusak. Josh bahkan sudah kehilangan harapan.
Di sisi lain, Dalton berusaha menjalani hari-hari barunya di kampus. Dia mendapatkan teman sekamar seorang cewek bernama Chris. Cewek itu akhirnya pindah kamar karena Dalton keberatan. Meski begitu, keduanya tetap berteman akrab dan bahkan pergi ke pesta bareng.
Foto: Bloody Disgusting
Sementara, meski sudah 9 tahun berlalu, ternyata, teror hantu dari The Further masih mengancam Josh dan Dalton. Hidup terpisah, tantangan untuk mengalahkan makhluk-makhluk mengerikan itu pun semakin bertambah. Josh dan Dalton juga harus mencari jalan keluar untuk memperbaiki hubungan mereka.
Premis film ini sebenarnya menjanjikan. Sayang, alurnya terlalu lambat dan menampilkan banyak adegan yang tidak diperlukan dalam penceritaannya. Memang, film horor butuh sesuatu untuk membangun nuansanya. Tapi, Insidious sepertinya sudah tidak memerlukan itu karena nuansanya sudah terbangun sejak awal.
Foto: The New York Times
Kehadiran karakter baru seperti Chris dianggap bisa menambah ketebalan film ini. Tapi, Chris, meski keren, hanya berfungsi sebagai pendukung, damsel in distress alias cewek yang harus diselamatkan. Dia tahu apa masalah Dalton, tapi, tidak berusaha mencari tahu apa yang bisa dia lakukan untuk membantunya.
Sementara, salah satu aspek menarik di film ini, dosen Dalton, Armagan, justru tidak dimanfaatkan dengan baik. Sebagai sosok yang diidolakan Dalton, dosen ini malah berfungsi jadi pajangan. Dengan sosoknya yang misterius dan nyentrik, Armagan seharusnya menjadi karakter yang bisa lebih dieksplorasi. Apalagi, Dalton membuat gambar yang aneh dan mengerikan, sulit dikatakan sebagai karya seni.
Foto: The Economic Times
Apa pun, film ini memang memberikan konklusi bagi hubungan keluarga Lambert. Tapi, film ini tidak memberikan konklusi memuaskan bagi para hantu di The Further. Orang bisa jadi kecewa dengan apa yang terjadi kepada mereka. Secara keseluruhan, Insidious: The Red Door adalah film tentang memperbaiki hubungan keluarga dengan bumbu horor. Mungkin, Sony Pictures telah merencanakan sekuel dengan karakter berbeda.
Insidious: The Red Door memenuhi semua syarat film horor. Nuansanya gelap, banyak jump scare, hantunya banyak, dan cerita latar karakter utamanya yang menyatukan jalan cerita film ini. Tapi, karena tidak menawarkan sesuatu yang baru, film ini datar-datar saja.
Foto: Bloody Disgusting
Insidious: The Red Door akan disukai penggemar film horor, khususnya di Indonesia. Semua elemen khas film horor ada di film ini dan pas untuk pasar Tanah Air. Tapi, dalam skala besar, film ini sebenarnya biasa-biasa saja.
Insidious: The Red Door menyia-nyiakan durasinya yang panjang untuk membangun kehororan yang tidak mereka perlukan. Alih-alih menggali mitologinya, film ini hanya berfokus pada jumpscare. Ini tentu disayangkan karena hantu dari film ini menarik untuk digali lebih dalam lagi.
Insidious: The Red Door mulai tayang di bioskop seluruh Indonesia, hari ini, Rabu (12/7). Film ini berating remaja. Selamat menyaksikan!
(alv)
tulis komentar anda