Skandal Ericko Lim dan Netizen yang Hobi Cancel Culture
Senin, 20 Juli 2020 - 19:58 WIB
JAKARTA - Baru-baru ini pengguna media sosial Indonesia, khususnya Twitter, disuguhi dengan skandal Ericko Lim, seorang gamer sekaligus Youtuber, yang ketahuan selingkuh oleh mantan pacarnya, Jessica Jane.
Ia dan Listy Chan, gamer perempuan yang diduga selingkuhannya, langsung dikecam beramai-ramai oleh netizen. Bahkan karena skandal perselingkuhannya ini, kontrak Listy Chan sebagai pemain e-sport profesional diakhiri secara sepihak oleh Evo Esport, klub e-sport terkenal yang selama ini menaunginya.
Yang menimpa Ericko Lim dan Listy Chan karena perbuatannya adalah contoh dari cancel culture, yaitu fenomena pemboikotan public figure oleh masyarakat, khususnya netizen.
Caranya adalahdengan memberikan kecaman dan pemberhentian dukungan atas karya atau pekerjaan public figure tersebut.
Ericko Lim dan Listy Chan. Foto: Instagram @jessicajane99
Akibatnya, perusahaan atau label tertentu yang bekerja sama dengan sang seleb gak jarang memutus kontrak secara sepihak untuk menjaga citra label mereka. ( )
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Sederet nama seleb seperti Karin Novilda, Jefri Nichol, bahkan Mario Teguh pernah mengalami hal yang sama gara-gara kasus yang mereka alami.
Cancel culture adalah salah satu bentuk online shaming. Ini merupakan perbuatan mempermalukan seseorang di depan umum di platform media sosial, misalnya Twitter dan Instagram.
Contoh lain dari online shaming adalah doxing (mencari identitas personal seseorang untuk niat jahat ), ulasan negatif, dan revenge porn.
Cancel culture juga jadi salah satu hasil ekspresi dari emosi berlebihan yang diluapkan oleh netizen.
Foto:Chelsea Stahl/NBC News/Getty Images/AP
Dikutip dari Meriam-Webster, sejarah cancel culture berawal dari gerakan #Metoo beberapa tahun lalu yang digunakan untuk membela pengguna Twitter berkulit hitam yang mendapatkan cuitan ofensif dari beberapa seleb.
Namun saat ini, penerapan tindakan cancellationjadi melenceng dan lebih dibumbui dengan rasa kebencian terus-menerus terhadap seleb tersebut.
Ada banyak pro dan kontra soal fenomena cancel culture. Walau budaya ini disebut sebagai pengontrol perilaku orang terkenal dalam bermedia sosial, tapi hal ini dianggap perilaku buruk yang bisa merusak masa depan orang yang jadi target.
Netizen seolah lupa hal-hal positif yang pernah dilakukan orang tersebut dan gak mau memberikan mereka kesempatan untuk menjadi lebih baik. ( )
Salah satu seleb yang sering menjadi target cancel culture, Karin Novilda atau akrab dipanggil Awkarin, mengkritisi tentang budaya ini lewat akun Twitternya.
Ia dan Listy Chan, gamer perempuan yang diduga selingkuhannya, langsung dikecam beramai-ramai oleh netizen. Bahkan karena skandal perselingkuhannya ini, kontrak Listy Chan sebagai pemain e-sport profesional diakhiri secara sepihak oleh Evo Esport, klub e-sport terkenal yang selama ini menaunginya.
Yang menimpa Ericko Lim dan Listy Chan karena perbuatannya adalah contoh dari cancel culture, yaitu fenomena pemboikotan public figure oleh masyarakat, khususnya netizen.
Caranya adalahdengan memberikan kecaman dan pemberhentian dukungan atas karya atau pekerjaan public figure tersebut.
Ericko Lim dan Listy Chan. Foto: Instagram @jessicajane99
Akibatnya, perusahaan atau label tertentu yang bekerja sama dengan sang seleb gak jarang memutus kontrak secara sepihak untuk menjaga citra label mereka. ( )
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Sederet nama seleb seperti Karin Novilda, Jefri Nichol, bahkan Mario Teguh pernah mengalami hal yang sama gara-gara kasus yang mereka alami.
Cancel culture adalah salah satu bentuk online shaming. Ini merupakan perbuatan mempermalukan seseorang di depan umum di platform media sosial, misalnya Twitter dan Instagram.
Contoh lain dari online shaming adalah doxing (mencari identitas personal seseorang untuk niat jahat ), ulasan negatif, dan revenge porn.
Cancel culture juga jadi salah satu hasil ekspresi dari emosi berlebihan yang diluapkan oleh netizen.
Foto:Chelsea Stahl/NBC News/Getty Images/AP
Dikutip dari Meriam-Webster, sejarah cancel culture berawal dari gerakan #Metoo beberapa tahun lalu yang digunakan untuk membela pengguna Twitter berkulit hitam yang mendapatkan cuitan ofensif dari beberapa seleb.
Namun saat ini, penerapan tindakan cancellationjadi melenceng dan lebih dibumbui dengan rasa kebencian terus-menerus terhadap seleb tersebut.
Ada banyak pro dan kontra soal fenomena cancel culture. Walau budaya ini disebut sebagai pengontrol perilaku orang terkenal dalam bermedia sosial, tapi hal ini dianggap perilaku buruk yang bisa merusak masa depan orang yang jadi target.
Netizen seolah lupa hal-hal positif yang pernah dilakukan orang tersebut dan gak mau memberikan mereka kesempatan untuk menjadi lebih baik. ( )
Salah satu seleb yang sering menjadi target cancel culture, Karin Novilda atau akrab dipanggil Awkarin, mengkritisi tentang budaya ini lewat akun Twitternya.
tulis komentar anda