CERMIN: Jangan Lupa Pulang, ya, Aurora
Sabtu, 04 Februari 2023 - 07:22 WIB
JAKARTA - Tahun 2003. Saya meninggalkan rumah pada usia 20-an awal. Penyebabnya sepele. Saya bertikai dengan almarhum adik saya dan merasa tak bisa lagi menolerirnya.
Saya ingat betul malam ketika peristiwa itu terjadi. Saya dikuasai emosi, hanya mengambil sedikit baju dan buku-buku yang saya miliki dan lantas keluar dari rumah. Ayah saya mengejar hingga ke jalan raya tempat saya mencegat angkot. Ayah saya masih menahan agar saya tak pergi tapi saya tak mendengarkannya.
Sejak itu rumah menjadi sebuah kata yang mungkin terdengar absurd di telinga saya. Setelah ibu saya meninggal dan saya meninggalkan rumah, rumah terasa hanya sebuah konsep kosong.
Ketika saya diberi kesempatan untuk hijrah ke Jakarta, niat pertama saya adalah saya akan menghadirkan sebuah rumah yang tak hanya akan nyaman buat saya tapi juga bagi siapa pun yang berkunjung.
Foto: Visinema Pictures
Namun seiring perjalanan hidup, saya memahami bahwa rumah sesungguhnya tak bisa dimaknai sempit hanya sebagai tempat. Mungkin ia bisa berada di mana saja, saat kita menemukan kenyamanan, saat kita bertemu dengan orang-orang yang menerima kita apa adanya.
Maka saya memahami yang dialami Aurora dalam film Jalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulanggarapan Angga Dwimas Sasongko. Saya memahami apa makna baginya ketika diberi kesempatan untuk terbang jauh ribuan kilometer untuk mencari mimpi-mimpinya.
Saya memahami bagaimana rasanya mencoba menjadi diri sendiri dan terpisah jauh dari keluarga yang selama ini dalam beberapa hal terasa mengekangnya. Saya memahami bagaimana proses bagi Aurora untuk menemukan makna rumah dan juga pulang.
Pemaknaan rumah dan pulang menjadi sangat berbeda ketika kita berada ribuan kilometer dari kampung halaman. Kita menjadi daun yang melayang dan terpisah dari akar tapi tak bisa memisahkan diri seutuhnya.
Foto: Visinema Pictures
Kita berusaha menjadi diri kita yang lebih baik di tanah rantau tapi sesungguhnya tak pernah benar-benar menjadi orang yang berbeda. Kita adalah orang yang sama, hanya dengan pengalaman yang mungkin lebih kaya.
Meskipun saya mengerti yang dialami Aurora, dalam kehidupan nyata saya adalah Angkasa yang dalam berbagai cara mencoba melindungi adik-adiknya. Kadang tanpa perhitungan, sering kali tanpa pertimbangan.
Dalam perjalanan yang mengiringi, saya pun berubah menjadi seperti ayah saya. Yang dalam beberapa hal mungkin otoriter. Yang dalam beberapa hal hanya ingin kemauannya yang diikuti. Dan dalam beberapa hal susah mendengar suara jujur dari adik-adiknya.
Baca Juga: CERMIN: A Man Called Carmy
Perjalanan yang dialami Aurora adalah pengalaman personal. Tapi bisa terjadi pada siapa saja. Berada di negeri asing, mencoba mengalami hal-hal yang baru, terpikat dengannya, terlibat dalam hubungan yang problematik, terjatuh dan bangkit lagi, melarikan diri dari masalah, dan berbagai hal rumit yang mungkin cuma bisa dimengerti oleh mereka yang pernah mengalami hal yang sama.
Tapi itulah risiko melakukan 'perjalanan jauh'. Kita akan mengembara memasuki wilayah-wilayah asing dengan segala keterpesonaan pada awalnya untuk kemudian melakukan kesalahan demi kesalahan. Tapi pada akhirnya kesalahan-kesalahan itu mungkin akan menempa kita menjadi pribadi yang lebih baik. Mungkin juga lebih kuat.
Saya ingat betul malam ketika peristiwa itu terjadi. Saya dikuasai emosi, hanya mengambil sedikit baju dan buku-buku yang saya miliki dan lantas keluar dari rumah. Ayah saya mengejar hingga ke jalan raya tempat saya mencegat angkot. Ayah saya masih menahan agar saya tak pergi tapi saya tak mendengarkannya.
Sejak itu rumah menjadi sebuah kata yang mungkin terdengar absurd di telinga saya. Setelah ibu saya meninggal dan saya meninggalkan rumah, rumah terasa hanya sebuah konsep kosong.
Ketika saya diberi kesempatan untuk hijrah ke Jakarta, niat pertama saya adalah saya akan menghadirkan sebuah rumah yang tak hanya akan nyaman buat saya tapi juga bagi siapa pun yang berkunjung.
Foto: Visinema Pictures
Namun seiring perjalanan hidup, saya memahami bahwa rumah sesungguhnya tak bisa dimaknai sempit hanya sebagai tempat. Mungkin ia bisa berada di mana saja, saat kita menemukan kenyamanan, saat kita bertemu dengan orang-orang yang menerima kita apa adanya.
Maka saya memahami yang dialami Aurora dalam film Jalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulanggarapan Angga Dwimas Sasongko. Saya memahami apa makna baginya ketika diberi kesempatan untuk terbang jauh ribuan kilometer untuk mencari mimpi-mimpinya.
Saya memahami bagaimana rasanya mencoba menjadi diri sendiri dan terpisah jauh dari keluarga yang selama ini dalam beberapa hal terasa mengekangnya. Saya memahami bagaimana proses bagi Aurora untuk menemukan makna rumah dan juga pulang.
Pemaknaan rumah dan pulang menjadi sangat berbeda ketika kita berada ribuan kilometer dari kampung halaman. Kita menjadi daun yang melayang dan terpisah dari akar tapi tak bisa memisahkan diri seutuhnya.
Foto: Visinema Pictures
Kita berusaha menjadi diri kita yang lebih baik di tanah rantau tapi sesungguhnya tak pernah benar-benar menjadi orang yang berbeda. Kita adalah orang yang sama, hanya dengan pengalaman yang mungkin lebih kaya.
Meskipun saya mengerti yang dialami Aurora, dalam kehidupan nyata saya adalah Angkasa yang dalam berbagai cara mencoba melindungi adik-adiknya. Kadang tanpa perhitungan, sering kali tanpa pertimbangan.
Dalam perjalanan yang mengiringi, saya pun berubah menjadi seperti ayah saya. Yang dalam beberapa hal mungkin otoriter. Yang dalam beberapa hal hanya ingin kemauannya yang diikuti. Dan dalam beberapa hal susah mendengar suara jujur dari adik-adiknya.
Baca Juga: CERMIN: A Man Called Carmy
Perjalanan yang dialami Aurora adalah pengalaman personal. Tapi bisa terjadi pada siapa saja. Berada di negeri asing, mencoba mengalami hal-hal yang baru, terpikat dengannya, terlibat dalam hubungan yang problematik, terjatuh dan bangkit lagi, melarikan diri dari masalah, dan berbagai hal rumit yang mungkin cuma bisa dimengerti oleh mereka yang pernah mengalami hal yang sama.
Tapi itulah risiko melakukan 'perjalanan jauh'. Kita akan mengembara memasuki wilayah-wilayah asing dengan segala keterpesonaan pada awalnya untuk kemudian melakukan kesalahan demi kesalahan. Tapi pada akhirnya kesalahan-kesalahan itu mungkin akan menempa kita menjadi pribadi yang lebih baik. Mungkin juga lebih kuat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda