Jangan Salah Kaprah, Kripto Bukan Alat Pembayaran yang Sah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Crypto,atau dalam bahasa Indonesia ditulis dengan kripto, merupakan mata uang digital yang hadir dari beragam inovasi teknologi. Kripto hadir dan dirancang dengan menggunakan keamanan teknologicryptographyyang menjadikan uang kripto sulit untuk dipalsukan dan memiliki keunggulan privasi mutlak.
Penggunaan kripto yang semakin meluas dimanfaatkan untuk menunjang aktivitas ekonomi masyarakat, khususnya dalam transaksi jual beli dan sebagai mata uang digital berbasiscryptocurrency. Penggunaan mata uang ini juga tidak memerlukan perantara sebagai pihak ketiga dari lembaga atau institusi, sehingga pemilik dapat mengatur dan mengelola secara independen, serta dapat melakukan transaksi lintas negara dengan waktu seketika. Jeniscryptocurrencyhingga saat ini sudah ada banyak jenisnya, di antaranyaBitcoin, Ethereum, XRP, Tether, Binance Coin, Cardano, dan lainnya.
Di balik semua kemudahan yang diberikan, penggunaan kripto di Indonesia mengalami pro dan kontra. Di Indonesia, penggunaan mata uang kripto sebagai alat pembayaran dalam negeri dianggap tidak sah. Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang pada Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa alat pembayaran yang diterima dan dianggap sah di Indonesia hanya mata uang rupiah.
Larangan tersebut juga dipertegas melalui Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Aset kripto tetap dilarang sebagai alat pembayaran, tapi sebagai alat investasi dapat dimasukkan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
Pertimbangannya adalah karena secara ekonomi potensi investasi yang besar dan jika dilarang akan berdampak pada banyaknya investasi yang keluar(capital outflow) karena konsumen akan mencari pasar yang melegalkan transaksi kripto.
Alasan yang melatarbelakangi kripto tidak bisa dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia yaitu karena rupiah merupakan mata uang satu-satunya yang sudah ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Alasan kedua juga dipengaruhi oleh nilai mata uang yang harus dijaga karena menyangkut kesejahteraan masyarakat suatu negara sesuai dengan tugas yang dimiliki oleh Bank Indonesia.
Hal tersebut tidak sesuai dengan aset kripto yang tidak diregulasi atau memiliki otoritas terpusat yang nilainya ditentukan oleh mekanisme pasar. Maka dari itu, pemahaman masyarakat sangat diperlukan terkait penggunaan kripto yang tidak termasuk sebagai alat pembayaran yang sah.
Kurangnya pemahaman dari masyarakat hingga menganggap kripto sebagai alat pembayaran juga dipertegas kembali oleh Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Republik Indonesia Jerry Sambuaga. Ia menegaskan bahwa kripto bukanlah alat pembayaran melainkan aset komoditas yang diawasi dalam penggunaannya.
Adanya salah kaprah terkait penggunaan kripto sebagai alat pembayaran harus segera diluruskan agar tidak terjadi persepsi yang salah di lingkungan masyarakat. Penggunaan kripto sebagai aset komoditas di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kemendag.
Setiap produk aset kripto yang ada di Indonesia harus didaftarkan dan sesuai dengan peraturan Bappebti. Dalam hal adanya aset kripto yang tidak memenuhi aturan yang berlaku, aset tersebut tidak dapat diperdagangkan di Indonesia. Pada saat ini, terdapat 229 jenis aset atau token kripto yang dapat diperdagangkan pada pasar fisik aset kripto sesuai dengan ketetapan yang dikeluarkan oleh Bappebti.
Adanya ketetapan terkait aset kripto yang dapat diperdagangkan menunjukkan bahwa regulasi penggunaan kripto di Indonesia bersifat progresif. Tujuan dari adanya pengaturan terkait perdagangan aset kripto di Indonesia adalah untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaku usaha perdagangan aset kripto.
Tidak hanya bagi pelaku usaha, aturan ini juga memberikan perlindungan hukum kepada pelanggan aset kripto dari kemungkinan kerugian dari perdagangan aset kripto yang dilakukan. Aturan ini juga bertujuan untuk memfasilitasi inovasi, pertumbuhan, dan perkembangan kegiatan usaha perdagangan aset kripto yang ada di Indonesia.
Dengan itu diharapkan bisa mencegah penggunaan aset kripto untuk tujuan ilegal seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, serta pengembangan senjata. Penguatan literasi digital dan literasi finansial menjadi salah satu jalan keluar untuk menciptakan masyarakat yang paham ekonomi.
GenBI
Ketut Agus Oktariawan
Universitas Pendidikan Ganesha
Penggunaan kripto yang semakin meluas dimanfaatkan untuk menunjang aktivitas ekonomi masyarakat, khususnya dalam transaksi jual beli dan sebagai mata uang digital berbasiscryptocurrency. Penggunaan mata uang ini juga tidak memerlukan perantara sebagai pihak ketiga dari lembaga atau institusi, sehingga pemilik dapat mengatur dan mengelola secara independen, serta dapat melakukan transaksi lintas negara dengan waktu seketika. Jeniscryptocurrencyhingga saat ini sudah ada banyak jenisnya, di antaranyaBitcoin, Ethereum, XRP, Tether, Binance Coin, Cardano, dan lainnya.
Di balik semua kemudahan yang diberikan, penggunaan kripto di Indonesia mengalami pro dan kontra. Di Indonesia, penggunaan mata uang kripto sebagai alat pembayaran dalam negeri dianggap tidak sah. Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang pada Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa alat pembayaran yang diterima dan dianggap sah di Indonesia hanya mata uang rupiah.
Larangan tersebut juga dipertegas melalui Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Aset kripto tetap dilarang sebagai alat pembayaran, tapi sebagai alat investasi dapat dimasukkan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
Pertimbangannya adalah karena secara ekonomi potensi investasi yang besar dan jika dilarang akan berdampak pada banyaknya investasi yang keluar(capital outflow) karena konsumen akan mencari pasar yang melegalkan transaksi kripto.
Alasan yang melatarbelakangi kripto tidak bisa dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia yaitu karena rupiah merupakan mata uang satu-satunya yang sudah ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Alasan kedua juga dipengaruhi oleh nilai mata uang yang harus dijaga karena menyangkut kesejahteraan masyarakat suatu negara sesuai dengan tugas yang dimiliki oleh Bank Indonesia.
Hal tersebut tidak sesuai dengan aset kripto yang tidak diregulasi atau memiliki otoritas terpusat yang nilainya ditentukan oleh mekanisme pasar. Maka dari itu, pemahaman masyarakat sangat diperlukan terkait penggunaan kripto yang tidak termasuk sebagai alat pembayaran yang sah.
Kurangnya pemahaman dari masyarakat hingga menganggap kripto sebagai alat pembayaran juga dipertegas kembali oleh Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Republik Indonesia Jerry Sambuaga. Ia menegaskan bahwa kripto bukanlah alat pembayaran melainkan aset komoditas yang diawasi dalam penggunaannya.
Adanya salah kaprah terkait penggunaan kripto sebagai alat pembayaran harus segera diluruskan agar tidak terjadi persepsi yang salah di lingkungan masyarakat. Penggunaan kripto sebagai aset komoditas di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kemendag.
Setiap produk aset kripto yang ada di Indonesia harus didaftarkan dan sesuai dengan peraturan Bappebti. Dalam hal adanya aset kripto yang tidak memenuhi aturan yang berlaku, aset tersebut tidak dapat diperdagangkan di Indonesia. Pada saat ini, terdapat 229 jenis aset atau token kripto yang dapat diperdagangkan pada pasar fisik aset kripto sesuai dengan ketetapan yang dikeluarkan oleh Bappebti.
Adanya ketetapan terkait aset kripto yang dapat diperdagangkan menunjukkan bahwa regulasi penggunaan kripto di Indonesia bersifat progresif. Tujuan dari adanya pengaturan terkait perdagangan aset kripto di Indonesia adalah untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaku usaha perdagangan aset kripto.
Tidak hanya bagi pelaku usaha, aturan ini juga memberikan perlindungan hukum kepada pelanggan aset kripto dari kemungkinan kerugian dari perdagangan aset kripto yang dilakukan. Aturan ini juga bertujuan untuk memfasilitasi inovasi, pertumbuhan, dan perkembangan kegiatan usaha perdagangan aset kripto yang ada di Indonesia.
Dengan itu diharapkan bisa mencegah penggunaan aset kripto untuk tujuan ilegal seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, serta pengembangan senjata. Penguatan literasi digital dan literasi finansial menjadi salah satu jalan keluar untuk menciptakan masyarakat yang paham ekonomi.
GenBI
Ketut Agus Oktariawan
Universitas Pendidikan Ganesha
(ita)