CERMIN: Lupakan Sambo, Selamat Datang Samiadji

Sabtu, 20 Agustus 2022 - 07:14 WIB
loading...
CERMIN: Lupakan Sambo,...
Film Sayap-Sayap Patah menggambarkan sosok polisi yang penuh dedikasi hingga sering lupa keluarga. Foto/Maxima Pictures
A A A
JAKARTA - Tahun 2022. Sekali lagi dunia kepolisian Indonesia mendapat 'serangan' dari dalam. Sebuah konspirasi terjadi, membunuh seseorang dan mencederai banyak orang.

Konspirasi yang tak hanya menggulung sebuah komplotan, tapi juga diyakini bisa mengubah wajah kepolisian negeri ini selamanya.

Saya hanya mengamati berita tersebut dari jauh. Namun bagaimanapun kita ingin menghindar darinya, semuanya tak terelakkan. Nama Ferdy Sambo terus disebut dan akhirnya seluruh negeri tahu apa yang dilakukannya. Drama itu belum lagi memasuki akhir, mungkin baru saja beranjak memasuki babak ketiga.

Saya ingin menutup kuping sejenak, memalingkan muka dari hiruk pikuk tentang Sambo. Saya ingin memberi ucapan selamat datang bagi Samiaji. Keduanya sama-sama polisi walau bisa jadi berada di sisi yang berbeda. Sambo dengan segala kontroversinya, dan Samiadji alias Adji dengan segala kelurusannya.

Film Sayap-Sayap Patahmengajak kita mengenal sosok polisi baik bernama Adji. Parasnya ganteng, tubuhnya tegap, dan ia sayang betul dengan istrinya yang cantik dan sedang hamil, Nani. Tapi ia punya kelemahan yang selalu tampak dibesar-besarkan dalam film: perhatiannya pada keluarga tak sebesar dibanding dengan perhatiannya pada pekerjaannya.

CERMIN: Lupakan Sambo, Selamat Datang Samiadji

Foto: Maxima Pictures

Ketidaksempurnaan Adji cuma itu. Di luar itu, ia tak punya cela. Ia selalu berkomitmen penuh pada pekerjaannya dan selalu perhatian pada anak buahnya.

Dengan pekerjaan berisiko yang dihadapinya, rasanya tak sebanding dengan bagaimana ia menghabiskan hari-harinya bersama istrinya di sebuah rumah di dalam gang sempit. Tapi Adji melakoninya dengan ikhlas, ia tak berusaha gagah bahwa ia sedang membela negara. Tidak, ia hanya sedang menjalankan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab.

Semakin lama durasi film berjalan, kita tahu betapa berat risiko menjadi polisi sepertinya. Rudi Soedjarwo dengan gemilang memperlihatkan proses pengintaian atas terduga teroris dilakukan diam-diam, bagaimana mereka membekuknya dan berusaha mengorek informasi sebanyak mungkin demi menghindari teror terjadi lagi.

Baca Juga: CERMIN: Ada Apa dengan Larry Hall?

Semakin lama durasi film berjalan, kita juga tahu betapa beratnya menjadi seorang istri polisi. Nani tak pernah tahu apakah suami yang menghabiskan nasi goreng buatannya pada pagi hari bakal masih hidup dan kembali pada malam hari untuk menghabiskan malam bersamanya. Kita memahami kegundahan Nani dan bagaimana ia mesti bergelut dengan kenyataan itu setiap hari.

Teror selalu menghantui kehidupan Adji dan Nani. Adji yang harus selalu sigap dengan informasi tentang terduga teroris, dan Nani yang harus terus deg-degan dengan keselamatan dan nyawa suaminya.

Sementara teroris menghabiskan waktu, biaya, dan energi luar biasa untuk menegakkan perjuangan atas nama …. entahlah. Juga rela mengorbankan nyawa siapa pun yang menghalangi aksi teror yang dilakukan.

CERMIN: Lupakan Sambo, Selamat Datang Samiadji

Foto: Maxima Pictures

Dari mana datangnya teror? Bisa jadi dari kesalahpahaman. Bisa saja dari ketidaktahuan. Juga bisa datang dari kebencian. Atau dari rasa waswas yang berlebihan. Dalam situasi tak terduga, kesemua unsur bisa bersatu dan menghasilkan sintesis berupa teror.
Sebuah perilaku yang membenarkan melakukan apa pun untuk mencapai yang diinginkan. Kebenaran tak lagi benar dan kesalahan hanya tampak semacam omong kosong.

Tapi teror juga konon datang dari agama. Lucretius, penyair dan pemikir Romawi, menggambarkan agama [religio] sebagai monster.

….. di seluruh negeri,
hidup manusia rusak terlindas
di bawah beban berat agama,
yang menampakkan kepalanya,
dari Lapis langit,
mengancam manusia yang fana
dengan wajah yang menakutkan

Teror dan agama seharusnya tak pernah dibicarakan dalam satu kalimat yang sama. Yang satu adalah antagonis bagi yang lain. Yang lain melukai, satunya menyayangi. Yang lain membunuh, satunya memaafkan. Dunia yang terbalik membuat keduanya sering dikaitkan satu dengan yang lain.

CERMIN: Lupakan Sambo, Selamat Datang Samiadji

Foto: Maxima Pictures

Tapi bagi Adji, teror diletakkannya hanya sampai di pintu pagar rumahnya. Ketika ia masuk ke dalam rumah dan berwudhu, ia menjadi manusia beragama. Adji menjadi manusia biasa yang tahu diri meletakkan kepasrahannya kepada Maha Pencipta.

Baca Juga: 4 Sekolah dan Kampus di Indonesia yang Sering Jadi Lokasi Syuting
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2209 seconds (0.1#10.140)