Jadi Kolektor Barang Antik, Teman Boleh Pinjam tapi Tak Boleh Beli
loading...
A
A
A
JAKARTA - Barang antik apalagi yang memiliki nilai sejarah tinggi banyak diburu para kolektor. Ada yang membelinya hanya untuk disimpan, ada juga yang berniat menjualnya kembali.
Selain nilai sejarahnya, nilai investasi barang antik juga menggiurkan. Misalnya saja vas dari Dinasti Qing Pinner, China, berhasil terjual hingga USD80,2 juta atau setara dengan Rp1,152 triliun dalam suatu lelang di Inggris pada 2010.
Adapun jam saku Patek Philippe Supercomplication berhasil terjual senilai USD24 juta (Rp348 miliar). Jam saku yang dibuat pada 1932 sudah sangat langka, jadi tak heran jika nilainya sangat fantastis.
Foto: Getty Images
Di Indonesia, kolektor barang antik juga bertebaran. Beberapa mengaku mulai menjadi kolektor karena mengikuti kebiasaan keluarga. Misalnya saja Adrian. Ia mengaku mulai menyukai barang antik karena pemberian dari kakeknya. “Seperti motor Vespa, dan mesin tik,” ujar pria yang biasa disapa Ian itu.
Berbeda dari Ian, Meitin, kolektor sekaligus pemilik toko barang antik di Jakarta Selatan, mengungkapkan bahwa ia ketularan suaminya menjadi pengumpul barang antik. “Saya jadi ikut meneruskan saja,” ucapnya.
Baca Juga: Dibeli Secara Obral, Mangkuk China Ini Ternyata Barang Antik yang Sangat Langka
Sebagai kolektor barang antik, mereka umumnya membeli untuk dijadikan koleksi alias pajangan atau hiasan di rumah. Ian yang memiliki barang antik bervariasi, mulai dari motor jadul, kaset pita, dan mesin tik juga mengaku tak berniat menjualnya.
“Untuk barang-barang tersebut saya tidak ada minat untuk dijual. Tetapi jika ada teman yang menginginkan atau meminjam, saya bersedia untuk memberikannya,” ujarnya.
Sementara Meitin melakukan keduanya, yatu sebagian dikoleksi, sedangkan sebagiannya dijual. Dia mengaku memiliki barang-barang antik untuk dijual seperti keramik China, Jepang, Eropa, dan patung khas Kalimantan, Papua, dan Batak.
Foto: Bernard Hermant/Unsplash
“Untuk harga barang antik, harganya bervariasi, tergantung usia dan kelangkaan barang tersebut,” ujar Meitin. Untuk harga guci, nilainya bisa sampai ratusan miliar rupiah. Sementara patung kuno bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
Selain nilai kelangkaan dan sejarahnya, Ian juga mengungkapkan mahalnya barang antik karena biaya perawatannya juga tinggi. “Perlu kesabaran dan uang yang cukup besar, karena biaya perawatan komponen yang ada di dalam suatu barang antik sulit untuk dicari, contohnya Vespa,” katanya.
Baca Juga: 10 Film Horor Indonesia Terlaris Sepanjang Masa, Nomor 1 KKN di Desa Penari
Keduanya juga mengungkap beberapa barang antik yang berpotensi memiliki harga jual yang tinggi pada masa mendatang. Mulai dari Vespa, patung khas daerah, piringan hitam, kaset, dan jam analog.
“Barang antik berpotensi memiliki harga yang jauh lebih tinggi pada masa mendatang karena cerita yang ada di dalam barang tersebut,” ujar Ian.
GenSINDO
Leonardo Juan
Politeknik Negeri Jakarta
Selain nilai sejarahnya, nilai investasi barang antik juga menggiurkan. Misalnya saja vas dari Dinasti Qing Pinner, China, berhasil terjual hingga USD80,2 juta atau setara dengan Rp1,152 triliun dalam suatu lelang di Inggris pada 2010.
Adapun jam saku Patek Philippe Supercomplication berhasil terjual senilai USD24 juta (Rp348 miliar). Jam saku yang dibuat pada 1932 sudah sangat langka, jadi tak heran jika nilainya sangat fantastis.
Foto: Getty Images
Di Indonesia, kolektor barang antik juga bertebaran. Beberapa mengaku mulai menjadi kolektor karena mengikuti kebiasaan keluarga. Misalnya saja Adrian. Ia mengaku mulai menyukai barang antik karena pemberian dari kakeknya. “Seperti motor Vespa, dan mesin tik,” ujar pria yang biasa disapa Ian itu.
Berbeda dari Ian, Meitin, kolektor sekaligus pemilik toko barang antik di Jakarta Selatan, mengungkapkan bahwa ia ketularan suaminya menjadi pengumpul barang antik. “Saya jadi ikut meneruskan saja,” ucapnya.
Baca Juga: Dibeli Secara Obral, Mangkuk China Ini Ternyata Barang Antik yang Sangat Langka
Sebagai kolektor barang antik, mereka umumnya membeli untuk dijadikan koleksi alias pajangan atau hiasan di rumah. Ian yang memiliki barang antik bervariasi, mulai dari motor jadul, kaset pita, dan mesin tik juga mengaku tak berniat menjualnya.
“Untuk barang-barang tersebut saya tidak ada minat untuk dijual. Tetapi jika ada teman yang menginginkan atau meminjam, saya bersedia untuk memberikannya,” ujarnya.
Sementara Meitin melakukan keduanya, yatu sebagian dikoleksi, sedangkan sebagiannya dijual. Dia mengaku memiliki barang-barang antik untuk dijual seperti keramik China, Jepang, Eropa, dan patung khas Kalimantan, Papua, dan Batak.
Foto: Bernard Hermant/Unsplash
“Untuk harga barang antik, harganya bervariasi, tergantung usia dan kelangkaan barang tersebut,” ujar Meitin. Untuk harga guci, nilainya bisa sampai ratusan miliar rupiah. Sementara patung kuno bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
Selain nilai kelangkaan dan sejarahnya, Ian juga mengungkapkan mahalnya barang antik karena biaya perawatannya juga tinggi. “Perlu kesabaran dan uang yang cukup besar, karena biaya perawatan komponen yang ada di dalam suatu barang antik sulit untuk dicari, contohnya Vespa,” katanya.
Baca Juga: 10 Film Horor Indonesia Terlaris Sepanjang Masa, Nomor 1 KKN di Desa Penari
Keduanya juga mengungkap beberapa barang antik yang berpotensi memiliki harga jual yang tinggi pada masa mendatang. Mulai dari Vespa, patung khas daerah, piringan hitam, kaset, dan jam analog.
“Barang antik berpotensi memiliki harga yang jauh lebih tinggi pada masa mendatang karena cerita yang ada di dalam barang tersebut,” ujar Ian.
GenSINDO
Leonardo Juan
Politeknik Negeri Jakarta
(ita)