Belajar Membaca Pikiran lewat Kisah-kisah Fiksi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Membaca judul di atas, orang yang awam dengan magis buku fiksi mungkin akan berkomentar, “Cerita halu doang, mana ada manfaatnya?”
Saat ada begitu banyak opsi kegiatan di luar sana, menyelam dalam penjelajahan dunia karangan orang lain sekilas kelihatan gak ada gunanya. Padahal membaca buku dengan kisah rekaan alias gak nyata justru punya manfaat yang nyata banget.
Vira Tazkya, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Indonesia, merasakan sendiri dampak dari membaca novel dalam kehidupan sehari-harinya.
“Awalnya, aku baca novel buat hiburan aja, tapi lama-kelamaan, aku nyadar kalo baca buku fiksi itu juga bisa buka pikiran kita dan bikin kita ikut merasakan hal-hal yang belum kita alami,” ujar Wakil 1 None Buku Jakarta Selatan itu.
Foto: euscream.com
Dalam ilmu psikologi, yang disebut Vira sebagai “membuka pikiran” dan “menambah sudut pandang baru” merupakan Theory of Mind. Singkatnya, Theory of Mind adalah kemampuan seseorang dalam memahami kondisi kejiwaan diri sendiri dan orang lain.
Selain itu, Theory of Mind juga berarti memahami sistem nilai dan pemikiran yang terlibat dalam pembentukan kondisi kejiwaan tersebut. Kemampuan ini menggunakan kata “theory” karena pada dasarnya kita emang gak bisa tahu secara pasti isi pikiran orang lain.
Theory of Mindberperan banget dalam kehidupan sosial kita. Bayangin kalo kita gak punya kemampuan memahami atau seenggaknya menebak pikiran dan perasaan orang lain. Pasti bakal salah paham atau berantem terus, kan?
Foto:explorehealthcareers.org
Lalu, apa kaitan antara Theory of Mind dengan membaca fiksi? Sebuah studi yang dilakukan oleh Raymond A. Mar, seorang profesor Departemen Psikologi di Universitas Toronto, beserta rekan-rekannya, menunjukkan bahwa area otak yang terasosiasi dengan Theory of Mindakan aktif saat seseorang membaca karakter dari tokoh dalam buku fiksi.
Berdasarkan studi lain yang dilakukan oleh David Comer Kidd dan Emanuele Castano, psikolog di New School for Social Research New York, orang yang membaca cerita fiksi cenderung punya skor yang lebih tinggi pada tes eksperimen Theory of Mind.
Berimajinasi itu Sangat Penting!
Gak cuma membantu kita dalam bersosialisasi memakai Theory of Mind, membaca cerita fiksi juga bisa bikin kemampuan berimajinasi kita meningkat.
Rima Amalia, mahasiswi baru Teknik Biomedik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini bilang bahwa kemampuan berimajinasi mutlak diperlukan saat kita membaca cerita fiksi.
Foto: Warner Bros
“Misal, nih, di buku fiksi fantasi. Kita harus bisa bayangin, kan,gimana hebatnya kekuatan sihir si tokoh utama atau gimana bentuk naga hitam besar yang berperan sebagai antagonis,” ungkap Rima.
Emang-nya, apa pentingnya berimajinasi? Bukannya keseringan halu malah berdampak buruk? Eits, berimajinasi itu bukan berarti halu yang negatif dan gak berguna.
Albert Enstein bahkan bilang bahwa imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. “Knowledge is limited. Imagination encircles the world,” katanya dalam sebuah wawancara dengan George Sylvester Viereck pada 1929. Tanpa imajinasi, kita bakal susah berinovasi.
Terus, buku fiksi apa yang bisa kita baca untuk merasakan berbagai manfaat tadi? Jawabannya sesederhana memulai dengan apa yang kamu suka. Sejatinya, buku fiksi gak ada istilah one size fits all. Kamu bisa, kok, mencari sendiri buku fiksi yang cocok dengan selera kamu.
Foto:Reynal & Hitchcock
Namun kalau butuh rekomendasi, Vira dan Rima merekomendasikan novel berjudul "Tentang Kamu" karya Tere Liye, "Negeri 5 Menara" oleh Anwar Fuadi, dan "Bumi Manusia" oleh Pramoedya Ananta Toer.
“Klasik, sih, tapi tiga novel itu beneran ngubah aku,” ujarnya.
Sementara itu, Rima merekomendasikan novel "The Little Prince" karya Antoine de Saint-Exupery. “Buku ini banyak mengajarkan hal-hal tentang kehidupan melalui sudut pandang seorang pangeran kecil," katanya.
"Ada satu bagian dari novel ini yang menyadarkanku bahwa semakin dewasa angka-angka menjadi lebih penting. Saat kita dewasa kita lebih sering menanyakan, berapa umurmu? Berapa gajimu? Hingga kita melupakan hal-hal sederhana seperti, bagaimana hari-harimu berlangsung? Apa kamu masih sering melakukan hobimu?” katanya mengungkapkan alasannya menjadikan buku ini sebagai favoritnya.
Paparan di atas udah menyediakan hasil riset, testimoni, sampai rekomendasi buku. Masa’ sih, kamu masih ragu untuk mulai membaca fiksi?
GenSINDO
Fauziatun Nabila Sudarko
Universitas Indonesia
Saat ada begitu banyak opsi kegiatan di luar sana, menyelam dalam penjelajahan dunia karangan orang lain sekilas kelihatan gak ada gunanya. Padahal membaca buku dengan kisah rekaan alias gak nyata justru punya manfaat yang nyata banget.
Vira Tazkya, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Indonesia, merasakan sendiri dampak dari membaca novel dalam kehidupan sehari-harinya.
“Awalnya, aku baca novel buat hiburan aja, tapi lama-kelamaan, aku nyadar kalo baca buku fiksi itu juga bisa buka pikiran kita dan bikin kita ikut merasakan hal-hal yang belum kita alami,” ujar Wakil 1 None Buku Jakarta Selatan itu.
Foto: euscream.com
Dalam ilmu psikologi, yang disebut Vira sebagai “membuka pikiran” dan “menambah sudut pandang baru” merupakan Theory of Mind. Singkatnya, Theory of Mind adalah kemampuan seseorang dalam memahami kondisi kejiwaan diri sendiri dan orang lain.
Selain itu, Theory of Mind juga berarti memahami sistem nilai dan pemikiran yang terlibat dalam pembentukan kondisi kejiwaan tersebut. Kemampuan ini menggunakan kata “theory” karena pada dasarnya kita emang gak bisa tahu secara pasti isi pikiran orang lain.
Theory of Mindberperan banget dalam kehidupan sosial kita. Bayangin kalo kita gak punya kemampuan memahami atau seenggaknya menebak pikiran dan perasaan orang lain. Pasti bakal salah paham atau berantem terus, kan?
Foto:explorehealthcareers.org
Lalu, apa kaitan antara Theory of Mind dengan membaca fiksi? Sebuah studi yang dilakukan oleh Raymond A. Mar, seorang profesor Departemen Psikologi di Universitas Toronto, beserta rekan-rekannya, menunjukkan bahwa area otak yang terasosiasi dengan Theory of Mindakan aktif saat seseorang membaca karakter dari tokoh dalam buku fiksi.
Berdasarkan studi lain yang dilakukan oleh David Comer Kidd dan Emanuele Castano, psikolog di New School for Social Research New York, orang yang membaca cerita fiksi cenderung punya skor yang lebih tinggi pada tes eksperimen Theory of Mind.
Berimajinasi itu Sangat Penting!
Gak cuma membantu kita dalam bersosialisasi memakai Theory of Mind, membaca cerita fiksi juga bisa bikin kemampuan berimajinasi kita meningkat.
Rima Amalia, mahasiswi baru Teknik Biomedik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini bilang bahwa kemampuan berimajinasi mutlak diperlukan saat kita membaca cerita fiksi.
Foto: Warner Bros
“Misal, nih, di buku fiksi fantasi. Kita harus bisa bayangin, kan,gimana hebatnya kekuatan sihir si tokoh utama atau gimana bentuk naga hitam besar yang berperan sebagai antagonis,” ungkap Rima.
Emang-nya, apa pentingnya berimajinasi? Bukannya keseringan halu malah berdampak buruk? Eits, berimajinasi itu bukan berarti halu yang negatif dan gak berguna.
Albert Enstein bahkan bilang bahwa imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. “Knowledge is limited. Imagination encircles the world,” katanya dalam sebuah wawancara dengan George Sylvester Viereck pada 1929. Tanpa imajinasi, kita bakal susah berinovasi.
Terus, buku fiksi apa yang bisa kita baca untuk merasakan berbagai manfaat tadi? Jawabannya sesederhana memulai dengan apa yang kamu suka. Sejatinya, buku fiksi gak ada istilah one size fits all. Kamu bisa, kok, mencari sendiri buku fiksi yang cocok dengan selera kamu.
Foto:Reynal & Hitchcock
Namun kalau butuh rekomendasi, Vira dan Rima merekomendasikan novel berjudul "Tentang Kamu" karya Tere Liye, "Negeri 5 Menara" oleh Anwar Fuadi, dan "Bumi Manusia" oleh Pramoedya Ananta Toer.
“Klasik, sih, tapi tiga novel itu beneran ngubah aku,” ujarnya.
Sementara itu, Rima merekomendasikan novel "The Little Prince" karya Antoine de Saint-Exupery. “Buku ini banyak mengajarkan hal-hal tentang kehidupan melalui sudut pandang seorang pangeran kecil," katanya.
"Ada satu bagian dari novel ini yang menyadarkanku bahwa semakin dewasa angka-angka menjadi lebih penting. Saat kita dewasa kita lebih sering menanyakan, berapa umurmu? Berapa gajimu? Hingga kita melupakan hal-hal sederhana seperti, bagaimana hari-harimu berlangsung? Apa kamu masih sering melakukan hobimu?” katanya mengungkapkan alasannya menjadikan buku ini sebagai favoritnya.
Paparan di atas udah menyediakan hasil riset, testimoni, sampai rekomendasi buku. Masa’ sih, kamu masih ragu untuk mulai membaca fiksi?
GenSINDO
Fauziatun Nabila Sudarko
Universitas Indonesia
(it)