Pria yang Menginspirasi Film 'Miracle in Cell No.7' Disiksa agar Mengaku sebagai Pembunuh
loading...
A
A
A
SEOUL - Episode terbaru "The Story of the Day, Biting the Tail" season ke-2 membagikan cerita memilukan tentang mantan narapidana yang menginspirasi film laris "Miracle in Cell No. 7".
Sang pria yang bernama Jeong Won-seop berusia 38 tahun saat ditangkap karena tuduhan melakukan pelecehan seksual dan membunuh seorang bocah perempuan berusia sembilan tahun pada 1972.
Mengutip Koreaboo , korban adalah anak dari pejabat tinggi di kepolisian, hingga polisi terdesak untuk segera menuntaskan kasus tersebut.
Dalam program yang tayang di SBS itu, diungkapkan bahwa untuk mendapatkan pengakuan Jeong Won-seop, polisi menyiksanya dengan metode waterboard, yaitu metode ekstrem yang umumnya dilakukan pada tahanan perang atau politik.
Foto: SBS
Dengan hanya memakai celana dalam, Won-seop ditempatkan dalam posisi kepala di bawah dan ditutupi kain. Wajahnya lalu disiram dengan air yang sudah dicampur cabai. Saat ini dilakukan, maka Won-seop akan merasakan sensasi seperti orang yang tenggelam.
Karena tak tahan dengan siksaan ekstrem yang diterimanya, akhirnya Won-seop mengaku telah melakukan kejahatan yang dituduhkan padanya. Dia lalu dipenjara selama 15 tahun.
Baca Juga: Brazen Bull, Mesin Pembunuh Keji Andalan Raja Tiran Yunani Kuno
Mengutip Huffington Post Korea , Won-seop juga pernah meminta keadilan ditegakkan dengan mengajukan pengadilan ulang. Beberapa saksi yang dulu terlibat juga mengakui bahwa mereka ditekan polisi untuk memberatkan posisi Won-seop saat itu. Namun karena perubahan kesaksian yang dilakukan setelah 30 tahun dianggap tidak valid, maka permohonan pengadilan ulang pun ditolak.
Foto: SBS
Barulah pada 2005 ada secercah titik terang. Lembaga Committee for Reconciliation of Past Affairs for Truth and Reconciliation didirikan di Korea Selatan, dan meninjau ulang kasus Won-seop. Pada 28 November 2008 - 36 tahun setelah kejadian - pengadilan akhirnya memutuskan bahwa Won-seop tidak bersalah atas tuduhan pembunuhan.
Pengadilan juga memerintahkan negara membayar 960 juta won (Rp12,4 miliar) sebagai kompensasi kepada Won-seop. Meski angka ini sangat kecil dibandingkan kerugian material dan nonmaterial yang dialami Won-seop dan keluarganya, tapi pemerintah tidak harus membayarnya sekaligus, melainkan bisa dicicil empat kali.
Baca Juga: Bukan cuma Laki-laki dan Perempuan, Ini Lima Gender dalam Budaya Bugis
Won-seop juga mengajukan kompensasi sebesar 2,6 miliar won (Rp33,5 miliar), tapi pengadilan menolak permintaan tersebut.
Setelah itu, kesehatan Won-seop menurun drastis. Dia mengalami pendarahan otak dan perlahan kehilangan ingatannya karena demensia.
Foto: SBS
Jeong Won-seop akhirnya meninggal pada 28 Maret 2021, tanpa sepeser pun uang kompensasi diterimanya.
Sang pria yang bernama Jeong Won-seop berusia 38 tahun saat ditangkap karena tuduhan melakukan pelecehan seksual dan membunuh seorang bocah perempuan berusia sembilan tahun pada 1972.
Mengutip Koreaboo , korban adalah anak dari pejabat tinggi di kepolisian, hingga polisi terdesak untuk segera menuntaskan kasus tersebut.
Dalam program yang tayang di SBS itu, diungkapkan bahwa untuk mendapatkan pengakuan Jeong Won-seop, polisi menyiksanya dengan metode waterboard, yaitu metode ekstrem yang umumnya dilakukan pada tahanan perang atau politik.
Foto: SBS
Dengan hanya memakai celana dalam, Won-seop ditempatkan dalam posisi kepala di bawah dan ditutupi kain. Wajahnya lalu disiram dengan air yang sudah dicampur cabai. Saat ini dilakukan, maka Won-seop akan merasakan sensasi seperti orang yang tenggelam.
Karena tak tahan dengan siksaan ekstrem yang diterimanya, akhirnya Won-seop mengaku telah melakukan kejahatan yang dituduhkan padanya. Dia lalu dipenjara selama 15 tahun.
Baca Juga: Brazen Bull, Mesin Pembunuh Keji Andalan Raja Tiran Yunani Kuno
Mengutip Huffington Post Korea , Won-seop juga pernah meminta keadilan ditegakkan dengan mengajukan pengadilan ulang. Beberapa saksi yang dulu terlibat juga mengakui bahwa mereka ditekan polisi untuk memberatkan posisi Won-seop saat itu. Namun karena perubahan kesaksian yang dilakukan setelah 30 tahun dianggap tidak valid, maka permohonan pengadilan ulang pun ditolak.
Foto: SBS
Barulah pada 2005 ada secercah titik terang. Lembaga Committee for Reconciliation of Past Affairs for Truth and Reconciliation didirikan di Korea Selatan, dan meninjau ulang kasus Won-seop. Pada 28 November 2008 - 36 tahun setelah kejadian - pengadilan akhirnya memutuskan bahwa Won-seop tidak bersalah atas tuduhan pembunuhan.
Pengadilan juga memerintahkan negara membayar 960 juta won (Rp12,4 miliar) sebagai kompensasi kepada Won-seop. Meski angka ini sangat kecil dibandingkan kerugian material dan nonmaterial yang dialami Won-seop dan keluarganya, tapi pemerintah tidak harus membayarnya sekaligus, melainkan bisa dicicil empat kali.
Baca Juga: Bukan cuma Laki-laki dan Perempuan, Ini Lima Gender dalam Budaya Bugis
Won-seop juga mengajukan kompensasi sebesar 2,6 miliar won (Rp33,5 miliar), tapi pengadilan menolak permintaan tersebut.
Setelah itu, kesehatan Won-seop menurun drastis. Dia mengalami pendarahan otak dan perlahan kehilangan ingatannya karena demensia.
Foto: SBS
Jeong Won-seop akhirnya meninggal pada 28 Maret 2021, tanpa sepeser pun uang kompensasi diterimanya.
(ita)