Review Film Kabut Berduri, Sengkarut Masalah Indonesia di Perbatasan Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Film Kabut Berduri menggabungkan kisah teka-teki pembunuhan, isu sosial-politik, takhayul, serta tragedi masa lalu, yang semuanya berkumpul di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Kabut Berduri menjadi karya terbaru Edwin, sutradara peraih empat piala FFI (Kara, Anak Sebatang Pohon; Posesif; Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas). Tak hanya mengarahkan, ia juga menulis skenarionya bersama Ifan Ismail (Habibie & Ainun, Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta).
Berdurasi 1 jam 51 menit, filmnya mengambil genre thriller kriminal dengan plot whodunnit, alias teka-teki siapa yang menjadi pelaku pembunuhan sepanjang film berlangsung.
Kabut Berduri dibuka dengan cerita Inspektur Polisi Dua (Ipda) Sanja (Putri Marino) yang datang dari Jakarta ke Kalimantan. Ia ditugaskan untuk membantu polisi lokal menangani rangkaian kasus pembunuhan dengan para korban yang kepalanya terpenggal.
Bersamanya ada kepala polisi Panca (Lukman Sardi), serta Thomas (Yoga Pratama) yang tugasnya mendampingi Sanja berkeliling melakukan penyidikan. Thomas adalah polisi asli Dayak.
Foto: Netflix
Dalam prosesnya, Sanja menemui banyak kendala dalam memecahkan misteri kasus ini. Tak cuma itu, ia juga harus berhadapan dengan masa lalu yang terus mengusiknya.
Ada banyak hal yang ingin diceritakan Edwin dan Ifan dalam Bukit Berduri. Ini sudah terlihat sejak awal film dibuka, dengan diberikannya rentetan keterangan sebagai konteks bagi penonton dalam memahami film ini.
Keterangan itu menginformasikan bahwa cerita Kabut Berduri terjadi di perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Borneo. Ini adalah rumah bagi suku Dayak, Melayu, dan China.
Informasi berikutnya adalah bahwa sejak tahun 1967 hingga 1990, tentara Indonesia dan Malaysia bekerja sama dengan komunitas lokal, demi menumpas pemberontakan komunis PARAKU (Pasukan Rakyat Kalimantan Utara).
Salah satu pemimpin PARAKU bernama Ambong berhasil kabur. Hingga kini, atau setidaknya pada 2023 yang merupakan latar waktu film ini, Ambong diyakini masih gentayangan di hutan dalam wujud siluman.
Foto: Netflix
Dari keterangan ini saja, penonton sudah di-wanti-wanti bahwa akan ada sedikitnya tiga isu dalam Kabut Berduri, yaitu sosial, politik, dan takhayul. Ditambah kasus rangkaian pembunuhan yang menjadi plot utama, berarti ada banyak 'PR' penonton saat menyimak film ini.
Pemberian 'PR' ini langsung terasa pada adegan pembuka, dengan banyaknya nama dan karakter yang bermunculan. Padahal kita sebagai penonton juga mesti 'berkenalan' terlebih dahulu dengan sang karakter utama Sanja, yang langsung tampil mencolok dan menarik perhatian.
Jadi sebagai sebuah awalan, menit-menit pertama Kabut Berduri sangat mungkin akan membuat penonton langsung kewalahan dalam menerima terjangan informasi yang ada.
Foto: Netflix
Banyaknya nama yang disebut akan terus berlangsung hampir sepanjang film. Nama-nama ini juga akan saling terkait, bercampur dalam kasus pembunuhan, isu sosial politik, serta rumor sosok Ambong.
Jika boleh dikaitkan, Kabut Berduri mungkin bisa dibilang mengambil jalan yang mirip dengan film Korea Exhuma. Bahwa sebuah kasus ternyata bisa bercabang ke hal-hal lain yang tak terduga.
Jadi untuk menonton Kabut Berduri, butuh konsentrasi dan fokus yang baik agar penonton tidak kehilangan arah. Jika ini bisa terpenuhi, maka menyaksikan kerumitan kisah Bukit Berduri akan jadi keasyikan tersendiri.
Foto: Netflix
Putri Marino sekali lagi mampu membuat karakternya loveable, meski karakter Sanja tak 'seputih' yang kita kira. Para pemain pendukung juga tampil apik, terutama Kiki Narendra sebagai Agam dan Yusuf Mahardika sebagai Silas.
Bagi penonton yang tak kuat dengan konten kekerasan, perlu ditekankan bahwa ada banyak adegan kepala terpenggal dalam film ini. Meski begitu, tak banyak darah yang tertumpahkan.
Secara keseluruhan, Bukit Berduri bisa dibilang adalah proyek ambisius Edwin sebagai sutradara dan penulis. Meski lokasinya spesifik di Kalimantan, tapi film ini seolah ingin bicara tentang Indonesia secara keseluruhan.
Film Kabut Berduri sudah tayang di Netflix sejak 1 Agustus 2024.
Lihat Juga: Sinopsis Film Korea Omniscient Reader's Viewpoint dan Daftar 8 Pemainnya, Bujet Rp354 Miliar
Kabut Berduri menjadi karya terbaru Edwin, sutradara peraih empat piala FFI (Kara, Anak Sebatang Pohon; Posesif; Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas). Tak hanya mengarahkan, ia juga menulis skenarionya bersama Ifan Ismail (Habibie & Ainun, Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta).
Berdurasi 1 jam 51 menit, filmnya mengambil genre thriller kriminal dengan plot whodunnit, alias teka-teki siapa yang menjadi pelaku pembunuhan sepanjang film berlangsung.
Sinopsis Kabut Berduri
Kabut Berduri dibuka dengan cerita Inspektur Polisi Dua (Ipda) Sanja (Putri Marino) yang datang dari Jakarta ke Kalimantan. Ia ditugaskan untuk membantu polisi lokal menangani rangkaian kasus pembunuhan dengan para korban yang kepalanya terpenggal.
Bersamanya ada kepala polisi Panca (Lukman Sardi), serta Thomas (Yoga Pratama) yang tugasnya mendampingi Sanja berkeliling melakukan penyidikan. Thomas adalah polisi asli Dayak.
Foto: Netflix
Dalam prosesnya, Sanja menemui banyak kendala dalam memecahkan misteri kasus ini. Tak cuma itu, ia juga harus berhadapan dengan masa lalu yang terus mengusiknya.
Review Film Kabut Berduri
Ada banyak hal yang ingin diceritakan Edwin dan Ifan dalam Bukit Berduri. Ini sudah terlihat sejak awal film dibuka, dengan diberikannya rentetan keterangan sebagai konteks bagi penonton dalam memahami film ini.
Keterangan itu menginformasikan bahwa cerita Kabut Berduri terjadi di perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Borneo. Ini adalah rumah bagi suku Dayak, Melayu, dan China.
Informasi berikutnya adalah bahwa sejak tahun 1967 hingga 1990, tentara Indonesia dan Malaysia bekerja sama dengan komunitas lokal, demi menumpas pemberontakan komunis PARAKU (Pasukan Rakyat Kalimantan Utara).
Salah satu pemimpin PARAKU bernama Ambong berhasil kabur. Hingga kini, atau setidaknya pada 2023 yang merupakan latar waktu film ini, Ambong diyakini masih gentayangan di hutan dalam wujud siluman.
Foto: Netflix
Dari keterangan ini saja, penonton sudah di-wanti-wanti bahwa akan ada sedikitnya tiga isu dalam Kabut Berduri, yaitu sosial, politik, dan takhayul. Ditambah kasus rangkaian pembunuhan yang menjadi plot utama, berarti ada banyak 'PR' penonton saat menyimak film ini.
Pemberian 'PR' ini langsung terasa pada adegan pembuka, dengan banyaknya nama dan karakter yang bermunculan. Padahal kita sebagai penonton juga mesti 'berkenalan' terlebih dahulu dengan sang karakter utama Sanja, yang langsung tampil mencolok dan menarik perhatian.
Jadi sebagai sebuah awalan, menit-menit pertama Kabut Berduri sangat mungkin akan membuat penonton langsung kewalahan dalam menerima terjangan informasi yang ada.
Foto: Netflix
Banyaknya nama yang disebut akan terus berlangsung hampir sepanjang film. Nama-nama ini juga akan saling terkait, bercampur dalam kasus pembunuhan, isu sosial politik, serta rumor sosok Ambong.
Jika boleh dikaitkan, Kabut Berduri mungkin bisa dibilang mengambil jalan yang mirip dengan film Korea Exhuma. Bahwa sebuah kasus ternyata bisa bercabang ke hal-hal lain yang tak terduga.
Jadi untuk menonton Kabut Berduri, butuh konsentrasi dan fokus yang baik agar penonton tidak kehilangan arah. Jika ini bisa terpenuhi, maka menyaksikan kerumitan kisah Bukit Berduri akan jadi keasyikan tersendiri.
Foto: Netflix
Putri Marino sekali lagi mampu membuat karakternya loveable, meski karakter Sanja tak 'seputih' yang kita kira. Para pemain pendukung juga tampil apik, terutama Kiki Narendra sebagai Agam dan Yusuf Mahardika sebagai Silas.
Bagi penonton yang tak kuat dengan konten kekerasan, perlu ditekankan bahwa ada banyak adegan kepala terpenggal dalam film ini. Meski begitu, tak banyak darah yang tertumpahkan.
Secara keseluruhan, Bukit Berduri bisa dibilang adalah proyek ambisius Edwin sebagai sutradara dan penulis. Meski lokasinya spesifik di Kalimantan, tapi film ini seolah ingin bicara tentang Indonesia secara keseluruhan.
Film Kabut Berduri sudah tayang di Netflix sejak 1 Agustus 2024.
Lihat Juga: Sinopsis Film Korea Omniscient Reader's Viewpoint dan Daftar 8 Pemainnya, Bujet Rp354 Miliar
(ita)