Review A Quiet Place: Day One, Tak Sekuat Film Terdahulunya
loading...
A
A
A
JAKARTA - A Quiet Place: Day One adalah film ketiga dari seri A Quiet Place, tapi statusnya bukan sekuel kedua melainkan prekuel sekaligus spin-off dari waralaba hasil kreasi John Krasinski itu.
Masih sama dengan dua film pendahulunya, A Quiet Place: Day One juga menyodorkan kisah teror monster yang menyerang berdasarkan sumber suara yang didengarnya. Roh yang diusung juga sama, yaitu tentang kemanusiaan yang mekar di tengah teror tersebut.
Sesuai judulnya, A Quiet Place: Day One mengisahkan awal dari semua peristiwa yang terjadi pada dua film sebelumnya. Hanya saja, kali ini bukan dari sudut pandang keluarga Abbott, melainkan dari seorang penyair perempuan bernama Sam (Lupita Nyong'o).
Sebenarnya, sekelumit peristiwa saat hari pertama serangan monster alien sudah disinggung pada pembuka film kedua, A Quiet Place Part II. Kala itu, seorang pemilik toko menonton berita di televisi tentang sesuatu yang dikira bom, meledak di tengah kota.
Pada ujung cerita film yang sama, penonton juga mendapat sedikit gambaran tentang para penyintas dari hari pertama. Cerita ini kita dapatkan dari Henri (Djimon Hounsou), satu-satunya karakter yang muncul kembali dalam film ketiga ini.
Nah, A Quiet Place: Day One mengambil latar waktu seperti yang diceritakan dari dua kisah itu. Sam menjadi salah satu saksi yang melihat 'bom' yang meledak di tengah kota New York City itu.
Sam adalah penderita kanker yang tinggal di sebuah lembaga perawatan di pinggiran kota, meski ia jelas-jelas terlihat tak betah di sana. Semangat hidupnya juga sudah turun drastis sejak pindah dari New York City ke tempat tersebut.
Suatu hari, ia diajak perawatnya di sana, Reuben (Alex Wolff) untuk pergi ke New York. Sam yang ogah-ogahan lantas mengajukan satu syarat, ia mau ikut asal di sana mereka bisa membeli piza di kota itu.
Foto: Paramount Pictures
Namun seperti sudah bisa diduga, sebelum niatannya tercapai, monster-monster suara keburu datang. Sam, bersama kucing penjaganya Frodo, lantas harus menyelamatkan diri dengan tubuh yang sudah rapuh.
Dalam perjalanannya, ia bertemu Eric (Joseph Quinn), pemuda penderita anxiety (kecemasan berlebihan). Eric yang ketakutan tak mau lepas dari Sam dan terus mengikutinya.
Berbeda dengan dua film sebelumnya yang digarap dan ditulis John Krasinski, A Quiet Place: Day One ditangani oleh Michael Sarnoski. Untuk film ini, Krasinski hanya menyumbang ide cerita saja.
Tak heran, dari premis dan pesan yang dibawa A Quiet Place: Day One masih sejalan dengan A Quiet Place (2018) dan A Quiet Place Part II (2020). Hanya saja, skenario yang ditulis Sarnoski bisa dibilang masih jauh dari kualitas buatan Krasinski.
Foto: Paramount Pictures
Padahal, A Quiet Place: Day One banyak menyandarkan kekuatanfilmnya pada sisi emosional atau dramanya, bukan lagi pada adegan-adegan laga intens seperti dua film sebelumnya. Skenario ini menjadi kelemahan utama bahkan mungkin satu-satunya dalam film ini.
Untuk bisa berempati secara mendalam dengan Sam dan Eric, tentunya kita harus mengetahui latar belakang mereka dan kisah mereka. Pada Sam, kita bisa cukup banyak mendapatkannya.
Mengapa hanya "cukup banyak", karena satu hal yang dianggap penting oleh Sam, yaitu soal piza, justru tak dijelaskan lebih jauh. Penonton hanya bisa menebak-nebak bahwa Sam sangat suka piza, tapi tak ada penjelasan detail mengapa ia masih ngotot ingin memakan piza merek tertentu di tengah teror mengerikan.
Karena tak ada cerita detail di balik keinginannya itu, jadi agak sulit bagi penonton untuk bisa ikut berempati secara mendalam dengan Sam, meski kita tahu bahwa ia sangat menyukai kehidupan di New York City. Begitu juga dengan Eric yang tak dijelaskan lebih jauh tentang kondisi anxiety-nya.
Foto: Paramount Pictures
Bandingkan misalnya, dengan Regan Abbott (Millicent Simmonds) dalam A Quiet Place Part II. Gadis tuli ini nekat kabur dari tempat perlindungan demi mencari lokasi yang dianggapnya lebih aman, karena ia meyakini mendiang ayahnya akan melakukan hal yang sama demi melindungi keluarganya.
Kedekatan keluarga Abbott yang digambarkan dengan jelas juga ikut membantu kita merasakan emosi seperti yang dirasakan Regan. Inilah yang kurang terlihat dalam A Quiet Place: Day One.
Namun untungnya, film ini masih memiliki aktris sekelas Lupita Nyong'o. Pemenang Piala Oscar kategori Aktris Pemeran Pendukung Terbaik lewat 12 Years a Slave ini memukau di seluruh scene yangmenampilkan sosoknya.
Hanya dengan ekspresi wajahnya, penonton bisa ikut merasakan putus asa, bingung, takut, sekaligus rasa welas asih yang dirasakan Sam. Aktor Inggris Joseph Quinn juga mampu mengimbangi kehebatan akting aktris berdarah Kenya dan Meksiko itu.
Akting keduanya bisa dibilang yang mampu membuat A Quiet Place: Day One tetap menyenangkan untuk ditonton, saat adegan teror horornya berkurang cukup banyak dan skenarionya kurang memikat.
Masih sama dengan dua film pendahulunya, A Quiet Place: Day One juga menyodorkan kisah teror monster yang menyerang berdasarkan sumber suara yang didengarnya. Roh yang diusung juga sama, yaitu tentang kemanusiaan yang mekar di tengah teror tersebut.
Sesuai judulnya, A Quiet Place: Day One mengisahkan awal dari semua peristiwa yang terjadi pada dua film sebelumnya. Hanya saja, kali ini bukan dari sudut pandang keluarga Abbott, melainkan dari seorang penyair perempuan bernama Sam (Lupita Nyong'o).
Sebenarnya, sekelumit peristiwa saat hari pertama serangan monster alien sudah disinggung pada pembuka film kedua, A Quiet Place Part II. Kala itu, seorang pemilik toko menonton berita di televisi tentang sesuatu yang dikira bom, meledak di tengah kota.
Pada ujung cerita film yang sama, penonton juga mendapat sedikit gambaran tentang para penyintas dari hari pertama. Cerita ini kita dapatkan dari Henri (Djimon Hounsou), satu-satunya karakter yang muncul kembali dalam film ketiga ini.
Nah, A Quiet Place: Day One mengambil latar waktu seperti yang diceritakan dari dua kisah itu. Sam menjadi salah satu saksi yang melihat 'bom' yang meledak di tengah kota New York City itu.
Sinopsis A Quiet Place: Day One
Sam adalah penderita kanker yang tinggal di sebuah lembaga perawatan di pinggiran kota, meski ia jelas-jelas terlihat tak betah di sana. Semangat hidupnya juga sudah turun drastis sejak pindah dari New York City ke tempat tersebut.
Suatu hari, ia diajak perawatnya di sana, Reuben (Alex Wolff) untuk pergi ke New York. Sam yang ogah-ogahan lantas mengajukan satu syarat, ia mau ikut asal di sana mereka bisa membeli piza di kota itu.
Foto: Paramount Pictures
Namun seperti sudah bisa diduga, sebelum niatannya tercapai, monster-monster suara keburu datang. Sam, bersama kucing penjaganya Frodo, lantas harus menyelamatkan diri dengan tubuh yang sudah rapuh.
Dalam perjalanannya, ia bertemu Eric (Joseph Quinn), pemuda penderita anxiety (kecemasan berlebihan). Eric yang ketakutan tak mau lepas dari Sam dan terus mengikutinya.
Review A Quiet Place: Day One
Berbeda dengan dua film sebelumnya yang digarap dan ditulis John Krasinski, A Quiet Place: Day One ditangani oleh Michael Sarnoski. Untuk film ini, Krasinski hanya menyumbang ide cerita saja.
Tak heran, dari premis dan pesan yang dibawa A Quiet Place: Day One masih sejalan dengan A Quiet Place (2018) dan A Quiet Place Part II (2020). Hanya saja, skenario yang ditulis Sarnoski bisa dibilang masih jauh dari kualitas buatan Krasinski.
Foto: Paramount Pictures
Padahal, A Quiet Place: Day One banyak menyandarkan kekuatanfilmnya pada sisi emosional atau dramanya, bukan lagi pada adegan-adegan laga intens seperti dua film sebelumnya. Skenario ini menjadi kelemahan utama bahkan mungkin satu-satunya dalam film ini.
Untuk bisa berempati secara mendalam dengan Sam dan Eric, tentunya kita harus mengetahui latar belakang mereka dan kisah mereka. Pada Sam, kita bisa cukup banyak mendapatkannya.
Mengapa hanya "cukup banyak", karena satu hal yang dianggap penting oleh Sam, yaitu soal piza, justru tak dijelaskan lebih jauh. Penonton hanya bisa menebak-nebak bahwa Sam sangat suka piza, tapi tak ada penjelasan detail mengapa ia masih ngotot ingin memakan piza merek tertentu di tengah teror mengerikan.
Karena tak ada cerita detail di balik keinginannya itu, jadi agak sulit bagi penonton untuk bisa ikut berempati secara mendalam dengan Sam, meski kita tahu bahwa ia sangat menyukai kehidupan di New York City. Begitu juga dengan Eric yang tak dijelaskan lebih jauh tentang kondisi anxiety-nya.
Foto: Paramount Pictures
Bandingkan misalnya, dengan Regan Abbott (Millicent Simmonds) dalam A Quiet Place Part II. Gadis tuli ini nekat kabur dari tempat perlindungan demi mencari lokasi yang dianggapnya lebih aman, karena ia meyakini mendiang ayahnya akan melakukan hal yang sama demi melindungi keluarganya.
Kedekatan keluarga Abbott yang digambarkan dengan jelas juga ikut membantu kita merasakan emosi seperti yang dirasakan Regan. Inilah yang kurang terlihat dalam A Quiet Place: Day One.
Namun untungnya, film ini masih memiliki aktris sekelas Lupita Nyong'o. Pemenang Piala Oscar kategori Aktris Pemeran Pendukung Terbaik lewat 12 Years a Slave ini memukau di seluruh scene yangmenampilkan sosoknya.
Hanya dengan ekspresi wajahnya, penonton bisa ikut merasakan putus asa, bingung, takut, sekaligus rasa welas asih yang dirasakan Sam. Aktor Inggris Joseph Quinn juga mampu mengimbangi kehebatan akting aktris berdarah Kenya dan Meksiko itu.
Akting keduanya bisa dibilang yang mampu membuat A Quiet Place: Day One tetap menyenangkan untuk ditonton, saat adegan teror horornya berkurang cukup banyak dan skenarionya kurang memikat.
(ita)