CERMIN: Badarawuhi, Prekuel yang (Mungkin) Tak Perlu Dibuat

Jum'at, 12 April 2024 - 09:12 WIB
loading...
CERMIN: Badarawuhi, Prekuel yang (Mungkin) Tak Perlu Dibuat
Badarawuhi di Desa Penari masih menggunakan resep yang sama dengan film sebelumnya. Foto/MD Pictures
A A A
JAKARTA - Tahun 2022. Melalui film Indonesia terlaris sepanjang sejarah pasca-1998, KKN di Desa Penari, kita berkenalan dengan sosok siluman bernama Badarawuhi.

Sosok mitos ini lantas banyak diulas di dunia maya. Salah satu mitos yang banyak berkembang tentang Badarawuhi adalah tentang keberadaannya yang disebut-sebut punya keterikatan dengan Ratu Pantai Selatan.

Ia dipersonifikasikan sebagai penjaga yang berfungsi untuk menjaga tata tentram desa hingga sebuah peristiwa besar memporak-porandakan tatanan tersebut. Wujudnya ketika marah berubah menjadi setengah badan ke atas berupa perempuan berbaju hijau dan bermahkota dan setengah badan ke bawah berwujud ular.



Sukses fenomenal KKN di Desa Penari dengan 10 juta penonton tentu saja mengundang nafsu cum ambisi untuk memperluas semesta ceritanya. Sayangnya hal itu tak didukung oleh keinginan untuk melakukan eksplorasi cerita dengan lebih giat, menyenangkan penonton dengan kejutan-kejutan menarik yang tak ada dalam film pendahulunya, alih-alih malah hanya terkesan mengulang formula dan terlalu malas untuk melakukan lebih dari itu.

Jaditak perlu berekspektasi berlebihan terhadap Badarawuhi di Desa Penari. Sebagai penonton yang penasaran dengan sosok mitos itu, apalagi setelah dijadikan judul filmnya, tak perlu berharap bahwa penulis skenario Lele Leila akan sudi memperlihatkan bagaimana asal muasal munculnya sosok mitos itu,

CERMIN: Badarawuhi, Prekuel yang (Mungkin) Tak Perlu Dibuat

Foto: MD Pictures

Juga bagaimana sosoknya digambarkan satu dimensi, sekadar ingin menguasai tanpa kita tahu motivasi sesungguhnya. Kita terima saja bahwa Badarawuhi di Desa Penari sekadar perpanjangan dari KKN di Desa Penari dengan segala repetisi yang ada.

Bahkan film pun dibuka dengan malas yang memperlihatkan adegan serupa dengan film pendahulunya. Sekelompok perempuan muda sedang menari dengan kesurupan di bawah komando seorang perempuan setengah baya.

Tak ada upaya lebih untuk memberi informasi baru tentang apa pun yang sesungguhnya terjadi, tak ada niat mengulik apa yang terjadi di tengah tarian kesurupan itu. Badarawuhi dimunculkan begitu saja ke dalam adegan dan tanpa membuat penonton bergidik, merasa terteror atau pun ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Badarawuhi di Desa Penari mengulang premis yang sudah ada di puluhan atau ratusan film horor lokal yang diproduksi sebelumnya. Mila (Maudy Effrosina) ditemani oleh tiga orang laki-laki berangkat ke Desa Penari dengan sebuah misi: mengembalikan sebuah gelang yang dipercaya menjadi milik dari penunggu desa tersebut.

Lalu premis membosankan ini pun masih ditambah dengan seolah twist yang sebenarnya sudah tertebak sejak awal: bahwa kelak gelang tersebut diserahkan oleh Mila ke makhluk yang seharusnya tak memilikinya sejak awal.

CERMIN: Badarawuhi, Prekuel yang (Mungkin) Tak Perlu Dibuat

Foto: MD Pictures

Sepanjang 90 menit durasinya yang terasa berjalan sangat lamban, kita sudah tahu ke mana ceritanya akan bergerak. Saya membayangkan seharusnya skenario memang justru dibuka dari menit ke-90 itu: sebuah desa dilanda bencana besar. Hewan-hewan ternak bergelimpangan di seantero desa, dan mati secara misterius.

Dari sawah hingga ladang jagung mengalami gagal panen karena diserang sesuatu yang misterius, dan cerita atau skenario pun jadi terasa urgensinya. Ini bukan lagi sekadar persoalan personal Mila yang ingin agar ibunya kembali membaik dengan mengembalikan gelang tersebut, ini persoalan besar bagaimana agar desa yang semula tenteram itu kembali ke kondisi semula.

Dengan membuka adegan sedemikian, maka kita sebagai penonton langsung dibawa masuk ke sebuah semesta yang lebih eksploratif dari film pendahulunya. Bahwa segala musibah, segala kejadian aneh yang terjadi di desa itu, berujung pada sosok mitos Badarawuhi.

Dari sinilah Lele Leila bisa memberi pemahaman yang jelas tentang asal muasal sosok ini, bagaimana ia muncul dan apa yang mendorong kemunculannya, apa kaitannya dengan musibah yang menimpa seantero desa, dan seterusnya.

Namunsayangnya memang franchise ini terlalu khawatir untuk menyodorkan informasi baru ke penonton, keluar dari zona nyaman dengan gagah berani, memberi kejutan demi kejutan pada penonton yang sebagiannya mungkin kecewa dengan KKN di Desa Penari. Pola ini juga terjadi pada film produksi MD Pictures sebelumnya, Layangan Putus.

CERMIN: Badarawuhi, Prekuel yang (Mungkin) Tak Perlu Dibuat

Foto: MD Pictures

Ketika mengembangkan semesta cerita dari serial yang viral tersebut, tak ada keberanian lebih untuk membongkar cerita dan melakukan eksplorasi yang menarik dibanding sekadar mengulang formula dan membuat filmnya pun terasa seperti tak perlu dibuat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1653 seconds (0.1#10.140)