CERMIN: Nanti Kita Cerita tentang Perceraian Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 1979. Film Kramer vs Kramer dirilis dan kita belajar bahwa perceraian tak hanya menyakitkan dua belah pihak tapi tiga pihak sekaligus.
Ketika dirilis di bioskop, beberapa iklan dari film Kramer vs Kramer mengagetkan publik. Tagline “there are three sides to this love story” terasa seperti menyiratkan bahwa ini adalah sebuah film tentang keluarga bahagia padahal yang kelak kita tonton di bioskop adalah kisah tentang kehancuran sebuah rumah tangga yang diiringi hujan airmata.
Namunsekaligus Kramer vs Kramer menyadarkan kita pula bahwa dalam perceraian tak hanya dua pihak tersakiti tapi bisa tiga pihak atau lebih. Dalam Layangan Putus the Movie, sosok anak diberi ruang lebih untuk memperlihatkan betapa buruknya efek perpisahan orang tua terhadap kondisi mental mereka.
Di tengah masih tegangnya hubungan Aris dan Kinan, Raya seperti pelanduk di tengah dua gajah yang sedang bertarung entah sampai kapan. Seperti masih belum cukup rumit, perempuan yang menghancurkan rumah tangga Aris dan Kinan bernama Lydia segera menjadi istri sah dari ayah Raya. Oleh karena itu, hati anak kecil mana yang tak akan gundah dan terus menerus resah berada di tengah situasi tak mengenakkan seperti itu?
Penulis skenario Oka Aurora bisa jadi berharap bahwa penonton film Layangan Putus the Movie juga sudah menonton serial dramanya yang langsung viral ditonton 15 juta kali pada hari pertama rilisnya di WeTV. Saya tak termasuk dalam bagian dari 15 juta pemirsa tersebut.
Foto: MD Pictures
Namun Oka membuat kita mudah mengikuti kisah ini, yang bertutur dengan cukup lancar meski saya tak mendapat gambaran cukup tentang latar belakang karir Aris dan Kinan. Juga seburuk apa hubungan mereka saat masih terikat dalam pernikahan.
Tapi mungkin juga saya tak terlalu hirau dengan background story Aris dan Kinan karena saya lebih tertarik melihat sosok anak yang tak bersalah yang menjadi korban dalam perceraian orang tuanya. Raya diperankan dengan cemerlang oleh aktris cilik Graciella Abigail yang sebelumnya juga bermain sama cemerlangnya dalam film ulang buat, Miracle on Cell No 7.
Berkat Graciella, saya melihat lebih jelas dari kacamata yang berbeda soal bagaimana anak-anak menyikapi dampak perceraian terhadap dinamika relasi hubungan antara kedua orang tuanya, juga dengan dirinya sebagai sebuah unit keluarga.
Kedua anak perempuan saya pun bisa jadi merasakan apa yang dirasakan Raya sebagai korban perceraian, tapi tak pernah berani diutarakan oleh mereka secara jujur kepada saya. Berkat Gracielle, saya jadinya paham susah betul menjadi pelanduk yang bisa terinjak-injak mati di tengah gajah yang terus menerus bertarung dengan ganas.
Mungkin pula karena saya belum menyaksikan serialnya, maka saya tak mencoba membandingkan kapasitas akting dari Raihaanun dan Putri Marino. Keduanya aktris kaliber, keduanya sudah pernah beroleh Piala Citra sebagai pengakuan atas kapasitas mereka.
Foto: MD Pictures
Hanya saja saya sempat merasa déjà vu beberapa kali karena pernah melihat Raihaanun dan Reza Rahadian dalam peran yang mirip, dalam penampilan fisik yang juga mirip, dalam film Twivortiare (2019) yang juga diarahkan sutradara yang sama, Benni Setiawan. Triple déjà vu ini cukup mengganggu selama beberapa waktu meskipun faktor Raya yang selalu kembali membuat saya tersadar bahwa saya sedang menyaksikan Layangan Putus the Movie.
Tapi yang menjadi pertanyaan terbesar bisa jadi adalah apakah penonton serialnya merasa terhibur dengan versi filmnya? Secara premis tak ada yang baru dan inventif disuntikkan ke dalam cerita. Secara dinamika cerita, meski mengalir cukup lancar, tak cukup peluru dramatik dan tak terduga yang bisa membuat penonton terkaget-kaget.
Tak ada lagi dialog-dialog yang cukup kuat dan lantas menjadi viral sekaligus menjadi meme seperti “It’s my dream, Mas. Not hers” misalnya. MD Pictures memilih jalan aman, tak ingin mengecewakan penonton serialnya, sayangnya sekaligus juga tak memberi kejutan pada mereka yang membuat versi filmnya kembali dibicarakan dan lantas mengulang viral sebagaimana serial sebelumnya.
Saya merasa faktor Raya yang semestinya bisa dieksplorasi lebih jauh dan lebih mendalam lagi yang harusnya bisa menjadi diferensiasi menarik dari serialnya. Kita seharusnya tak cuma melihat Raya yang terlihat sedih ketika ayahnya dekat dengan perempuan yang bukan ibunya.
Foto: MD Pictures
Kita seharusnya tak cuma melihat Raya yang hanya diasuh oleh dua orang pembantu ketika ibunya pun sibuk menjalani karier. Kita seharusnya bisa melihat dampak perceraian lebih dahsyat pada Raya dalam menjalani kehidupannya di sekolah, juga ketika berada di tengah teman-temannya.
Saya membayangkan betapa terganggunya jiwa Raya yang masih belum pulih dari perceraian orang tuanya, kini dipaksa melihat ayahnya yang menikahi perempuan yang menjadi penyebab hancurnya pernikahan orang tuanya. Saya membayangkan betapa sulit menjadi anak tunggal yang tak bisa mengadu ke siapa pun soal apa yang dirasakannya karena takut membuat ibunya khawatir dan menjadi sedih karenanya.
Saya membayangkan bagaimana seorang anak bisa merasa bersalah sebegitu besarnya atas perceraian kedua orang tuanya yang sesungguhnya tak ada kaitan dengannya sama sekali. Sayangnya memang skenario tak memberi ruang untuk hal-hal tersebut.
Sembari masih mengingat Raya, saya juga mencoba mengingat bagaimana Billy (Kramer vs Kramer), Henry (Marriage Story) dan Bagas (Noktah Merah Pernikahan) menjalani hari demi harinya sebagai anak-anak yang mencoba bertahan. Usia mereka sesungguhnya belum memungkinkan mereka mengalami turbulensi sedahsyat hancurnya pernikahan orang tua mereka.
Namun mereka bisa jadi memang adalah anak-anak pilihan yang kelak menjadi kuat dan belajar agar nantinya tak mengalami perceraian nan pahit yang dialami orang tuanya. Kelak pula kisah perceraian orang tua mereka diceritakan pada anak-anak mereka bahwa yang terjadi pada masa lalu tak bisa diubah, karena yang bisa diubah adalah masa depan yang akan mereka jalani.
Layangan Putus the Movie
Produser: Manoj Punjabi
Sutradara: Benni Setiawan
Penulis Skenario: Oka Aurora
Pemain: Reza Rahadian, Raihaanun, Graciella Abigail
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Ketika dirilis di bioskop, beberapa iklan dari film Kramer vs Kramer mengagetkan publik. Tagline “there are three sides to this love story” terasa seperti menyiratkan bahwa ini adalah sebuah film tentang keluarga bahagia padahal yang kelak kita tonton di bioskop adalah kisah tentang kehancuran sebuah rumah tangga yang diiringi hujan airmata.
Namunsekaligus Kramer vs Kramer menyadarkan kita pula bahwa dalam perceraian tak hanya dua pihak tersakiti tapi bisa tiga pihak atau lebih. Dalam Layangan Putus the Movie, sosok anak diberi ruang lebih untuk memperlihatkan betapa buruknya efek perpisahan orang tua terhadap kondisi mental mereka.
Di tengah masih tegangnya hubungan Aris dan Kinan, Raya seperti pelanduk di tengah dua gajah yang sedang bertarung entah sampai kapan. Seperti masih belum cukup rumit, perempuan yang menghancurkan rumah tangga Aris dan Kinan bernama Lydia segera menjadi istri sah dari ayah Raya. Oleh karena itu, hati anak kecil mana yang tak akan gundah dan terus menerus resah berada di tengah situasi tak mengenakkan seperti itu?
Penulis skenario Oka Aurora bisa jadi berharap bahwa penonton film Layangan Putus the Movie juga sudah menonton serial dramanya yang langsung viral ditonton 15 juta kali pada hari pertama rilisnya di WeTV. Saya tak termasuk dalam bagian dari 15 juta pemirsa tersebut.
Foto: MD Pictures
Namun Oka membuat kita mudah mengikuti kisah ini, yang bertutur dengan cukup lancar meski saya tak mendapat gambaran cukup tentang latar belakang karir Aris dan Kinan. Juga seburuk apa hubungan mereka saat masih terikat dalam pernikahan.
Tapi mungkin juga saya tak terlalu hirau dengan background story Aris dan Kinan karena saya lebih tertarik melihat sosok anak yang tak bersalah yang menjadi korban dalam perceraian orang tuanya. Raya diperankan dengan cemerlang oleh aktris cilik Graciella Abigail yang sebelumnya juga bermain sama cemerlangnya dalam film ulang buat, Miracle on Cell No 7.
Berkat Graciella, saya melihat lebih jelas dari kacamata yang berbeda soal bagaimana anak-anak menyikapi dampak perceraian terhadap dinamika relasi hubungan antara kedua orang tuanya, juga dengan dirinya sebagai sebuah unit keluarga.
Kedua anak perempuan saya pun bisa jadi merasakan apa yang dirasakan Raya sebagai korban perceraian, tapi tak pernah berani diutarakan oleh mereka secara jujur kepada saya. Berkat Gracielle, saya jadinya paham susah betul menjadi pelanduk yang bisa terinjak-injak mati di tengah gajah yang terus menerus bertarung dengan ganas.
Mungkin pula karena saya belum menyaksikan serialnya, maka saya tak mencoba membandingkan kapasitas akting dari Raihaanun dan Putri Marino. Keduanya aktris kaliber, keduanya sudah pernah beroleh Piala Citra sebagai pengakuan atas kapasitas mereka.
Foto: MD Pictures
Hanya saja saya sempat merasa déjà vu beberapa kali karena pernah melihat Raihaanun dan Reza Rahadian dalam peran yang mirip, dalam penampilan fisik yang juga mirip, dalam film Twivortiare (2019) yang juga diarahkan sutradara yang sama, Benni Setiawan. Triple déjà vu ini cukup mengganggu selama beberapa waktu meskipun faktor Raya yang selalu kembali membuat saya tersadar bahwa saya sedang menyaksikan Layangan Putus the Movie.
Tapi yang menjadi pertanyaan terbesar bisa jadi adalah apakah penonton serialnya merasa terhibur dengan versi filmnya? Secara premis tak ada yang baru dan inventif disuntikkan ke dalam cerita. Secara dinamika cerita, meski mengalir cukup lancar, tak cukup peluru dramatik dan tak terduga yang bisa membuat penonton terkaget-kaget.
Tak ada lagi dialog-dialog yang cukup kuat dan lantas menjadi viral sekaligus menjadi meme seperti “It’s my dream, Mas. Not hers” misalnya. MD Pictures memilih jalan aman, tak ingin mengecewakan penonton serialnya, sayangnya sekaligus juga tak memberi kejutan pada mereka yang membuat versi filmnya kembali dibicarakan dan lantas mengulang viral sebagaimana serial sebelumnya.
Saya merasa faktor Raya yang semestinya bisa dieksplorasi lebih jauh dan lebih mendalam lagi yang harusnya bisa menjadi diferensiasi menarik dari serialnya. Kita seharusnya tak cuma melihat Raya yang terlihat sedih ketika ayahnya dekat dengan perempuan yang bukan ibunya.
Foto: MD Pictures
Kita seharusnya tak cuma melihat Raya yang hanya diasuh oleh dua orang pembantu ketika ibunya pun sibuk menjalani karier. Kita seharusnya bisa melihat dampak perceraian lebih dahsyat pada Raya dalam menjalani kehidupannya di sekolah, juga ketika berada di tengah teman-temannya.
Saya membayangkan betapa terganggunya jiwa Raya yang masih belum pulih dari perceraian orang tuanya, kini dipaksa melihat ayahnya yang menikahi perempuan yang menjadi penyebab hancurnya pernikahan orang tuanya. Saya membayangkan betapa sulit menjadi anak tunggal yang tak bisa mengadu ke siapa pun soal apa yang dirasakannya karena takut membuat ibunya khawatir dan menjadi sedih karenanya.
Saya membayangkan bagaimana seorang anak bisa merasa bersalah sebegitu besarnya atas perceraian kedua orang tuanya yang sesungguhnya tak ada kaitan dengannya sama sekali. Sayangnya memang skenario tak memberi ruang untuk hal-hal tersebut.
Sembari masih mengingat Raya, saya juga mencoba mengingat bagaimana Billy (Kramer vs Kramer), Henry (Marriage Story) dan Bagas (Noktah Merah Pernikahan) menjalani hari demi harinya sebagai anak-anak yang mencoba bertahan. Usia mereka sesungguhnya belum memungkinkan mereka mengalami turbulensi sedahsyat hancurnya pernikahan orang tua mereka.
Namun mereka bisa jadi memang adalah anak-anak pilihan yang kelak menjadi kuat dan belajar agar nantinya tak mengalami perceraian nan pahit yang dialami orang tuanya. Kelak pula kisah perceraian orang tua mereka diceritakan pada anak-anak mereka bahwa yang terjadi pada masa lalu tak bisa diubah, karena yang bisa diubah adalah masa depan yang akan mereka jalani.
Layangan Putus the Movie
Produser: Manoj Punjabi
Sutradara: Benni Setiawan
Penulis Skenario: Oka Aurora
Pemain: Reza Rahadian, Raihaanun, Graciella Abigail
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)