Review Film Lebaran dari Hongkong: Togel, Lebaran, dan Ibu yang Jauh di Hong Kong

Rabu, 13 Desember 2023 - 16:20 WIB
loading...
Review Film Lebaran dari Hongkong: Togel, Lebaran, dan Ibu yang Jauh di Hong Kong
Film pendek Lebaran dari Hongkong mengisahkan kehidupan keluarga yang istrinya menjadi pekerja di Hong Kong. Foto/Small Time Pictures
A A A
JAKARTA - Tahun 2010. Di saat perfilman Indonesia mulai diserbu dengan genre horor/komedi seks, Lola Amaria dengan gagah berani datang dengan filmnya yang berbeda.

Film tersebut berjudul Minggu Pagi di Victoria Park yang kini ditayangkan kembali di Netflix. Sebuah potret yang cukup dekat tentang gambaran Tenaga Kerja Wanita (TKW) bekerja keras di negeri orang demi keluarga di kampung halaman nan jauh.

Lola sebagai sutradara selalu berani memberikan isu-isu berbeda dan menarik dalam setiap film yang disutradarainya. Isu-isu itu tak sekadar menarik dan berbeda tapi juga penting.



Dari Minggu Pagi di Victoria Park, kita jadi tahu para TKW menjalani hari demi hari yang awalnya penuh impian lantas terpuruk ke jurang yang dalam dan tak bisa kembali ke negeri sendiri. Mereka bukan sekadar angka, atau mereka yang diberi julukan pahlawan devisa, tapi mereka juga adalah ibu, kakak, dan adik seseorang di Indonesia.

Berdasar data dari Kementerian Tenaga Kerja, per Juni 2023 tercatat sekitar 33.625 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Hong Kong. Menurut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Hong Kong merupakan wilayah favorit PMI setelah Taiwan. Sebagaimana dikutip dari Detik, Ida mengungkapkan bahwa PMI yang berada di negara penempatan, memberikan sumbangsih yang banyak bagi Indonesia, baik dalam bidang diplomasi, ekonomi, hingga aspek sosial.

Review Film Lebaran dari Hongkong: Togel, Lebaran, dan Ibu yang Jauh di Hong Kong

Foto: Small Time Pictures

Dari sekian banyak pekerja migran di Hong Kong, salah satu di antaranya ibu dari seorang anak perempuan berusia 6 tahun bernama Puput. Sudah 4 kali Lebaran, ibunya belum juga pulang. Jadi sangat wajar jika Puput amat merindukan ibunya.

Tapi Achmad Faishol selaku sutradara Lebaran dari Hongkong menyiratkan tipis bahwa bisa jadi memang ada masalah di antara ibu dan ayahnya, Yanto. Kita merasakannya tapi Puput tidak. Ketidakharmonisan itu tak kentara dan disembunyikan rapat-rapat oleh kedua orang tuanya.

Barangkali karena Yanto sosok lelaki pemalas. Ia hanya menunggu jatah uang bulanan dari istrinya yang berjibaku mencari uang di negeri orang. Yanto telah kehilangan harga dirinya sebagai laki-laki tapi tak ingin memperlihatkannya di hadapan putri satu-satunya.

Sosok seperti Yanto memang banyak sekali ditemui pada keluarga dengan sang istri merantau jauh ribuan kilometer dari kampung halaman demi memperbaiki masa depan keluarga. Sosok seperti Yanto menjadi duri dalam daging, terus menjadi benalu tapi tetap dibutuhkan untuk mengasuh anak-anak mereka.

NamunLebaran Dari Hongkong yang dipertunjukkan secara daring di Klik Film dalam rangkaian Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2023 memang dipotret secara komedi. Maka soal ketidakharmonisan samar antara Yanto dengan istrinya, juga sosok Yanto yang pemalas, tak menjadi agenda penting dari film ini. Yang diperlihatkan pada kita bagaimana Yanto bersiasat dengan kemalasannya.

Review Film Lebaran dari Hongkong: Togel, Lebaran, dan Ibu yang Jauh di Hong Kong

Foto:Small Time Pictures

Saat sang istri tak bisa mengirim uang jelang Lebaran, mau tak mau Yanto memutar otak. Bukannya berusaha atau mencari pekerjaan, Yanto malah melarikan dirinya pada judi togel. Sebuah jalan pintas bagi seseorang berpikiran sempit seperti dirinya. Sebuah cara untuk bisa keluar dari kebuntuan yang melingkupi akibat kemalasannya.

Sayang memang karena film ini masih bisa dieksekusi secara komedi tanpa perlu meminggirkan unsur satirenya. Sutradara auteur, Nya Abbas Akub, pernah meninggalkan jejak-jejak menarik dalam sinema Indonesia tentang bagaimana memotret keseharian masyarakat kelas bawah yang tetap bisa lucu dan sekaligus menjadi kritik pedas. Inem Pelayan Seksi yang dirilis pada 1976 memperlihatkan kecakapannya menjadi seorang pengamat kehidupan yang lihai.



Karena itulah yang kita ingat dari Lebaran dari Hongkong mungkin hanya sebatas keinginan untuk tampil lucu tanpa menghiraukan konteks yang bisa membuatnya lebih lucu. Andai saja skenarionya memberi eksplorasi lebih pada dinamika rumah tangga Yanto dan istrinya, andai saja skenario memberi ruang lapang pada kemalasan Yanto yang menunggu jatah dari istrinya setiap bulan, maka film ini akan terasa lebih dari sekadar lucu.

Tapi kita berharap suatu saat sineas muda seperti Achmad Faishol bisa melihat jejak rekam sineas pendahulu dengan karya-karya yang brilian. Juga bisa melihat bahwa sebelum bisa menjadi sutradara yang baik, mungkin terlebih dahulu kita perlu menjadi pengamat kehidupan yang baik.

Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2118 seconds (0.1#10.140)