Review Film Kelas Malam: saat Film Horor Memenuhi Hakikat Sejatinya

Rabu, 04 Oktober 2023 - 13:06 WIB
loading...
Review Film Kelas Malam:...
Film pendek horor Kelas Malam menyajikan kisah yang klise tapi efektif dalam menaku-nakuti penonton. Foto/Dok. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Ciputra Surabaya
A A A
JAKARTA - Legenda urban adalah cerita yang seru untuk disebarkan dari mulut ke mulut. Dengan bermodal kata awal “katanya”, lawan bicara pada umumnya akan tertarik untuk menyimak kelanjutan kisah yang belum pasti keabsahannya.

Apalagi jika ditambah polesan kisah mistis dan mahluk halus penunggu tempat keramat atau angker. Intinya, legenda urban selalu memiliki tempat di hati banyak orang.

Media film pun tak asing untuk mengangkat kisah legenda urban ke layar perak. Pernah ada film Si Manis Jembatan Ancol yang didasari legenda urban populer di ibu kota. Jelangkung yang menandai bangkitnya film nasional pada awal dekade 2000-an juga memulai tren kisah hantu-hantu untuk kembali bermigrasi ke bioskop.



Dilanjutkan dengan beberapa sekuel dan spin-off, Jelangkung juga membuka jalan bagi pengekor yang kini mulai sadar demografi mayoritas film nasional, yaitu remaja dan anak muda. Maka lahirlah Ada Hantu di Sekolah! yang merupakan kepanjangan sinetron berjudul sama yang rilis warsa 2004.

Filmnya membawa kisah legenda urban ke ranah sekolah dengan hantu yang bergentayangan mengganggu siswa-siswinya. Film-film dengan legenda urban di sekolah lalu merebak dan rajin diproduksi tiap tahunnya, dari Bangku Kosong, Panggil Namaku Tiga Kali, Sunyi dan terus bertahan hingga kini lewat Aku Tahu Kapan Kamu Mati: Desa Bunuh Diri yang masih anyar dirilis di bioskop nasional.

Dengan semangat yang sama, film pendek Kelas Malam juga memiliki premis kisah legenda urban di sekolah. Seorang siswa yang sepertinya kebanyakan begadang menonton pertandingan bola atau bermain gim daring, ketiduran saat kelas usai dan ditinggalkan teman-teman dan seisi sekolahnya.

Review Film Kelas Malam: saat Film Horor Memenuhi Hakikat Sejatinya

Foto: Dok.Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Ciputra Surabaya

Saat terjaga, dirinya yang mendapati sekolahnya kini kosong melompong harus diganggu hantu penunggu sekolah yang berwujud suster. Sosok suster ini rupanya sudah menjadi legenda urban di sekolahnya, yang muncul dan bergentayangan saat malam tiba.

Dengan latar tempat sekolah Katolik, film pendek proyek mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Ciputra Surabaya ini membawa penontonnya pada momok sekolah-sekolah Katolik, yaitu sosok suster yang biasanya galak, tegas, dan disiplin. Di sini karakter suster adalah antagonis utamanya yang berwujud wajah seram dan bergentayangan dengan baju putih panjangnya.

Sosoknya mirip-mirip dengan teror iblis Valak dari waralaba film The Conjuring dan semestanya dalam dwilogi The Nun. Menariknya, alih-alih memakai sosok utama seorang siswi yang umumnya digambarkan rapuh, selalu panik dan berteriak-teriak heboh sepanjang film, Kelas Malam digawangi siswa putra. Keputusan ini jelas mengurangi kemungkinan teriakan kaget berisik saat hantunya beraksi dan karakter utamanya lebih logis dalam menghadapi teror si hantu suster.

Pun demikian film ini juga tak dapat menghindari masalah utama film horor saat protagonisnya terkadang bertindak di luar nalar, meskipun lagi-lagi dapat dimaklumi karena di saat ketakutan dan panik seseorang dapat bertindak irasional. Contohnya saat di momen krusial, si karakternya tidak berbuat lebih nekad seperti memanjat pagar sekolah ketimbang mencari-cari kunci gembok pagar di ruang kepala sekolah, padahal situasinya kepepet diteror setan. Walaupun mungkin adegan ini dikreasi untuk mengulur aksi seram sang hantu.

Namun dalam banyak adegan lain, Kelas Malam masih masuk kategori dapat diterima akal sehat. Sehingga kesalahan banyak film horor yang biasanya abai pada aspek rasional secara besar-besaran tidak terulang di sini.

Harus diakui, film yang disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Jeremy Sugiarto Sunarto ini cukup efektif dalam bercerita, tanpa banyak embel-embel dan langsung ke inti horornya. Dalam durasi tak sampai 11 menit, penonton dibawa pada ketegangan dan teror yang menarik untuk disimak.

Apalagi jika mengingat genre filmnya. Bukankah para penikmat film horor umumnya mencari-cari hal menakutkan yang membuat bergidik? Untuk kelas pemula, ia juga lihai bermain dengan kamera, menampilkan hantu yang tidak terlalu banci tampil dan memainkan sudut-sudut yang menarik di layar. Apalagi dengan visual kusam dan akting aktor utamanya yang terlihat organik semakin menambah kesan keautentikan legenda urban di sekolah ini.

Review Film Kelas Malam: saat Film Horor Memenuhi Hakikat Sejatinya

Foto: Dok. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Ciputra Surabaya

Ia juga memainkan perspektif kucing-tikus kala sang hantu muncul di awal teror dan menggiring protagonisnya dengan horor yang dicicil pelan-pelan tapi tanpa henti hingga akhir. Ketegangannya juga tampil tegas tanpa kecanggungan yang umumnya ditemui dalam film-film horor pemula.

Tren dan Fitrah Film Horor

Saat ini, film-film horor internasional mulai memasuki fase kemasan cerita yang dibuat tidak mengandalkan ketakutan dan adegan kejut semata. Dengan istilah elevated horror,film-film jenis ini juga menyajikan cerita lebih mendalam dari sekadar hantu penasaran yang membalas dendam dan tak diterima bumi. Film-film seperti Babadook, Midsommar, Us, It Follows, hingga yang rilis baru-baru ini, Talk To Me termasuk dalam kategori ini.

Selain membungkus kisah depresi hingga trauma menjadi momok horor, elevated horror juga seakan menaikkan kelas film horor yang biasanya dipandang sebelah mata menjadi sajian artistik yang multi-dimensional. Tapi, tak semua orang senang dijejali horor artistik semacam ini.

Terkadang penonton juga butuh hiburan ringan yang seru untuk sekadar melepas penat, bukan? Yang tanpa tedeng aling-aling langsung ke inti adegan seramnya tanpa membebani otak untuk berpikir habis-habisan.

Membahas film horor non-elevatedmenarik karena dianggap sebagai genre yang aman untuk mendulang penonton. Film-film seperti ini pada umumnya memiliki misi utama tak lebih untuk menakut-takuti penontonnya tanpa ampun. Semakin mengejutkan dan kreatif adegan yang dimunculkan, niscaya penikmat horor makin mengapresiasi film horor tersebut.

Cukup menarik karena banyak orang yang senang untuk ditakut-takuti. Pasalnya, saat kondisi manusia dalam keadaan ketakutan, hormon adrenalin mengalir deras ke tubuh memberikan sensasi ke sekujur raga.

Secara ilmiah, sebuah penelitian di University of Denmark memang menguatkan hal tersebut melalui riset mereka. Dari hasil eksperimen, didapatkan hasil bahwa saat menonton film horor, tubuh dan otak merespons hal tersebut sebagai ancaman atau bahaya yang seakan-akan sungguh terjadi.

Hal ini merangsang beberapa bagian otak, seperti amygdala dan insula untuk merespons dan melepas adrenalin ke sekujur tubuh, memberikan sensasi yang menaikkan semangat selepas dari rasa ketakutan tadi. Hal inilah yang dirasakan banyak penikmat film-film seram sehingga mereka merasa puas dan bergairah pasca ditakut-takuti sedemikian rupa.

Review Film Kelas Malam: saat Film Horor Memenuhi Hakikat Sejatinya

Foto: Dok. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Ciputra Surabaya

Kisah urban di sekolah yang menjadi latarnya juga menjadi hal yang dekat bagi penonton kebanyakan, karena di tiap sekolah pasti ada legenda urbannya masing-masing. Contohnya di sekolah saya dulu memiliki kisah seram toilet yang ditutup karena kabar angin soal tragedi seorang siswa yang kerap mengalami perundungan.

Saat perundungannya terjadi tepat sebelum libur panjang sekolah, siswa malang ini dikunci di toilet belakang yang letaknya jauh dari gedung utama sekolah oleh para perundungnya. Ia tak terlacak hingga libur usai dan jenazahnya ditemukan berminggu-minggu kemudian dalam kondisi mengenaskan karena kelaparan. Hal ini memaksa pihak sekolah untuk menutup toilet itu hingga bertahun-tahun kemudian.

Konon kabarnya arwah siswa malang ini kerap berkeliaran di sekitar toilet dan terkadang terdengar garukan-garukan jarinya di pintu WC celaka tersebut. Legenda urban ini yang bisa jadi cuma karangan cocoklogi dengan toilet yang kemungkinan sudah rusak sehingga ditutup dan terbengkalai, tapi tetap menarik perhatian siswa-siswi yang masuk silih berganti untuk menceritakannya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya.

Kedekatan cerita legenda urban dengan masyarakat pula yang membuat legenda urban terus menerus didaur ulang, dijadikan sumber mata air tak berkesudahan bagi banyak film horor nasional. Kisah Si Manis, kuntilanak merah, suster ngesot, nenek gayung, sampai pastor tak berkepala di pemakaman Jeruk Purut umumnya laris manis memancing penonton karena unsur lokal yang terasa lebih mengena ketimbang setan-setan luar yang meskipun tak kalah seram, tapi terasa jauh dan sangat kecil kemungkinannya melihat vampir atau zombi berkeliaran di negara kita.



Dengan racikan formula yang masih klise, untungnya Kelas Malam terbilang cukup sukses memenuhi fitrah utamanya sebagai film horor, yaitu membawa penontonnya pada kondisi menakutkan dengan logika yang masih bisa dimaklumi. Penutupnya yang juga khas ditemui dalam kebanyakan film sejenis pun masih bisa diterima.

Ini karena secara keseluruhan Kelas Malam masih menghibur dan menyenangkan dengan adegan-adegan efektif yang tidak memberikan ruang untuk tenang kala teror sang suster setan datang menggempur tanpa henti.


M Tegar Pratama Putra
Pencinta dan penikmat film
(ita)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3972 seconds (0.1#10.140)