Review Film The Equalizer 3: Pelan, tapi Brutal dan Kejam
loading...
A
A
A
The Equalizer 3 menjadi penutup seluruh rangkaian seri yang telah dimulai pada 2011 itu. Denzel Washington kembali menjadi bintang utamanya. Peran Robert McCall sudah lekat padanya dan dia adalah salah satu karakter one-man army paling badass yang pernah ada.
Usaha Robert untuk pensiun akhirnya membawanya ke Italia. Dia memang belum bisa pensiun dengan tenang. Tapi, setidaknya dia mencoba membawa suasana damai di kawasan yang dia tinggali. Ancaman mafia dan kejahatan mereka mengintai di setiap sudut kota kecil itu.
Seorang diri, Robert menghadapi semua orang yang berusaha mengusik ketenangan dan melukai orang-orang dekatnya. Bahkan, tanpa menggunakan pistol atau senapan laras panjang, Robert mampu melakukan semuanya. Tampaknya, tanpa senjata api pun, Robert tetap bisa beraksi dengan brutal.
Dalam setiap aksinya, Robert selalu meninggalkan korban jiwa. Darah selalu tumpah. Tempat kejadian perkaranya pun selalu brutal dan kejam. Ini memperlihatkan betapa Robert tidak pernah punya beban untuk menghabisi orang-orang jahat ini.
Foto: The Daily Beast
Aksi Robert yang brutal dan kejam ini adalah salah satu keunggulan film ini. Penyuka film action berdarah-darah tanpa alasan yang kuat bakal suka. Robert pun cukup kreatif. Dia bisa menggunakan benda apa pun di sekitarnya untuk beraksi.
Selama melakukan aksinya, Robert tidak pernah memperlihatkan emosi. Mukanya tetap lempeng, tanpa senyum, seringai, atau apa pun, kecuali memang diperlukan. Dia bisa tersenyum ramah ketika berbaur di tengah area publik. Tapi, dia akan memberikan pandangan tajam yang dingin ketika melihat orang jahat.
Sama seperti film sebelumnya, The Equalizer 3 masih menggantungkan bobot aksinya pada tindak tanduk Robert McCall. Aura dingin dan kejam Robert masih mengasyikkan untuk dinikmati. Belum lagi, dia sulit ditebak. Tiba-tiba datang dan menyerang. Serangan kejutannya ini kadang bisa menimbulkan jump scare.
Foto: The Hollywood Reporter
Sayangnya, dalam durasi kurang dari 2 jam, The Equalizer 3 tidak memberikan banyak aksi dar der dor atau bak bik buk yang bertubi-tubi. Dalam satu jam pertama, film ini sibuk membangun cerita. Bahkan, aksi kejam Robert pun dikisahkan di luar layar sehingga jadi kurang asyik.
Pembangunan cerita dan konfliknya pun lumayan lama. Penonton harus menebak-nebak sendiri apa yang selanjutnya terjadi. Pada awalnya, orang akan menyangka kalau konflik akan berasal dari tempat yang ditinggali Robert untuk sementara waktu. Tapi, faktanya, dia malah berhadapan dengan mafia.
Antagonis di film ini sebenarnya kurang meyakinkan. Jadi ketika Robert datang dan menghadapi mereka, rasanya, mereka tidak memberikan perlawanan berarti. Robert bahkan keluar dari konfliknya dengan mafia itu dalam kondisi tanpa tergores sedikit pun.
Foto: USA Today
Departemen antagonisnya yang kurang kejam, meski berusaha mengintimidasi, membuat film ini jadi kurang seru. Robert tidak punya lawan sebanding dalam melakukan aksi kejamnya. Padahal, sebagai penutup seharusnya sutradaranya, Antoine Fuqua, memilih penjahat yang lebih baik lagi.
The Equalizer 3 berusaha menutup perjalanan Robert McCall dengan menghadirkan bagaimana Robert menikmati hidup. Sayangnya, plotnya yang pelan dan ceritanya yang sepertinya dipaksakan untuk dikorelasikan satu sama lain membuat film ini jadi agak hambar. Film ini lebih terasa sebagai film Robert tanpa butuh twist yang aneh-aneh.
The Equalizer 3 memberikan konklusi atas perjalanan Robert McCall dengan aksi brutal dan kejam. Namun, alurnya yang pelan dan antagonisnya yang lemah membuat keseruannya berkurang. Film ini tetap asyik ditonton buat mereka yang suka menonton aksi yang tak perlu banyak mikir.
The Equalizer 3 sudah mulai tayang di bioskop seluruh Indonesia pada hari ini, Rabu (30/8). Film ini mendapatkan rating Dewasa atau 17+ ke atas karena aksi kejam, brutal, dan berdarah-darahnya. Selamat menyaksikan!
Usaha Robert untuk pensiun akhirnya membawanya ke Italia. Dia memang belum bisa pensiun dengan tenang. Tapi, setidaknya dia mencoba membawa suasana damai di kawasan yang dia tinggali. Ancaman mafia dan kejahatan mereka mengintai di setiap sudut kota kecil itu.
Seorang diri, Robert menghadapi semua orang yang berusaha mengusik ketenangan dan melukai orang-orang dekatnya. Bahkan, tanpa menggunakan pistol atau senapan laras panjang, Robert mampu melakukan semuanya. Tampaknya, tanpa senjata api pun, Robert tetap bisa beraksi dengan brutal.
Dalam setiap aksinya, Robert selalu meninggalkan korban jiwa. Darah selalu tumpah. Tempat kejadian perkaranya pun selalu brutal dan kejam. Ini memperlihatkan betapa Robert tidak pernah punya beban untuk menghabisi orang-orang jahat ini.
Foto: The Daily Beast
Aksi Robert yang brutal dan kejam ini adalah salah satu keunggulan film ini. Penyuka film action berdarah-darah tanpa alasan yang kuat bakal suka. Robert pun cukup kreatif. Dia bisa menggunakan benda apa pun di sekitarnya untuk beraksi.
Selama melakukan aksinya, Robert tidak pernah memperlihatkan emosi. Mukanya tetap lempeng, tanpa senyum, seringai, atau apa pun, kecuali memang diperlukan. Dia bisa tersenyum ramah ketika berbaur di tengah area publik. Tapi, dia akan memberikan pandangan tajam yang dingin ketika melihat orang jahat.
Sama seperti film sebelumnya, The Equalizer 3 masih menggantungkan bobot aksinya pada tindak tanduk Robert McCall. Aura dingin dan kejam Robert masih mengasyikkan untuk dinikmati. Belum lagi, dia sulit ditebak. Tiba-tiba datang dan menyerang. Serangan kejutannya ini kadang bisa menimbulkan jump scare.
Foto: The Hollywood Reporter
Sayangnya, dalam durasi kurang dari 2 jam, The Equalizer 3 tidak memberikan banyak aksi dar der dor atau bak bik buk yang bertubi-tubi. Dalam satu jam pertama, film ini sibuk membangun cerita. Bahkan, aksi kejam Robert pun dikisahkan di luar layar sehingga jadi kurang asyik.
Pembangunan cerita dan konfliknya pun lumayan lama. Penonton harus menebak-nebak sendiri apa yang selanjutnya terjadi. Pada awalnya, orang akan menyangka kalau konflik akan berasal dari tempat yang ditinggali Robert untuk sementara waktu. Tapi, faktanya, dia malah berhadapan dengan mafia.
Antagonis di film ini sebenarnya kurang meyakinkan. Jadi ketika Robert datang dan menghadapi mereka, rasanya, mereka tidak memberikan perlawanan berarti. Robert bahkan keluar dari konfliknya dengan mafia itu dalam kondisi tanpa tergores sedikit pun.
Foto: USA Today
Departemen antagonisnya yang kurang kejam, meski berusaha mengintimidasi, membuat film ini jadi kurang seru. Robert tidak punya lawan sebanding dalam melakukan aksi kejamnya. Padahal, sebagai penutup seharusnya sutradaranya, Antoine Fuqua, memilih penjahat yang lebih baik lagi.
The Equalizer 3 berusaha menutup perjalanan Robert McCall dengan menghadirkan bagaimana Robert menikmati hidup. Sayangnya, plotnya yang pelan dan ceritanya yang sepertinya dipaksakan untuk dikorelasikan satu sama lain membuat film ini jadi agak hambar. Film ini lebih terasa sebagai film Robert tanpa butuh twist yang aneh-aneh.
The Equalizer 3 memberikan konklusi atas perjalanan Robert McCall dengan aksi brutal dan kejam. Namun, alurnya yang pelan dan antagonisnya yang lemah membuat keseruannya berkurang. Film ini tetap asyik ditonton buat mereka yang suka menonton aksi yang tak perlu banyak mikir.
The Equalizer 3 sudah mulai tayang di bioskop seluruh Indonesia pada hari ini, Rabu (30/8). Film ini mendapatkan rating Dewasa atau 17+ ke atas karena aksi kejam, brutal, dan berdarah-darahnya. Selamat menyaksikan!
(alv)