CERMIN: Kapan Terakhir Kita Menonton Komedi Romantis Indonesia yang Bagus?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 1999. Saat menjalani tahun-tahun kuliah penuh kesibukan, saya 'berkenalan' pertama kalinya dengan Julia Roberts.
Berbeda dengan sebagian orang yang mengenal Julia pertama kali lewat film Pretty Woman, saya justru pertama kali mengenalnya lewat Notting Hill. Sebuah film yang menjadi semacam “mimpi basahnya para cowok”. Tentang seorang laki-laki biasa yang tiba-tiba dihujani cinta oleh seorang aktris terkenal Hollywood.
Segera saja genre komedi romantis menjadi salah satu genre favorit saya. Sayangnya memang tak mudah menemukan film bergenre tersebut yang menarik ditonton berulang-ulang hingga berpuluh tahun kemudian.
Di jagat sinema Indonesia, genre komedi romantis pun sepertinya bukan genre favorit penonton. Dalam daftar 50 film Indonesia terlaris sepanjang masa, tercatat hanya ada dua judul film dari genre tersebut, yakni Imperfect: Karir, Cinta dan Timbangan(2019) dan Eiffel I’m In Love (2003).
Foto: MD Pictures
Memang kita seperti kesulitan mengingat kapan terakhir kali kita menonton film komedi romantis Indonesia yang bagus. Karena jumlahnya yang tak banyak itu. Sedikit di antaranya adalah Kapan Kawin(2015) yang mempertemukan dua aktor kaliber, Adinia Wirasti dan Reza Rahadian. Di bawah arahan Ody C Harahap yang terbilang memang cakap menangani komedi, Kapan Kawinmenjadi sedikit dari film komedi romantis Indonesia yang menarik ditonton hingga hari ini.
Pertengahan tahun ini jagat sinema Indonesia merilis Ganjil Genap, sebuah adaptasi novel laris dari Almira Bastari. Premisnya biasa saja, mudah sekali ditemukan di tontonan sejenis FTV.
Saya pun termasuk menjadi penonton yang sebelumnya tak menjadikan Ganjil Genap sebagai komedi romantis yang perlu ditunggu di bioskop. Tapi rupanya di tangan Bene Dion, Ganjil Genapbisa menjelma menjadi komedi romantis yang segar dengan beberapa pendekatan yang menarik.
Ganjil Genaplangsung menarik perhatian saya dengan opening bertempo cepat, dengan editing yang lincah dan secara efektif memperkenalkan hubungan antara Gala dan Bara yang sudah berpacaran selama delapan tahun. Bagaimana Gala yang secara konsisten selalu bahagia dengan perayaan tahunan mereka dan bagaimana Bara yang dari tahun ke tahun terasa semakin berkurang antusiasmenya dengan perayaan tahunan mereka.
Foto: MD Pictures
Meski tak membaca novelnya, Ganjil Genapbisa memberi tahu kita dengan cara yang kreatif bahwa ada masalah dalam hubungan antara Gala dan Bara. “Spark”-nya ternyata sudah hilang dalam empat tahun hubungan mereka. Padahal keduanya menjalani pacaran hingga delapan tahun. Kita pun bersimpati kepada Gala yang diputuskan oleh Bara begitu saja.
Formula komedi romantis klasik tentang “love-hate relationship” tak ada dalam Ganjil Genap. Tapi konsep soal salah paham masih bisa diolah menjadi sesuatu yang menyegarkan dan menyenangkan penonton yang mudah bosan seperti saya. Dalam episode patah hatinya, Gala bertemu Aiman, cowok charming yang disalahpahaminya.
Sekilas Aiman mirip dengan Bara, tapi skenario memberi ruang lebih pada Aiman dan memberinya latar cerita yang menarik. Ia punya masalah dengan komitmen karena melihat apa yang pernah terjadi pada ayahnya sendiri.
Ia pucat ketika melihat Gala suka dengan anak-anak. Ia gemetar ketika tahu Gala sudah ingin sekali menikah. Aiman yang tumbuh dengan luka-luka masa lalu membuat karakternya menjadi paling menonjol. Terlebih di tangan Oka Antara, Aiman terlihat seperti kesatria tampan berkuda putih yang datang untuk menyelamatkan seorang putri.
Bara pun terus menerus terlihat sebagai pecundang yang justru menjadi faktor lemah dari cerita ini. Pasalnya, ini yang membuat kita percaya bahwa Gala memang tak perlu memberi kesempatan sedikit pun pada Bara untuk bisa kembali ke pelukannya.
Foto: MD Pictures
Filosofi ganjil genap (mengacu pada konsep plat mobil bernomor ganjil genap di Jakarta) yang menarik dan mengikat cerita sayangnya tak pernah betul-betul dieksplorasi. Akhirnya memang terasa sebagai tempelan belaka, meski ada satu momen menariksaat Gala mengumpamakan pernikahan sebagai “ganjil dan genap yang bisa bertemu di tengah”.
Tapi di luar sedikit kelemahan, Ganjil Genaprasanya bisa jadi komedi romantis yang asyik ditonton berulang-ulang hingga puluhan tahun kemudian.
Sebagai penonton yang juga pembuat film, saya membayangkan ending film yang bisa membungkus filosofi “ganjil dan genap yang bertemu di tengah” itu. Saya membayangkan Gala dengan siapa pun pria yang dipilihnya bertemu di tengah lalu lintas sepi di pusat kota di sebuah malam, dengan mobilnya yang bernomor plat genap dan si pria dengan nomor plat mobil ganjil.
Hanya dengan saling menatap, tanpa banyak kata, kita tahu bahwa Gala sudah berhasil menata hatinya yang berantakan. Dan pria yang dipilihnya pun sudah siap untuk berkomitmen dengannya.
Ganjil Genap
Produser: Manoj Punjabi
Sutradara: Bene Dion Rajagukguk
Penulis Skenario: Bene Dion Rajagukguk
Pemain: Clara Bernadeth, Oka Antara, Baskara Mahendra
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Lihat Juga: Sinopsis Film Korea Omniscient Reader's Viewpoint dan Daftar 8 Pemainnya, Bujet Rp354 Miliar
Berbeda dengan sebagian orang yang mengenal Julia pertama kali lewat film Pretty Woman, saya justru pertama kali mengenalnya lewat Notting Hill. Sebuah film yang menjadi semacam “mimpi basahnya para cowok”. Tentang seorang laki-laki biasa yang tiba-tiba dihujani cinta oleh seorang aktris terkenal Hollywood.
Segera saja genre komedi romantis menjadi salah satu genre favorit saya. Sayangnya memang tak mudah menemukan film bergenre tersebut yang menarik ditonton berulang-ulang hingga berpuluh tahun kemudian.
Di jagat sinema Indonesia, genre komedi romantis pun sepertinya bukan genre favorit penonton. Dalam daftar 50 film Indonesia terlaris sepanjang masa, tercatat hanya ada dua judul film dari genre tersebut, yakni Imperfect: Karir, Cinta dan Timbangan(2019) dan Eiffel I’m In Love (2003).
Foto: MD Pictures
Memang kita seperti kesulitan mengingat kapan terakhir kali kita menonton film komedi romantis Indonesia yang bagus. Karena jumlahnya yang tak banyak itu. Sedikit di antaranya adalah Kapan Kawin(2015) yang mempertemukan dua aktor kaliber, Adinia Wirasti dan Reza Rahadian. Di bawah arahan Ody C Harahap yang terbilang memang cakap menangani komedi, Kapan Kawinmenjadi sedikit dari film komedi romantis Indonesia yang menarik ditonton hingga hari ini.
Pertengahan tahun ini jagat sinema Indonesia merilis Ganjil Genap, sebuah adaptasi novel laris dari Almira Bastari. Premisnya biasa saja, mudah sekali ditemukan di tontonan sejenis FTV.
Saya pun termasuk menjadi penonton yang sebelumnya tak menjadikan Ganjil Genap sebagai komedi romantis yang perlu ditunggu di bioskop. Tapi rupanya di tangan Bene Dion, Ganjil Genapbisa menjelma menjadi komedi romantis yang segar dengan beberapa pendekatan yang menarik.
Ganjil Genaplangsung menarik perhatian saya dengan opening bertempo cepat, dengan editing yang lincah dan secara efektif memperkenalkan hubungan antara Gala dan Bara yang sudah berpacaran selama delapan tahun. Bagaimana Gala yang secara konsisten selalu bahagia dengan perayaan tahunan mereka dan bagaimana Bara yang dari tahun ke tahun terasa semakin berkurang antusiasmenya dengan perayaan tahunan mereka.
Foto: MD Pictures
Meski tak membaca novelnya, Ganjil Genapbisa memberi tahu kita dengan cara yang kreatif bahwa ada masalah dalam hubungan antara Gala dan Bara. “Spark”-nya ternyata sudah hilang dalam empat tahun hubungan mereka. Padahal keduanya menjalani pacaran hingga delapan tahun. Kita pun bersimpati kepada Gala yang diputuskan oleh Bara begitu saja.
Formula komedi romantis klasik tentang “love-hate relationship” tak ada dalam Ganjil Genap. Tapi konsep soal salah paham masih bisa diolah menjadi sesuatu yang menyegarkan dan menyenangkan penonton yang mudah bosan seperti saya. Dalam episode patah hatinya, Gala bertemu Aiman, cowok charming yang disalahpahaminya.
Sekilas Aiman mirip dengan Bara, tapi skenario memberi ruang lebih pada Aiman dan memberinya latar cerita yang menarik. Ia punya masalah dengan komitmen karena melihat apa yang pernah terjadi pada ayahnya sendiri.
Ia pucat ketika melihat Gala suka dengan anak-anak. Ia gemetar ketika tahu Gala sudah ingin sekali menikah. Aiman yang tumbuh dengan luka-luka masa lalu membuat karakternya menjadi paling menonjol. Terlebih di tangan Oka Antara, Aiman terlihat seperti kesatria tampan berkuda putih yang datang untuk menyelamatkan seorang putri.
Bara pun terus menerus terlihat sebagai pecundang yang justru menjadi faktor lemah dari cerita ini. Pasalnya, ini yang membuat kita percaya bahwa Gala memang tak perlu memberi kesempatan sedikit pun pada Bara untuk bisa kembali ke pelukannya.
Foto: MD Pictures
Filosofi ganjil genap (mengacu pada konsep plat mobil bernomor ganjil genap di Jakarta) yang menarik dan mengikat cerita sayangnya tak pernah betul-betul dieksplorasi. Akhirnya memang terasa sebagai tempelan belaka, meski ada satu momen menariksaat Gala mengumpamakan pernikahan sebagai “ganjil dan genap yang bisa bertemu di tengah”.
Tapi di luar sedikit kelemahan, Ganjil Genaprasanya bisa jadi komedi romantis yang asyik ditonton berulang-ulang hingga puluhan tahun kemudian.
Sebagai penonton yang juga pembuat film, saya membayangkan ending film yang bisa membungkus filosofi “ganjil dan genap yang bertemu di tengah” itu. Saya membayangkan Gala dengan siapa pun pria yang dipilihnya bertemu di tengah lalu lintas sepi di pusat kota di sebuah malam, dengan mobilnya yang bernomor plat genap dan si pria dengan nomor plat mobil ganjil.
Hanya dengan saling menatap, tanpa banyak kata, kita tahu bahwa Gala sudah berhasil menata hatinya yang berantakan. Dan pria yang dipilihnya pun sudah siap untuk berkomitmen dengannya.
Ganjil Genap
Produser: Manoj Punjabi
Sutradara: Bene Dion Rajagukguk
Penulis Skenario: Bene Dion Rajagukguk
Pemain: Clara Bernadeth, Oka Antara, Baskara Mahendra
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Lihat Juga: Sinopsis Film Korea Omniscient Reader's Viewpoint dan Daftar 8 Pemainnya, Bujet Rp354 Miliar
(ita)