8 Film Remake Ini Jauh Lebih Baik dari Versi Aslinya
loading...
A
A
A
Film remake cenderung membuat penonton membandingkannya dengan film aslinya. Banyak film buatan ulang ini gagal memuaskan harapan penonton karena berbagai macam alasan. Tapi, ada juga yang malah memperbaiki kekurangan film aslinya meski film aslinya sudah bagus.
Inovasi baru dalam teknologi dan perubahan sosial serta budaya semuanya berkontribusi dalam hasrat membarui film klasik. Sejumlah remake lebih bagus dari versi aslinya. Remake bisa berhasil ketika tidak berusaha hanya mereplikasi versi aslinya, tapi, alih-alih menawarkan sesuatu yang baru.
Lewat penggamaran baru film klasik, remake bisa memperbaiki detail sementara mempertahankan jantung film aslinya. Meski ada yang menganggap film aslinya lebih baik karena elemen nostalgia, tidak bisa dimungkiri kalau banyak remake yang membarui banyak elemennya dan memperkuat cerita itu. Sejumlah remake bahkan membuat filmnya menjadi beberapa bagian demi kepuasan cerita dan detail. Apa saja film remake yang lebih bagus dari versi aslinya? Mengutip Collider, simak ulasannya berikut!
Foto: Glamour
Diangkat dari buku anak-anak karya Mary Rodgers pada 1972, Freaky Friday sudah berkali-kali diadaptasi, yang paling menonjol adalah film yang dirilis pada 2003 yang dibintangi Lindsay Lohan dan Jamie Lee Curtis. Freaky Friday mengisahkan tentang seorang ibu dan anak yang terus-terusan bertengkar sampai suatu hari mereka bangun dan sadar kalau mereka bertukar tubuh. Di saat mereka punya kesempatan mengalami satu hari di tubuh berbeda, mereka pun mempelajari bagaimana hidup orang lain.
Remake jadi berhasil ketika menggambarkan ulang versi aslinya dengan cara kreatif. Freaky pada 2020 menambahkan elemen horor di cerita klasik itu. Di film itu seorang anak SMA tahu kalau dia bertukar tubuh dengan seorang pembunuh berantai. Freaky menyeimbangkan horor dan komedi dengan menggambarkan ulang dongeng pertukaran tubuh itu dengan genre baru.
Foto: Know Your Meme
The Mummy yang dirilis pada 1999 lekat dengan sosok Brendan Fraser. Tapi, sebelum versi ini keluar, pada 1932, adaptasi The Mummy memberikan tontonan horor supranatural atas cerita itu. Disutradarai Karl Freund, film itu menjadi salah satu film monster Universal dengan Boris Karloff memberikan penampilan yang meyakinkan sebagai penjahatnya.
Tapi, penonton jadi lebih punya kesenangan dengan remake-nya. Meskipun, versi itu meninggalkan elemen horor untuk lebih menonjolkan genre petualangan dan menjelma menjadi franchise sukses. Film itu juga diuntungkan dari visual mutakhir pada masanya dan percikan api cinta antara Brendan dan Rachel Weisz.
Foto: The New Yorker
Diangkat secara longgar dari Romeo and Juliet karya Shakespeare, West Side Story awalnya dimulai sebagai drama musikal Broadway pada 1957. Tak lama setelahnya, pada 1961, kreator asli drama itu, Jerome Robbins, berkolaborasi dengan sutradara Robert Wise untuk membawa drama itu ke layar lebar. Adaptasi filmnya sukses dengan memenangkan sejumlah Oscar, termasuk Film Terbaik.
Tapi, adaptasi film itu pada 2021 yang dibesut Steven Spielberg membarui kisah cinta tragis klasik itu untuk mencerminkan budaya karakternya dengan lebih baik. Tak seperti pendahulunya pada 1961, yang membuat Natalie Wood dan George Chakiris memakai makeup lebih gelap agar terlihat seperti orang Puerto Rico, Steven meng-casting orang Puerto Rico dan Latin di remake ini. Ini membuat West Side Story versi 2021 ini punya ruang untuk representasi yang lebih akurat. Kesuksesan West Side Story juga membuat Rachel Zegler menjadi aktris keturunan Kolombia pertama yang meraih Golden Globe untuk Aktris Terbaik Musikal.
Foto: The New York Times
Novel horor It karya Stephen King pertama kali diadaptasi menjadi miniseri TV pada 1990. Terlepas dari skenarionya yang setebal 215 halaman, adaptasi karya Tommy Lee Wallace itu masih harus menghapus sejumlah subplot penting dari novel itu untuk mempertahankan durasinya yang sepanjang 3 jam. Meski dianggap bagus, tapi penggemar masih kurang puas dengan adaptasi ini.
Untuk menghindari memadatkan novel 1.138 halaman itu menjadi sebuah film tunggal, remake film horor itu pada 2017 membuat keputusan cerdas dengan membagi adaptasi filmnya menjadi dua chapter untuk masing-masing berfokus pada dua periode waktu di cerita itu. Dengan film pertama berfokus pada pertemuan pertama The Losers Club dengan It pada 1989 dan yang kedua menampilkan versi dewasa mereka kembali ke Derry pada 1996, membuat remake ini berhasil berkat casting yang sempurna karakter muda dan tuanya. Tak seperti adaptasi pada 1990, film ini membuat setiap anggota The Losers Club untuk punya kedalaman lebih.
Foto: USA Today
Dipengaruhi film What Price Hollywood? 1932, cerita tragis seorang cewek yang ingin meraih ketenaran sementara cowoknya menghadapi kemunduran karena kecanduan menemukan rumah di A Star is Born. Meski ada empat film dengan judul sama, versi 1937 dan 1954 film itu yang dibintangi Janet Gaynor dan Judy Garland berfokus pada calon aktor, sementara versi 1976 pindah dari Hollywood ke musik. Sayang, karakter Esther yang diperankan Barbra Streissand terlalu membayangi pemeran utama cowoknya, sehingga dinamika dan usaha romantisnya jadi terlupakan dan kurang chemistry.
Belajar dari pendahulunya, debut sutradara Bradley Cooper membuat dirinya dan Lady Gaga tampil di penceritaan ulang modern atas film itu. Kedua karakternya sama-sama diberi waktu untuk bersinar. A Star is Born versi 2018—bersama soundtrack dan penampilannya yang oke—punya chemistry yang pas untuk menyampaikan film klasik Hollywood itu di abad 21.
Foto: IndieWire
Inovasi baru dalam teknologi dan perubahan sosial serta budaya semuanya berkontribusi dalam hasrat membarui film klasik. Sejumlah remake lebih bagus dari versi aslinya. Remake bisa berhasil ketika tidak berusaha hanya mereplikasi versi aslinya, tapi, alih-alih menawarkan sesuatu yang baru.
Lewat penggamaran baru film klasik, remake bisa memperbaiki detail sementara mempertahankan jantung film aslinya. Meski ada yang menganggap film aslinya lebih baik karena elemen nostalgia, tidak bisa dimungkiri kalau banyak remake yang membarui banyak elemennya dan memperkuat cerita itu. Sejumlah remake bahkan membuat filmnya menjadi beberapa bagian demi kepuasan cerita dan detail. Apa saja film remake yang lebih bagus dari versi aslinya? Mengutip Collider, simak ulasannya berikut!
8. Freaky — 2020
Foto: Glamour
Diangkat dari buku anak-anak karya Mary Rodgers pada 1972, Freaky Friday sudah berkali-kali diadaptasi, yang paling menonjol adalah film yang dirilis pada 2003 yang dibintangi Lindsay Lohan dan Jamie Lee Curtis. Freaky Friday mengisahkan tentang seorang ibu dan anak yang terus-terusan bertengkar sampai suatu hari mereka bangun dan sadar kalau mereka bertukar tubuh. Di saat mereka punya kesempatan mengalami satu hari di tubuh berbeda, mereka pun mempelajari bagaimana hidup orang lain.
Remake jadi berhasil ketika menggambarkan ulang versi aslinya dengan cara kreatif. Freaky pada 2020 menambahkan elemen horor di cerita klasik itu. Di film itu seorang anak SMA tahu kalau dia bertukar tubuh dengan seorang pembunuh berantai. Freaky menyeimbangkan horor dan komedi dengan menggambarkan ulang dongeng pertukaran tubuh itu dengan genre baru.
7. The Mummy — 1999
Foto: Know Your Meme
The Mummy yang dirilis pada 1999 lekat dengan sosok Brendan Fraser. Tapi, sebelum versi ini keluar, pada 1932, adaptasi The Mummy memberikan tontonan horor supranatural atas cerita itu. Disutradarai Karl Freund, film itu menjadi salah satu film monster Universal dengan Boris Karloff memberikan penampilan yang meyakinkan sebagai penjahatnya.
Tapi, penonton jadi lebih punya kesenangan dengan remake-nya. Meskipun, versi itu meninggalkan elemen horor untuk lebih menonjolkan genre petualangan dan menjelma menjadi franchise sukses. Film itu juga diuntungkan dari visual mutakhir pada masanya dan percikan api cinta antara Brendan dan Rachel Weisz.
6. West Side Story — 2021
Foto: The New Yorker
Diangkat secara longgar dari Romeo and Juliet karya Shakespeare, West Side Story awalnya dimulai sebagai drama musikal Broadway pada 1957. Tak lama setelahnya, pada 1961, kreator asli drama itu, Jerome Robbins, berkolaborasi dengan sutradara Robert Wise untuk membawa drama itu ke layar lebar. Adaptasi filmnya sukses dengan memenangkan sejumlah Oscar, termasuk Film Terbaik.
Tapi, adaptasi film itu pada 2021 yang dibesut Steven Spielberg membarui kisah cinta tragis klasik itu untuk mencerminkan budaya karakternya dengan lebih baik. Tak seperti pendahulunya pada 1961, yang membuat Natalie Wood dan George Chakiris memakai makeup lebih gelap agar terlihat seperti orang Puerto Rico, Steven meng-casting orang Puerto Rico dan Latin di remake ini. Ini membuat West Side Story versi 2021 ini punya ruang untuk representasi yang lebih akurat. Kesuksesan West Side Story juga membuat Rachel Zegler menjadi aktris keturunan Kolombia pertama yang meraih Golden Globe untuk Aktris Terbaik Musikal.
5. It: Chapter 1 dan 2 — 2017 dan 2019
Foto: The New York Times
Novel horor It karya Stephen King pertama kali diadaptasi menjadi miniseri TV pada 1990. Terlepas dari skenarionya yang setebal 215 halaman, adaptasi karya Tommy Lee Wallace itu masih harus menghapus sejumlah subplot penting dari novel itu untuk mempertahankan durasinya yang sepanjang 3 jam. Meski dianggap bagus, tapi penggemar masih kurang puas dengan adaptasi ini.
Untuk menghindari memadatkan novel 1.138 halaman itu menjadi sebuah film tunggal, remake film horor itu pada 2017 membuat keputusan cerdas dengan membagi adaptasi filmnya menjadi dua chapter untuk masing-masing berfokus pada dua periode waktu di cerita itu. Dengan film pertama berfokus pada pertemuan pertama The Losers Club dengan It pada 1989 dan yang kedua menampilkan versi dewasa mereka kembali ke Derry pada 1996, membuat remake ini berhasil berkat casting yang sempurna karakter muda dan tuanya. Tak seperti adaptasi pada 1990, film ini membuat setiap anggota The Losers Club untuk punya kedalaman lebih.
4. A Star is Born — 2018
Foto: USA Today
Dipengaruhi film What Price Hollywood? 1932, cerita tragis seorang cewek yang ingin meraih ketenaran sementara cowoknya menghadapi kemunduran karena kecanduan menemukan rumah di A Star is Born. Meski ada empat film dengan judul sama, versi 1937 dan 1954 film itu yang dibintangi Janet Gaynor dan Judy Garland berfokus pada calon aktor, sementara versi 1976 pindah dari Hollywood ke musik. Sayang, karakter Esther yang diperankan Barbra Streissand terlalu membayangi pemeran utama cowoknya, sehingga dinamika dan usaha romantisnya jadi terlupakan dan kurang chemistry.
Belajar dari pendahulunya, debut sutradara Bradley Cooper membuat dirinya dan Lady Gaga tampil di penceritaan ulang modern atas film itu. Kedua karakternya sama-sama diberi waktu untuk bersinar. A Star is Born versi 2018—bersama soundtrack dan penampilannya yang oke—punya chemistry yang pas untuk menyampaikan film klasik Hollywood itu di abad 21.
3. Little Women — 2019
Foto: IndieWire