CERMIN: Permaisuri dalam Hidupnya yang Sepi
Sabtu, 03 Desember 2022 - 08:11 WIB
JAKARTA - Tahun 2019. Dalam usia 40, saya merasakan kegelisahan luar biasa. Sejumlah ketakutan menjalar di bawah alam sadar dan masih terus terasa hingga kini.
Dalam usia 40, Permaisuri Elisabeth dari Austria, juga merasakan hal yang kurang lebih sama. Ia merasakan kegelisahan, diam-diam merasakan kegilaan dan kecemasan dan di satu titik juga merasakan gelora nafsu yang berapi-api.
Ada satu titik saat usia 40 bisa jadi terasa seperti usia 20. Usia saat kita mulai melihat dunia dengan cara pandang yang berbeda. Usia saat kita merasakan gejolak nafsu yang kadang susah dikendalikan. Usia saat kita kadang tak tahu bagaimana merespons hidup yang memperlakukan kita.
Tapi saya jelas bukan Permaisuri Elisabeth. Perempuan dengan martabat paling terpandang di kerajaan. Istri raja yang disegani, ibu dari dua anak yang berbakti dan seseorang yang ingin dipandang lebih dari sekedar itu semua. Elisabeth ingin menjadi Elisabeth yang bebas, merdeka, merayakan segala kegelisahan sekaligus kegilaan yang ingin dilakukannya.
Foto: KlikFilm
Film Corsageyang tayang di KlikFilm memotret semua itu dari sudut pandang yang feminin. Dunia permaisuri adalah dunia yang sepi. Dunia yang hanya dihuni 1-2 orang sahabat dan puluhan pelayan yang siap melayaninya kapan saja. Dunia yang didominasi perempuan yang tunduk. Padahal Elisabeth bukan perempuan seperti itu.
Pada abad ke-19, perempuan adalah warga kelas dua. Di kerajaan, bisa jadi mereka dianggap sekadar perhiasan yang memantaskan sang raja. Sebagian besar dari mereka berusaha mengerti posisinya dan menjalankannya dengan takzim. Tapi tidak dengan Elisabeth.
Di dunianya yang sepi, Elisabeth memberontak dengan caranya sendiri. Ia mencari perhatian dengan caranya sendiri. Ia mencoba menemukan kembali dirinya, mencoba terkoneksi dengan dunia luar, mencoba berdamai dengan dirinya sendiri. Tapi itu adalah pekerjaan yang tak mudah, terutama bagi seorang permaisuri.
Elisabeth mencoba segala cara untuk terkoneksi dengan dirinya sendiri. Termasuk dengan menemukan kembali cintanya. Mencoba bermain api dengan laki-laki lain. Mencoba meredam gejolak nafsunya yang berapi-api. Tapi ia tak kuasa menemukan apa yang dicarinya.
Foto: KlikFilm
Mungkin yang Elisabeth cari memang bukan sesuatu yang bisa digapainya. Tapi ia berusaha meraihnya dengan segala cara. Mungkin yang Elisabeth akan temukan pun bukan sesuatu yang benar-benar diinginkannya. Tapi setidaknya ia mencoba untuk memberontak dan membebaskan diri dari kungkungan yang tak terlihat.
Baca Juga: CERMIN: Pembunuh Berdarah Dingin tanpa Darah di Tangannya
Dan kungkungan itu kadang berupa pandangan orang lain terhadapnya. Bagaimana citranya sebagai seorang permaisuri yang sudah terbentuk terlebih dahulu di mata publik. Dan citra yang berpuluh tahun itu dilanggengkan dengan segala cara dan Elisabeth tak kuasa untuk melawannya. Tapi ia melawan dengan caranya sendiri.
Korset yang selalu membelit dirinya dan membelit hidupnya akhirnya dilepaskannya. Rambut panjang terurai yang selalu bergelung diguntingnya hingga pendek. Hidup yang terasa sepi baginya selama bertahun-tahun ingin dijalaninya sekuatnya. Dalam usia 40, Elisabeth ingin merasakan kebebasannya, ingin merasakan hidup sesungguhnya, dan sekaligus ingin mengakhiri hidupnya.
Foto: KlikFilm
Tapi hidup memang tak selalu semudah yang diperkirakan. Ia tak selalu seindah yang dibayangkan. Elisabeth yang bergelimang harta dan fasilitas, toh, tak bisa terhindar dari sepi. Sebuah rasa yang membelitnya selama bertahun-tahun dan ingin dilepaskannya agar hidupnya kembali lega.
Dalam usia 40, Permaisuri Elisabeth dari Austria, juga merasakan hal yang kurang lebih sama. Ia merasakan kegelisahan, diam-diam merasakan kegilaan dan kecemasan dan di satu titik juga merasakan gelora nafsu yang berapi-api.
Ada satu titik saat usia 40 bisa jadi terasa seperti usia 20. Usia saat kita mulai melihat dunia dengan cara pandang yang berbeda. Usia saat kita merasakan gejolak nafsu yang kadang susah dikendalikan. Usia saat kita kadang tak tahu bagaimana merespons hidup yang memperlakukan kita.
Tapi saya jelas bukan Permaisuri Elisabeth. Perempuan dengan martabat paling terpandang di kerajaan. Istri raja yang disegani, ibu dari dua anak yang berbakti dan seseorang yang ingin dipandang lebih dari sekedar itu semua. Elisabeth ingin menjadi Elisabeth yang bebas, merdeka, merayakan segala kegelisahan sekaligus kegilaan yang ingin dilakukannya.
Foto: KlikFilm
Film Corsageyang tayang di KlikFilm memotret semua itu dari sudut pandang yang feminin. Dunia permaisuri adalah dunia yang sepi. Dunia yang hanya dihuni 1-2 orang sahabat dan puluhan pelayan yang siap melayaninya kapan saja. Dunia yang didominasi perempuan yang tunduk. Padahal Elisabeth bukan perempuan seperti itu.
Pada abad ke-19, perempuan adalah warga kelas dua. Di kerajaan, bisa jadi mereka dianggap sekadar perhiasan yang memantaskan sang raja. Sebagian besar dari mereka berusaha mengerti posisinya dan menjalankannya dengan takzim. Tapi tidak dengan Elisabeth.
Di dunianya yang sepi, Elisabeth memberontak dengan caranya sendiri. Ia mencari perhatian dengan caranya sendiri. Ia mencoba menemukan kembali dirinya, mencoba terkoneksi dengan dunia luar, mencoba berdamai dengan dirinya sendiri. Tapi itu adalah pekerjaan yang tak mudah, terutama bagi seorang permaisuri.
Elisabeth mencoba segala cara untuk terkoneksi dengan dirinya sendiri. Termasuk dengan menemukan kembali cintanya. Mencoba bermain api dengan laki-laki lain. Mencoba meredam gejolak nafsunya yang berapi-api. Tapi ia tak kuasa menemukan apa yang dicarinya.
Foto: KlikFilm
Mungkin yang Elisabeth cari memang bukan sesuatu yang bisa digapainya. Tapi ia berusaha meraihnya dengan segala cara. Mungkin yang Elisabeth akan temukan pun bukan sesuatu yang benar-benar diinginkannya. Tapi setidaknya ia mencoba untuk memberontak dan membebaskan diri dari kungkungan yang tak terlihat.
Baca Juga: CERMIN: Pembunuh Berdarah Dingin tanpa Darah di Tangannya
Dan kungkungan itu kadang berupa pandangan orang lain terhadapnya. Bagaimana citranya sebagai seorang permaisuri yang sudah terbentuk terlebih dahulu di mata publik. Dan citra yang berpuluh tahun itu dilanggengkan dengan segala cara dan Elisabeth tak kuasa untuk melawannya. Tapi ia melawan dengan caranya sendiri.
Korset yang selalu membelit dirinya dan membelit hidupnya akhirnya dilepaskannya. Rambut panjang terurai yang selalu bergelung diguntingnya hingga pendek. Hidup yang terasa sepi baginya selama bertahun-tahun ingin dijalaninya sekuatnya. Dalam usia 40, Elisabeth ingin merasakan kebebasannya, ingin merasakan hidup sesungguhnya, dan sekaligus ingin mengakhiri hidupnya.
Foto: KlikFilm
Tapi hidup memang tak selalu semudah yang diperkirakan. Ia tak selalu seindah yang dibayangkan. Elisabeth yang bergelimang harta dan fasilitas, toh, tak bisa terhindar dari sepi. Sebuah rasa yang membelitnya selama bertahun-tahun dan ingin dilepaskannya agar hidupnya kembali lega.
tulis komentar anda