10 Ending Film Superhero Paling Jelek sampai Saat Ini
Rabu, 23 November 2022 - 08:14 WIB
Ending Wonder Woman 1984 tidak memuaskan dan antikilimatik. Setelah menyeimbangkan bobot berharap pada Dreamstone dan menghadapi konsekuensinya, konflik akhirnya diselesaikan dengan mengekspos kebenaran dan membuat karakternya melepaskan keinginan mereka. Itu meremehkan filmnya dan menyingkirkan semua konsekuensi yang tersisa, yang membuatnya nyaris tidak relevan bagi serial itu secara keseluruhan. Wonder Woman 1984 bisa ditonton di HBO Go.
Foto: YouTube
Terlepas dari banyaknya hype, Suicide Squad sangat dikritik atas plot dan penyutradaraannya. Film ini punya premis menarik dan dimulai sebagai film kuat. Tapi, finale-nya terburu-buru dan kurang kedalaman. Banyak karakternya bertindak tanpa alasan. Antagonis film ini terasa tidak terkait dari keseluruhan plot.
Plot Suicide Squad berputar di sekitar sejumlah penjahat yang dipenjara. Berkat program baru, mereka dibiarkan mendapatkan pengurangan vonis dengan bergabung tim respons manusia super. Tapi, plotnya ini segera runtuh, kacau dengan apakah antagonisnya adalah Enchantress dan Incubus, Joker, atau Waller. Meski tidak punya motivasi untuk melakukannya, para karakter itu menyelesaikan misi dan mengakhiri film itu dengan catatan kasar. Suicide Squad bisa ditonton di HBO Go.
Foto: The New York Times
Penerimaan terhadap Captain Marvel sangat terpecah di antara audiens setelah perilisannya. Sejumlah orang memuji film itu atas penampilan dan tone-nya, sementara yang lain mengkritik plot dan skenarionya. Terlepas dari niat terbaiknya, tema film itu karut marut dan plot jeleknya mengurangi dampak emosionalnya.
Setelah menemukan kalau ingatannya hilang Carol Danvers—yang akhirnya menjadi Captain Marvel—berhasil menyingkirkan implant di otaknya yang menenekan kekuatannya. Tapi, pengungkapan itu adalah semacam deus ex machina dan menyingkirkan semua ketegangan serta pertaruhan di konfrontasi akhir film itu. Ending-nya terasa tidak layak dan menjauh dari perkembangan emosi karakternya di sepanjang film. Captain Marvel bisa ditonton di Disney+ Hotstar.
Foto: Vanity Fair
Justice League asli yang dirilis di bioskop diterima dengan buruk oleh audiens. Sementara, perilisan ulangnya yang lebih panjang—Zack Snyder’s Justice League—lebih diapresisasi. Plot film itu yang mengecewakan berjuang untuk menyeimbangkan cast karakternya yang banyak dengan lajunya dengan baik.
Justice League terlalu ambisius. Endingnya kasar dan dikembangkan dengan jelek. Pertarungan akhir antara Justice League dan Steppenwolf terasa diburu-buru dan keluar dari jalur, terutama menyusul konfrontasi dengan Superman. Aksi karakternya, terutama Superman, punya sedikit sampai tidak ada kedalaman atau motivasi dan terasa keluar jalur di tengah plot yang membingungkan. Justice League bisa ditonton di HBO Go.
Foto: Plugged In
X-Men Origins: Wolverine, prekuel pertama di trilogi asli X-Men, adalah salah satu film paling lemah Marvel. Film ini dikritik atas skripnya yang buruk dan penggunaan trope yang berlebihan. Film ini juga berjuang mengaitkan cerita latar Wolverine dengan peristiwa di X-Men dan X2.
Di X-Men Origins: Wolverine, pengaruh Stryker terhadap Wolverine dan masa lalunya akhirnya terungkap. Setelah mengikat adamantium ke tengkoraknya dan mengeksperimen kemampuan penyembuhannya, Logan kabur dari Stryker hanya untuk kemudian menghadapinya di finale film itu. Logan kalah ketika Stryker menembak kepalanya dan menghapus ingatannya. Ingatan Logan adalah bagian inti trilogi X-Men, tapi sumber sebenarnya terasa antiklimatik dengan cara yang disampaikan di film. X-Men Origins: Wolverine bisa ditonton di Disney+ Hotstar.
Foto: Wired
Film kedua di franchise Thor, Thor: The Dark World, sangat dikritik atas plotnya yang dangkal dan penjahatnya yang biasa. Terlepas dari penampilan solid Chris Hemsworth dan Tom Hiddleston, antagonis film itu diperlakukan seperti gawai plot, tanpa motivasi dan kedalaman. Bahkan ending tragis film itu dikacaukan dengan twist plot murahan demi menjaga agar Loki tetap relevan pada franchise itu.
6. Suicide Squad
Foto: YouTube
Terlepas dari banyaknya hype, Suicide Squad sangat dikritik atas plot dan penyutradaraannya. Film ini punya premis menarik dan dimulai sebagai film kuat. Tapi, finale-nya terburu-buru dan kurang kedalaman. Banyak karakternya bertindak tanpa alasan. Antagonis film ini terasa tidak terkait dari keseluruhan plot.
Plot Suicide Squad berputar di sekitar sejumlah penjahat yang dipenjara. Berkat program baru, mereka dibiarkan mendapatkan pengurangan vonis dengan bergabung tim respons manusia super. Tapi, plotnya ini segera runtuh, kacau dengan apakah antagonisnya adalah Enchantress dan Incubus, Joker, atau Waller. Meski tidak punya motivasi untuk melakukannya, para karakter itu menyelesaikan misi dan mengakhiri film itu dengan catatan kasar. Suicide Squad bisa ditonton di HBO Go.
5. Captain Marvel
Foto: The New York Times
Penerimaan terhadap Captain Marvel sangat terpecah di antara audiens setelah perilisannya. Sejumlah orang memuji film itu atas penampilan dan tone-nya, sementara yang lain mengkritik plot dan skenarionya. Terlepas dari niat terbaiknya, tema film itu karut marut dan plot jeleknya mengurangi dampak emosionalnya.
Setelah menemukan kalau ingatannya hilang Carol Danvers—yang akhirnya menjadi Captain Marvel—berhasil menyingkirkan implant di otaknya yang menenekan kekuatannya. Tapi, pengungkapan itu adalah semacam deus ex machina dan menyingkirkan semua ketegangan serta pertaruhan di konfrontasi akhir film itu. Ending-nya terasa tidak layak dan menjauh dari perkembangan emosi karakternya di sepanjang film. Captain Marvel bisa ditonton di Disney+ Hotstar.
4. Justice League
Foto: Vanity Fair
Justice League asli yang dirilis di bioskop diterima dengan buruk oleh audiens. Sementara, perilisan ulangnya yang lebih panjang—Zack Snyder’s Justice League—lebih diapresisasi. Plot film itu yang mengecewakan berjuang untuk menyeimbangkan cast karakternya yang banyak dengan lajunya dengan baik.
Justice League terlalu ambisius. Endingnya kasar dan dikembangkan dengan jelek. Pertarungan akhir antara Justice League dan Steppenwolf terasa diburu-buru dan keluar dari jalur, terutama menyusul konfrontasi dengan Superman. Aksi karakternya, terutama Superman, punya sedikit sampai tidak ada kedalaman atau motivasi dan terasa keluar jalur di tengah plot yang membingungkan. Justice League bisa ditonton di HBO Go.
3. X-Men Origins: Wolverine
Foto: Plugged In
X-Men Origins: Wolverine, prekuel pertama di trilogi asli X-Men, adalah salah satu film paling lemah Marvel. Film ini dikritik atas skripnya yang buruk dan penggunaan trope yang berlebihan. Film ini juga berjuang mengaitkan cerita latar Wolverine dengan peristiwa di X-Men dan X2.
Di X-Men Origins: Wolverine, pengaruh Stryker terhadap Wolverine dan masa lalunya akhirnya terungkap. Setelah mengikat adamantium ke tengkoraknya dan mengeksperimen kemampuan penyembuhannya, Logan kabur dari Stryker hanya untuk kemudian menghadapinya di finale film itu. Logan kalah ketika Stryker menembak kepalanya dan menghapus ingatannya. Ingatan Logan adalah bagian inti trilogi X-Men, tapi sumber sebenarnya terasa antiklimatik dengan cara yang disampaikan di film. X-Men Origins: Wolverine bisa ditonton di Disney+ Hotstar.
2. Thor: The Dark World
Foto: Wired
Film kedua di franchise Thor, Thor: The Dark World, sangat dikritik atas plotnya yang dangkal dan penjahatnya yang biasa. Terlepas dari penampilan solid Chris Hemsworth dan Tom Hiddleston, antagonis film itu diperlakukan seperti gawai plot, tanpa motivasi dan kedalaman. Bahkan ending tragis film itu dikacaukan dengan twist plot murahan demi menjaga agar Loki tetap relevan pada franchise itu.
tulis komentar anda