CERMIN: Pertikaian Gatotkaca dan Ayahnya
Rabu, 16 November 2022 - 15:56 WIB
JAKARTA - Tahun 2022. Saat dunia sedang memulihkan diri dari serangan pandemi selama dua tahun, kita kedatangan pahlawan asli Indonesia: Gatotkaca.
Saya yang asli Sulawesi perlu mengakui sedari awal bahwa saya tak paham soal pewayangan sedikit pun. Nama Gatotkaca hingga soal pertempuran Baratayudha juga hal yang samar terdengar di telinga. Namun mengenalkan tokoh pewayangan seperti Gatotkaca melalui film bagi yang awam seperti saya adalah cara terbaik.
Film adalah medium terbaik untuk bercerita. Mungkin saya tak jernih berpendapat karena saya juga pembuat film, tapi film memudahkan segala orang dari semua kalangan bisa mengakses film dan menontonnya kapan saja.
Film bioskop Satria Dewa: Gatotkacayang kini diputar di Netflix juga memungkinkan kita masuk ke semesta penceritaan tentang sosok tokoh perwayangan paling terkenal di bumi Nusantara ini.
Seperti Superman hingga Spiderman yang terus diremajakan, juga ada upaya sadar sepenuhnya dari pembuat Satria Dewa: Gatotkacauntuk membuat cerita yang relevan dan terasa kekinian bagi generasi sekarang. Karena itulah, film ini berpijak pada masa sekarang dan membuat kita percaya bahwa Gatotkaca bisa ada di sekitar kita, bahkan mungkin berwujud seperti Rizky Nazar.
Foto: Satria Dewa Studio
Lupakan wayang dengan segala filosofinya yang mungkin mumet-njlimet bagi anak muda sekarang. Lupakan juga sosok Gatotkaca yang selalu dikesankan gagah dan berkumis. Hanung Bramantyo mencoba melahirkan sosok Gatotkaca yang terasa ideal untuk kondisi sekarang. Pilihan berani atas Rizky adalah sebuah pertaruhan.
Memproduksi genre superhero di Indonesia adalah sebuah pertaruhan besar. Skala produksinya sudah pasti masif dengan dukungan kapital yang tak main-main. Karena itu perlu memberi apresiasi kepada para perintis yang berani memproduksi film yang menelan biaya hingga puluhan miliar.
Baca Juga: CERMIN: Senjata dan Indonesia di Tangan Pelobi
Upaya rintisan ini kelak akan sangat berguna bagi penerus yang akan terus berjuang memperkenalkan tokoh-tokoh khas Indonesia, khususnya dari khazanah pewayangan, menjelma menjadi film layar lebar.
Sebenarnya kita memang punya materi cerita berlimpah sejak dulu untuk genre superhero. Sudah saatnya anak-anak kita tak cuma akrab dengan Superman atau Spiderman, tapi mereka pun kini bisa mengagumi Gatotkaca.
Ia adalah sosok karismatik dalam wujud anak muda bernama Yuda. Ia yang luntang-lantung mencari pekerjaan, tapi tetap berbakti pada ibunya dan sangat setia pada persahabatannya dengan Erlangga.
Foto: Satria Dewa Studio
Satria Dewa: Gatotkaca mencoba membuat kisah yang kompleks yang terjadi di sekeliling Gatotkaca menjadi sesederhana bahwa ini adalah kisah ayah dan anak. Kisah tentang seorang ayah yang menghilang dari kehidupan sang anak, kisah seorang anak yang membenci ayahnya yang meninggalkannya ibunya dan dirinya begitu saja, serta kisah tentang pengorbanan hingga kesalahpahaman.
Hanung Bramantyo adalah sosok yang selalu cerdik mereduksi soal-soal besar untuk diletakkannya menjadi kisah-kisah personal. Dan tentu saja perlu dilakukannya agar penonton seperti saya merasa relevan dengannya.
Di balik dialog-dialog yang sering membuat kening berkerut, di balik informasi yang sebagian besar dituturkan melalui dialog dan bukan visual, di balik pertarungan hebat Gatotkaca dengan musuh-musuh yang tiba-tiba muncul satu demi satu, kita melihat Gatotkaca sebagaimana kita: seseorang yang memendam rasa rindu dan kepedihan karena ditinggal sang ayah.
Saya yang asli Sulawesi perlu mengakui sedari awal bahwa saya tak paham soal pewayangan sedikit pun. Nama Gatotkaca hingga soal pertempuran Baratayudha juga hal yang samar terdengar di telinga. Namun mengenalkan tokoh pewayangan seperti Gatotkaca melalui film bagi yang awam seperti saya adalah cara terbaik.
Film adalah medium terbaik untuk bercerita. Mungkin saya tak jernih berpendapat karena saya juga pembuat film, tapi film memudahkan segala orang dari semua kalangan bisa mengakses film dan menontonnya kapan saja.
Film bioskop Satria Dewa: Gatotkacayang kini diputar di Netflix juga memungkinkan kita masuk ke semesta penceritaan tentang sosok tokoh perwayangan paling terkenal di bumi Nusantara ini.
Seperti Superman hingga Spiderman yang terus diremajakan, juga ada upaya sadar sepenuhnya dari pembuat Satria Dewa: Gatotkacauntuk membuat cerita yang relevan dan terasa kekinian bagi generasi sekarang. Karena itulah, film ini berpijak pada masa sekarang dan membuat kita percaya bahwa Gatotkaca bisa ada di sekitar kita, bahkan mungkin berwujud seperti Rizky Nazar.
Foto: Satria Dewa Studio
Lupakan wayang dengan segala filosofinya yang mungkin mumet-njlimet bagi anak muda sekarang. Lupakan juga sosok Gatotkaca yang selalu dikesankan gagah dan berkumis. Hanung Bramantyo mencoba melahirkan sosok Gatotkaca yang terasa ideal untuk kondisi sekarang. Pilihan berani atas Rizky adalah sebuah pertaruhan.
Memproduksi genre superhero di Indonesia adalah sebuah pertaruhan besar. Skala produksinya sudah pasti masif dengan dukungan kapital yang tak main-main. Karena itu perlu memberi apresiasi kepada para perintis yang berani memproduksi film yang menelan biaya hingga puluhan miliar.
Baca Juga: CERMIN: Senjata dan Indonesia di Tangan Pelobi
Upaya rintisan ini kelak akan sangat berguna bagi penerus yang akan terus berjuang memperkenalkan tokoh-tokoh khas Indonesia, khususnya dari khazanah pewayangan, menjelma menjadi film layar lebar.
Sebenarnya kita memang punya materi cerita berlimpah sejak dulu untuk genre superhero. Sudah saatnya anak-anak kita tak cuma akrab dengan Superman atau Spiderman, tapi mereka pun kini bisa mengagumi Gatotkaca.
Ia adalah sosok karismatik dalam wujud anak muda bernama Yuda. Ia yang luntang-lantung mencari pekerjaan, tapi tetap berbakti pada ibunya dan sangat setia pada persahabatannya dengan Erlangga.
Foto: Satria Dewa Studio
Satria Dewa: Gatotkaca mencoba membuat kisah yang kompleks yang terjadi di sekeliling Gatotkaca menjadi sesederhana bahwa ini adalah kisah ayah dan anak. Kisah tentang seorang ayah yang menghilang dari kehidupan sang anak, kisah seorang anak yang membenci ayahnya yang meninggalkannya ibunya dan dirinya begitu saja, serta kisah tentang pengorbanan hingga kesalahpahaman.
Hanung Bramantyo adalah sosok yang selalu cerdik mereduksi soal-soal besar untuk diletakkannya menjadi kisah-kisah personal. Dan tentu saja perlu dilakukannya agar penonton seperti saya merasa relevan dengannya.
Di balik dialog-dialog yang sering membuat kening berkerut, di balik informasi yang sebagian besar dituturkan melalui dialog dan bukan visual, di balik pertarungan hebat Gatotkaca dengan musuh-musuh yang tiba-tiba muncul satu demi satu, kita melihat Gatotkaca sebagaimana kita: seseorang yang memendam rasa rindu dan kepedihan karena ditinggal sang ayah.
tulis komentar anda