CERMIN: Surat dari Angga
Sabtu, 27 Agustus 2022 - 15:00 WIB
JAKARTA - Tahun 2005. Saya yang merasa salah jurusan dengan berkuliah di Fakultas Kedokteran didatangi Angga Sasongko dan Muhammad Zaidy di Makassar. Dan selebihnya adalah sejarah.
Suatu hari pada akhir 2005, saya didatangi Angga dan Zaidy di Makassar. Angga meminta saya secara langsung untuk membantu produksi film panjang pertamanya. Saya merasa tersanjung dan pada saat yang sama merasa deg-degan. Karena tawaran ini terlalu menarik untuk dilewatkan, saya menyanggupi untuk hijrah ke Jakarta.
Dan selebihnya adalah sejarah. Angga kelak dikenal sebagai salah satu sutradara garda depan Indonesia dan berhasil membesarkan Visinema Pictures. Sementara Zaidy kelak dikenal sebagai pendiri sekaligus produser Palari Films yang melahirkan banyak film bagus di negeri ini.
Meski sudah bertahun-tahun tak bertemu Angga, tentu saja saya mengikuti perkembangan kariernya. Saya menonton sebagian besar filmnya di bioskop pada hari pertama rilis. Saya mengikuti apa saja yang menggelisahkannya melalui karya-karya yang dibuatnya. Dan saya tahu satu hal, betapa Angga cinta betul pada film Indonesia, seperti saya dan sebagian besar pembuat film lainnya di negeri ini.
Foto: Visinema Pictures
Kecintaan Angga terlihat dari bagaimana ia selalu ingin melahirkan kebaruan dari karya-karyanya. Ia menolak mengikuti tren. Dulu saya mengingat Angga memang seperti itu, ia tak ingin masuk ke arus besar, ia ingin berada di sisi yang disebutnya sidestream.
Saya kira spirit ini adalah bukti cinta untuk melihat film Indonesia terus bertumbuh, bukan saja dari pencapaian jumlah penonton, tapi terutama tentang ide-ide besar dari karya yang dibuat hingga cara karya-karya itu dibuat sedemikian serius dan mempertaruhkan kapital yang begitu besar.
Mencuri Raden Salehmenjadi semacam surat cinta dari Angga. Betapa ia mencintai film Indonesia dan ingin membuat penontonnya terus mencintai filmnya sendiri. Tapi ia tak ingin itu semata jadi jargon. Ia ingin film Indonesia juga terus berkembang, sebagaimana penonton yang juga kini begitu mudahnya mendapatkan referensi film dari seluruh dunia.
Mencuri Raden Saleh memperlihatkan determinasi Angga tentang bagaimana mewujudkan mimpinya. Ia memupuk mimpi itu bertahun-tahun, dengan sabar membangunnya bata demi bata dan kelak mengerahkan seluruh energi dan daya kreatifnya untuk membuat karya yang kelak tak hanya bisa dibanggakan olehnya dan semua orang yang terlibat didalamnya, juga oleh penonton film Indonesia.
Foto: Visinema Pictures
Untuk pertama kalinya, kita melihat film hiburan dibuat dengan skala sebesar dan seserius ini di Indonesia. Semua aspek dipikirkan secara matang, semua elemen dihitung secara cermat dan hasilnya adalah sebuah disrupsi. Sebagaimana Nussayang menjadi tonggak baru dari wilayah animasi, Mencuri Raden Salehjuga menciptakan kegemparan karena akhirnya kita punya film bertema heist/pencurian yang dibuat gila-gilaan dan percaya diri bahwa tontonan ini akan menghibur banyak orang.
Baca Juga: CERMIN: Badai Pasti Berlalu
Sekaligus pula ini adalah upaya Angga yang mencintai seni untuk memperkenalkan seni lukis ke anak muda. Banyak anak muda yang mungkin tak ngeh dengan nama-nama seniman besar seperti Raden Saleh, Affandi, hingga Agus Suwage. Mencuri Raden Salehdengan cerdik memperkenalkannya kepada generasi yang sebelumnya mungkin jarang sekali terpapar dengan nama-nama itu.
Mencuri Raden Salehjuga dengan brilian membuat penonton penasaran dengan yang sesungguhnya terjadi dengan peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock pada 28 Maret 1830. Pihak penjajah sempat mendistorsi kenyataan sejarah dengan menuliskan dan menyebarkannya kepada masyarakat.
Foto: Visinema Pictures
Namun seorang seniman bernama Raden Saleh menolak untuk percaya hal itu. Ia menggunakan seni lukis untuk menunjukkan perlawanannya dengan distorsi sejarah itu. Lalu 27 tahun setelah peristiwa itu, ia melukis apa yang menurutnya sesungguhnya terjadi. Sisanya adalah sejarah. Hingga hari ini, lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro menjadi salah satu lukisan paling bersejarah sekaligus paling bernilai yang pernah dibuat.
Suatu hari pada akhir 2005, saya didatangi Angga dan Zaidy di Makassar. Angga meminta saya secara langsung untuk membantu produksi film panjang pertamanya. Saya merasa tersanjung dan pada saat yang sama merasa deg-degan. Karena tawaran ini terlalu menarik untuk dilewatkan, saya menyanggupi untuk hijrah ke Jakarta.
Dan selebihnya adalah sejarah. Angga kelak dikenal sebagai salah satu sutradara garda depan Indonesia dan berhasil membesarkan Visinema Pictures. Sementara Zaidy kelak dikenal sebagai pendiri sekaligus produser Palari Films yang melahirkan banyak film bagus di negeri ini.
Meski sudah bertahun-tahun tak bertemu Angga, tentu saja saya mengikuti perkembangan kariernya. Saya menonton sebagian besar filmnya di bioskop pada hari pertama rilis. Saya mengikuti apa saja yang menggelisahkannya melalui karya-karya yang dibuatnya. Dan saya tahu satu hal, betapa Angga cinta betul pada film Indonesia, seperti saya dan sebagian besar pembuat film lainnya di negeri ini.
Foto: Visinema Pictures
Kecintaan Angga terlihat dari bagaimana ia selalu ingin melahirkan kebaruan dari karya-karyanya. Ia menolak mengikuti tren. Dulu saya mengingat Angga memang seperti itu, ia tak ingin masuk ke arus besar, ia ingin berada di sisi yang disebutnya sidestream.
Saya kira spirit ini adalah bukti cinta untuk melihat film Indonesia terus bertumbuh, bukan saja dari pencapaian jumlah penonton, tapi terutama tentang ide-ide besar dari karya yang dibuat hingga cara karya-karya itu dibuat sedemikian serius dan mempertaruhkan kapital yang begitu besar.
Mencuri Raden Salehmenjadi semacam surat cinta dari Angga. Betapa ia mencintai film Indonesia dan ingin membuat penontonnya terus mencintai filmnya sendiri. Tapi ia tak ingin itu semata jadi jargon. Ia ingin film Indonesia juga terus berkembang, sebagaimana penonton yang juga kini begitu mudahnya mendapatkan referensi film dari seluruh dunia.
Mencuri Raden Saleh memperlihatkan determinasi Angga tentang bagaimana mewujudkan mimpinya. Ia memupuk mimpi itu bertahun-tahun, dengan sabar membangunnya bata demi bata dan kelak mengerahkan seluruh energi dan daya kreatifnya untuk membuat karya yang kelak tak hanya bisa dibanggakan olehnya dan semua orang yang terlibat didalamnya, juga oleh penonton film Indonesia.
Foto: Visinema Pictures
Untuk pertama kalinya, kita melihat film hiburan dibuat dengan skala sebesar dan seserius ini di Indonesia. Semua aspek dipikirkan secara matang, semua elemen dihitung secara cermat dan hasilnya adalah sebuah disrupsi. Sebagaimana Nussayang menjadi tonggak baru dari wilayah animasi, Mencuri Raden Salehjuga menciptakan kegemparan karena akhirnya kita punya film bertema heist/pencurian yang dibuat gila-gilaan dan percaya diri bahwa tontonan ini akan menghibur banyak orang.
Baca Juga: CERMIN: Badai Pasti Berlalu
Sekaligus pula ini adalah upaya Angga yang mencintai seni untuk memperkenalkan seni lukis ke anak muda. Banyak anak muda yang mungkin tak ngeh dengan nama-nama seniman besar seperti Raden Saleh, Affandi, hingga Agus Suwage. Mencuri Raden Salehdengan cerdik memperkenalkannya kepada generasi yang sebelumnya mungkin jarang sekali terpapar dengan nama-nama itu.
Mencuri Raden Salehjuga dengan brilian membuat penonton penasaran dengan yang sesungguhnya terjadi dengan peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock pada 28 Maret 1830. Pihak penjajah sempat mendistorsi kenyataan sejarah dengan menuliskan dan menyebarkannya kepada masyarakat.
Foto: Visinema Pictures
Namun seorang seniman bernama Raden Saleh menolak untuk percaya hal itu. Ia menggunakan seni lukis untuk menunjukkan perlawanannya dengan distorsi sejarah itu. Lalu 27 tahun setelah peristiwa itu, ia melukis apa yang menurutnya sesungguhnya terjadi. Sisanya adalah sejarah. Hingga hari ini, lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro menjadi salah satu lukisan paling bersejarah sekaligus paling bernilai yang pernah dibuat.
tulis komentar anda