CERMIN: Sepanjang Jalan Kenangan 'One for the Road'

Sabtu, 11 Juni 2022 - 08:13 WIB
One for the Road adalah sebuah perjalanan tentang kenangan dan pencarian kata maaf. Foto/GDH 559
JAKARTA - Tahun 2005. Saya sedang gandrung-gandrungnya menikmati film dari seluruh dunia, tak melulu hanya dari Hollywood, dan saya jatuh cinta dengan sebuah film Prancis berjudul Le Grand Voyage.

Tahun itu menandai tahapan selanjutnya dari hidup saya: memutuskan untuk merantau dari Makassar ke Jakarta. Meninggalkan segala kenyamanan hidup dan memulai dari awal. Tapi saya tak pernah meninggalkan kecintaan saya pada film . Tak sekalipun.

Saya menyaksikan Le Grand Voyagedi event Jakarta International Film Festival (JIFFest)dan film ini meninggalkan kesan dan luka mendalam setelahnya. Juga membuat saya mulai menggemari road movie: semacam film perjalanan yang biasanya membongkar masa lalu dari para tokohnya.



Le Grand Voyage adalah kisah tentang sebuah perjalanan besar dari ayah dan anak dari Prancis menuju Mekkah. Sang ayah yang religius dan terburu-buru ingin sampai di kota suci. Sementara sang anak yang sekuler justru ingin berhura-hura di sepanjang kota yang mereka lalui. Dua keinginan berbeda, satu perjalanan, dalam tone film yang pelan dan meledak di akhir. Menyisakan residu di hati.

One for the Road dari Thailand, dan bisa ditonton di Netflix, ini juga adalah film semacam itu. Film yang berjalan pelan, tapi meninggalkan bekas dan luka mendalam. Jenis film yang bisa tanpa tedeng aling-aling melemparkan kita ke masa lalu. Menyusurinya setapak demi setapak, melihat kembali apa saja yang sudah dilalui dan mungkin (kelak) menyesalinya.



Foto: GDH 559

Ketika menginjak usia 40, perjalanan demi perjalanan yang pernah kita lalui seperti kembali terbentang di hadapan kita. Sebagian memang terasa manis untuk diingat, sebagiannya lagi mungkin terlalu pahit untuk dikenang. Perjalanan menyusuri masa lalu adalah perjalanan untuk menyusuri kenangan dan berdamai dengannya, baik atau buruk.

Baca Juga: CERMIN: Mencari Jalan Pulang via Ngeri-Ngeri Sedap

Mungkin kita adalah Aaod yang divonis meninggal tak lama lagi. Saya merasa begitu dekat dengan cerita ini karena berada di keluarga berusia pendek. Ibu saya meninggal karena kecelakaan mobil di usia 39 dan adik saya meninggal karena AIDS di usia 27.

Aaod masih berusia 30-an dan terkena kanker. Ia tak mempermasalahkan penyakitnya, tapi ia risau dengan satu hal: ia harus berdamai dengan para mantan yang pernah disakitinya.



Foto: GDH 559

Selama hidup, berapa kali kita menjalin kasih? Sekali, dua kali, lima kali atau lebih dari 10 kali? Berapa banyak di antaranya yang bertahan dan berapa banyak di antaranya yang meninggalkan luka? Berapa banyak dari kita yang berbesar hati menemui para mantan ini setelah bertahun-tahun dan meminta dimaafkan?

Tak banyak dari kita yang seperti Aaod. Yang ingin meninggalkan dunia tanpa meninggalkan luka bagi lainnya. Tak banyak dari kita yang seperti Aaod. Yang rela menempuh perjalanan ratusan kilometer untuk meminta maaf itu.

Dalam usia 20-an, kita akan banyak sekali membuat kesalahan. Ketika menjalin hubungan, semakin sering hubungan itu terjalin, semakin besar pula kemungkinan kita menyakiti orang lain. Kita tahu itu. Yang tak pernah kita tahu dan bayangkan adalah sebuah kejadian besar yang membuat kita mencoba berdamai dengan masa lalu.

Mungkin tak banyak dari kita yang seperti Aaod. Mungkin lebih banyak dari kita yang seperti Boss. Yang rela terbang jauh dari Amerika untuk menemani sahabatnya menyusuri kota demi kota di Thailand. Yang bisa begitu saja meminggirkan segala rutinitasnya untuk menemani sahabatnya meminta maaf demi maaf.



Foto: GDH 559
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More