Review Film The Batman: Sherlock Holmes Berkostum Superhero
Rabu, 02 Maret 2022 - 05:05 WIB
Film The Batman menampilkan sisi lain Caped Crusader dalam memberantas kejahatan di Gotham City. Ber-tone gelap, kelam, dan suram, kesan horor pun langsung terasa di awal film ini. Sekilas, The Batman tidak seperti film superhero pada umumnya. Orang bisa menyangka kalau film ini adalah film horor. Tapi, itu sesuai setting waktu film ini, yaitu Halloween.
Sebagai vigilante yang baru 2 tahun beroperasi, Batman (Robert Pattinson) tidak butuh waktu yang lebih lama lagi untuk menjadi legenda. Dalam waktu yang lumayan singkat, Caped Crusader sudah menjadi legenda di Gotham. Namanya sudah cukup ditakuti, paling tidak oleh penjahat kelas teri, dan juga dibenci sebagian besar polisi.
Namun, di tengah memanasnya situasi politik di Gotham City menjelang pemilihan wali kota, Batman mendapatkan kasus terbesarnya. Serangkaian pembunuhan yang menyasar orang-orang penting di kota itu terjadi. Pelakunya adalah seorang penjahat misterius yang menggunakan kode nama Riddler (Paul Dano).
Dalam setiap aksinya, Riddler selalu meninggalkan sebuah kartu ucapan untuk Batman. Kartu-kartu itu berisi teka teki dan kode yang harus dipecahkan untuk mengungkapkan kasus pembunuhan berantai tersebut. Batman, dengan dibantu Kapten Jim Gordon (Jeffrey Wright), Alfred Pennyworth (Andy Serkis), dan juga Selina Kyle alias Catwoman (Zoe Kravitz), pun berusaha menguak apa yang ada di balik teka teki dan kode yang ditinggalkan Riddler.
Tanpa banyak bantuan teknologi canggih, semacam super komputer untuk menelusuri orang dan lain sebagainya, Batman menggunakan kecerdasan otaknya. Dia juga melakukan kerja seperti detektif old school. Dia mengintai, membaca data dan tak jarang pergi ke TKP untuk menganalisis kondisi di situ untuk mencari petunjuk. Namun, Batman bukanlah Spencer Reid.
Dia mungkin lebih mirip Sherlock Holmes berkostum yang merahasiakan identitasnya. Keduanya sama-sama punya hubungan pahit manis dengan polisi. Keduanya akan dipanggil polisi yang sudah terdesak untuk memecahkan kasus besar. Perbedaannya, Sherlock dikenal arogan, sedangkan Batman lebih dikenal karena reputasi penebar ketakutannya.
Meski lebih mengedepankan kerja sebagai detektif, tidak berarti film ini kekurangan aksi menarik. Batman tetaplah Batman, yang menumpas kejahatan dengan penuh aksi spektakuler. Aksi kejar-kejaran Batman di film ini sepertinya akan membuat Dominic Toretto mempertimbangkan untuk merekrutnya. Salah satu yang menarik di film ini adalah kostum Batman.
Kostum yang dipakai Batman di film ini diduga ada kostum awal yang dipakai, mengingat dia baru 2 tahun beroperasi. Namun, kostum ini tak kalah canggih dari kostum canggih Batman sebelumnya. Dia menyimpan banyak senjata rahasia di kostum itu untuk membantu aksinya. Kostum ini sepertinya praktis dan menyimpan banyak kemampuan. Jika ada orang yang bertanya mengapa Batman punya jubah padahal tidak bisa terbang, The Batman akan menjawab pertanyaan tersebut.
Jujur, saya tidak pernah begitu menyukai film Batman, siapa pun aktor pemeran Bruce Wayne dan sutradaranya. Namun, untuk pertama kalinya dalam hidup, saya bisa menikmati The Batman. Ya, masalah film adalah selera. Salah satu faktor yang menarik saya di film ini adalah tema detektifnya. Sebagai pecinta true crime show, saya suka dengan cara sang sutradara, Matt Reeves, membuat The Batman punya alur seperti serial atau film misteri/detektif.
The Batman menitikberatkan alur cerita ini pada tokoh utamanya dalam menganalisis apa yang terjadi, memanfaatkan jaringan, dan juga mencari cara untuk memecahkan kasusnya. Selain itu, minimnya eksploitasi penjahat di film ini, pas dengan trope yang ada di true crime show. Yah, pecinta serial semacam CSI, Criminal Minds atau Law and Order mungkin bisa memahami ini.
Matt setia dengan trope cerita kriminal ini sehingga membuat The Batman lebih fokus pada kemampuan detektif Batman tanpa banyak pernak pernik tentang penjahatnya. Penonton akan dibuat terus penasaran dengan seperti apa sejatinya Riddler di film ini sampai akhir. Film ini memang tidak sempurna. Masih ada sejumlah ketidakkonsistenan, tapi tetap layak untuk ditonton.
Sayangnya, ending The Batman terasa chessy. Dengan aksi menarik selama kurang lebih tigaperempat bagian film ini, ending-nya terasa biasa. Aksi Batman pun meski heroik, tapi sepertinya ada yang kurang. Film ini bisa berhenti di satu titik dan endingnya bisa lebih baik dari ini, tapi tidak. Durasi 3 jam memang terasa panjang untuk sebuah film detektif seperti ini. Risikonya, jika ceritanya tidak menarik, maka akan menjadi membosankankan.
Hal lain yang agak mengganggu di film ini adalah penampilan Robert Pattinson. Meski secara keseluruhan aktingnya cukup bagus selama dia memakai kostum Batman, begitu topeng dibuka, ceritanya jadi lain. Potongan rambutnya agak mengganggu. Dia lebih seperti anak emo melankolis dengan poni lemparnya. Selain itu, dia selalu memakai maskara tebal di matanya, membuatnya jadi mirip The Crow.
Geoffrey Wright dengan pas memerankan tokoh Jim Gordon yang tidak berdaya di kelilingi polisi korup yang tidak bisa dipercaya. Dia pas menjadi sidekick Batman. Sementara, Paul Dano membuat sosok Riddler menjadi sosok yang sangat berbeda dengan penggambaran Jim Carrey di era 90-an. Sementara Zoe Kravitz menampilkan sosok Selina Kyle yang seksi tapi berbahaya. Chemistry di antara para pemeran di film ini cukup bagus sehingga film ini menarik untuk diikuti.
Sebagai vigilante yang baru 2 tahun beroperasi, Batman (Robert Pattinson) tidak butuh waktu yang lebih lama lagi untuk menjadi legenda. Dalam waktu yang lumayan singkat, Caped Crusader sudah menjadi legenda di Gotham. Namanya sudah cukup ditakuti, paling tidak oleh penjahat kelas teri, dan juga dibenci sebagian besar polisi.
Namun, di tengah memanasnya situasi politik di Gotham City menjelang pemilihan wali kota, Batman mendapatkan kasus terbesarnya. Serangkaian pembunuhan yang menyasar orang-orang penting di kota itu terjadi. Pelakunya adalah seorang penjahat misterius yang menggunakan kode nama Riddler (Paul Dano).
Dalam setiap aksinya, Riddler selalu meninggalkan sebuah kartu ucapan untuk Batman. Kartu-kartu itu berisi teka teki dan kode yang harus dipecahkan untuk mengungkapkan kasus pembunuhan berantai tersebut. Batman, dengan dibantu Kapten Jim Gordon (Jeffrey Wright), Alfred Pennyworth (Andy Serkis), dan juga Selina Kyle alias Catwoman (Zoe Kravitz), pun berusaha menguak apa yang ada di balik teka teki dan kode yang ditinggalkan Riddler.
Tanpa banyak bantuan teknologi canggih, semacam super komputer untuk menelusuri orang dan lain sebagainya, Batman menggunakan kecerdasan otaknya. Dia juga melakukan kerja seperti detektif old school. Dia mengintai, membaca data dan tak jarang pergi ke TKP untuk menganalisis kondisi di situ untuk mencari petunjuk. Namun, Batman bukanlah Spencer Reid.
Dia mungkin lebih mirip Sherlock Holmes berkostum yang merahasiakan identitasnya. Keduanya sama-sama punya hubungan pahit manis dengan polisi. Keduanya akan dipanggil polisi yang sudah terdesak untuk memecahkan kasus besar. Perbedaannya, Sherlock dikenal arogan, sedangkan Batman lebih dikenal karena reputasi penebar ketakutannya.
Meski lebih mengedepankan kerja sebagai detektif, tidak berarti film ini kekurangan aksi menarik. Batman tetaplah Batman, yang menumpas kejahatan dengan penuh aksi spektakuler. Aksi kejar-kejaran Batman di film ini sepertinya akan membuat Dominic Toretto mempertimbangkan untuk merekrutnya. Salah satu yang menarik di film ini adalah kostum Batman.
Kostum yang dipakai Batman di film ini diduga ada kostum awal yang dipakai, mengingat dia baru 2 tahun beroperasi. Namun, kostum ini tak kalah canggih dari kostum canggih Batman sebelumnya. Dia menyimpan banyak senjata rahasia di kostum itu untuk membantu aksinya. Kostum ini sepertinya praktis dan menyimpan banyak kemampuan. Jika ada orang yang bertanya mengapa Batman punya jubah padahal tidak bisa terbang, The Batman akan menjawab pertanyaan tersebut.
Jujur, saya tidak pernah begitu menyukai film Batman, siapa pun aktor pemeran Bruce Wayne dan sutradaranya. Namun, untuk pertama kalinya dalam hidup, saya bisa menikmati The Batman. Ya, masalah film adalah selera. Salah satu faktor yang menarik saya di film ini adalah tema detektifnya. Sebagai pecinta true crime show, saya suka dengan cara sang sutradara, Matt Reeves, membuat The Batman punya alur seperti serial atau film misteri/detektif.
The Batman menitikberatkan alur cerita ini pada tokoh utamanya dalam menganalisis apa yang terjadi, memanfaatkan jaringan, dan juga mencari cara untuk memecahkan kasusnya. Selain itu, minimnya eksploitasi penjahat di film ini, pas dengan trope yang ada di true crime show. Yah, pecinta serial semacam CSI, Criminal Minds atau Law and Order mungkin bisa memahami ini.
Matt setia dengan trope cerita kriminal ini sehingga membuat The Batman lebih fokus pada kemampuan detektif Batman tanpa banyak pernak pernik tentang penjahatnya. Penonton akan dibuat terus penasaran dengan seperti apa sejatinya Riddler di film ini sampai akhir. Film ini memang tidak sempurna. Masih ada sejumlah ketidakkonsistenan, tapi tetap layak untuk ditonton.
Sayangnya, ending The Batman terasa chessy. Dengan aksi menarik selama kurang lebih tigaperempat bagian film ini, ending-nya terasa biasa. Aksi Batman pun meski heroik, tapi sepertinya ada yang kurang. Film ini bisa berhenti di satu titik dan endingnya bisa lebih baik dari ini, tapi tidak. Durasi 3 jam memang terasa panjang untuk sebuah film detektif seperti ini. Risikonya, jika ceritanya tidak menarik, maka akan menjadi membosankankan.
Hal lain yang agak mengganggu di film ini adalah penampilan Robert Pattinson. Meski secara keseluruhan aktingnya cukup bagus selama dia memakai kostum Batman, begitu topeng dibuka, ceritanya jadi lain. Potongan rambutnya agak mengganggu. Dia lebih seperti anak emo melankolis dengan poni lemparnya. Selain itu, dia selalu memakai maskara tebal di matanya, membuatnya jadi mirip The Crow.
Geoffrey Wright dengan pas memerankan tokoh Jim Gordon yang tidak berdaya di kelilingi polisi korup yang tidak bisa dipercaya. Dia pas menjadi sidekick Batman. Sementara, Paul Dano membuat sosok Riddler menjadi sosok yang sangat berbeda dengan penggambaran Jim Carrey di era 90-an. Sementara Zoe Kravitz menampilkan sosok Selina Kyle yang seksi tapi berbahaya. Chemistry di antara para pemeran di film ini cukup bagus sehingga film ini menarik untuk diikuti.
Lihat Juga :
tulis komentar anda