Juvenile Justice, 6 Alasan Kamu Wajib Nonton Drama Korea Terbaru Netflix Ini
Senin, 28 Februari 2022 - 12:15 WIB
Karena mengangkat kasus-kasus tersebut, Juvenile Justice pun tak ragu menampilkan adegan-adegan eksplisit yang mengerikan, seperti penganiayaan, perisakan berat, hingga melukai diri sendiri. Tak heran, Netflix melabeli serial ini dengan rating 18+.
Untuk episode pertamanya, drama ini mengangkat kasus yang terinspirasi dari kisah nyata pembunuhan seorang anak yang dilakukan remaja. Tak hanya membunuh, remaja tersebut juga menculik dan memutilasi anak tak berdosa tersebut.
Kasus ini diambil dari kisah nyata yang terjadi pada 2017 lalu, saat seorang remaja perempuan putus sekolah berusia 17 tahun membunuh seorang anak berusia 8 tahun.
Baca Juga: 9 Hal yang Fakta dan Fiksi dalam Inventing Anna, Serial tentang Sosialita Palsu
Kisah lainnya yang diadaptasi dari kisah nyata di Korea Selatan adalah kasus dibocorkannya kunci jawaban ujian SMA dan perisakan oleh para siswi di sekolah. Kasus lainnya adalah siswa yang cedera berat setelah kejatuhan batu bata yang sengaja dijatuhkan siswa lainnya dari atas demi menarik perhatian orang tua pelaku.
Episode-episode ini akan menunjukkan bahwa para remaja ternyata juga bisa melakukan kejahatan yang sangat mengerikan, yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh kebanyakan orang.
3. Gambaran Dilema dan Beratnya Menjadi Hakim Anak
Foto: Netflix
Juvenile Justice berkali-kali memberikan pengetahuan kepada penonton tentang jalannya sistem pengadilan anak di Korea Selatan. Misalnya adalah adanya dua kategori dalam menilai kasus yang masuk, yaitu kasus perlindungan anak dan kasus tindak pidana anak.
Kasus yang pertama umumnya hanya membuat pelaku masuk ke semacam program pembinaan dengan pengawasan ketat. Sementara yang kedua bisa berakhir sama, tapi juga bisa berujung dipenjara.
Untuk memberi keputusan tiap kasus, hakim harus benar-benar melihat secara adil. Ini karena kebanyakan pelaku kriminal remaja sebenarnya adalah korban dari kelalaian keluarga dalam mengasuh anaknya.
Meski begitu, ini juga tidak bisa jadi alasan memaklumi perilaku jahat para remaja. Artinya, mereka harus dihukum atas fakta bahwa mereka telah secara sadar melakukan kejahatan tersebut.
Pada masa-masa inilah hakim mesti benar-benar jernih dalam melihat masalah, dan inilah hal rumit yang mesti dijalani setiap hari oleh Hakim Shim dan Hakim Cha.
Tak cuma itu, tugas mereka juga tak berakhir saat sidang selesai. Mereka harus tetap mengurusi hidup para pelaku yang kasusnya mereka tangani. Mereka harus memantau perkembangan sang pelaku, juga membantu mencari solusi saat mereka kembali bermasalah, atau saat mereka menjadi korban kejahatan. Hal-hal inilah yang sangat menguras emosi para hakim.
4. Bentrok Nilai Hakim Shim dan Hakim Cha
Foto: Netflix
Dalam hal menghadapi para pelaku kriminal remaja, Hakim Shim dan Hakim Cha punya prinsip yang bertolak belakang.
Hakim Shim sangat dingin dan nyaris tanpa perasaan saat menghadapi para pelaku. Sementara Hakim Cha sangat berempati, sabar, dan penuh kasih sayang. Keduanya kerap bentrok saat bekerja sama, tapi justru perbedaan ini yang akhirnya membuat mereka saling mengisi dan memengaruhi cara kerja masing-masing.
Untuk episode pertamanya, drama ini mengangkat kasus yang terinspirasi dari kisah nyata pembunuhan seorang anak yang dilakukan remaja. Tak hanya membunuh, remaja tersebut juga menculik dan memutilasi anak tak berdosa tersebut.
Kasus ini diambil dari kisah nyata yang terjadi pada 2017 lalu, saat seorang remaja perempuan putus sekolah berusia 17 tahun membunuh seorang anak berusia 8 tahun.
Baca Juga: 9 Hal yang Fakta dan Fiksi dalam Inventing Anna, Serial tentang Sosialita Palsu
Kisah lainnya yang diadaptasi dari kisah nyata di Korea Selatan adalah kasus dibocorkannya kunci jawaban ujian SMA dan perisakan oleh para siswi di sekolah. Kasus lainnya adalah siswa yang cedera berat setelah kejatuhan batu bata yang sengaja dijatuhkan siswa lainnya dari atas demi menarik perhatian orang tua pelaku.
Episode-episode ini akan menunjukkan bahwa para remaja ternyata juga bisa melakukan kejahatan yang sangat mengerikan, yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh kebanyakan orang.
3. Gambaran Dilema dan Beratnya Menjadi Hakim Anak
Foto: Netflix
Juvenile Justice berkali-kali memberikan pengetahuan kepada penonton tentang jalannya sistem pengadilan anak di Korea Selatan. Misalnya adalah adanya dua kategori dalam menilai kasus yang masuk, yaitu kasus perlindungan anak dan kasus tindak pidana anak.
Kasus yang pertama umumnya hanya membuat pelaku masuk ke semacam program pembinaan dengan pengawasan ketat. Sementara yang kedua bisa berakhir sama, tapi juga bisa berujung dipenjara.
Untuk memberi keputusan tiap kasus, hakim harus benar-benar melihat secara adil. Ini karena kebanyakan pelaku kriminal remaja sebenarnya adalah korban dari kelalaian keluarga dalam mengasuh anaknya.
Meski begitu, ini juga tidak bisa jadi alasan memaklumi perilaku jahat para remaja. Artinya, mereka harus dihukum atas fakta bahwa mereka telah secara sadar melakukan kejahatan tersebut.
Pada masa-masa inilah hakim mesti benar-benar jernih dalam melihat masalah, dan inilah hal rumit yang mesti dijalani setiap hari oleh Hakim Shim dan Hakim Cha.
Tak cuma itu, tugas mereka juga tak berakhir saat sidang selesai. Mereka harus tetap mengurusi hidup para pelaku yang kasusnya mereka tangani. Mereka harus memantau perkembangan sang pelaku, juga membantu mencari solusi saat mereka kembali bermasalah, atau saat mereka menjadi korban kejahatan. Hal-hal inilah yang sangat menguras emosi para hakim.
4. Bentrok Nilai Hakim Shim dan Hakim Cha
Foto: Netflix
Dalam hal menghadapi para pelaku kriminal remaja, Hakim Shim dan Hakim Cha punya prinsip yang bertolak belakang.
Hakim Shim sangat dingin dan nyaris tanpa perasaan saat menghadapi para pelaku. Sementara Hakim Cha sangat berempati, sabar, dan penuh kasih sayang. Keduanya kerap bentrok saat bekerja sama, tapi justru perbedaan ini yang akhirnya membuat mereka saling mengisi dan memengaruhi cara kerja masing-masing.
Lihat Juga :
tulis komentar anda