Dari Perbudakan hingga Jaring Pembunuh, Ini Fakta Mengerikan Industri Perikanan dalam Film 'Seaspiracy'
Jum'at, 02 April 2021 - 19:30 WIB
3. SUSTAINABLE FISHING YANG TAK ADA ARTINYA
Menurut Fishcount , industri perikanan menangkap setidaknya 2,7 triliun ikan setiap tahun, artinya sebanyak lima juta ikan terbunuh tiap menitnya. Bahkan, Cornelia Dean melaporkan apabila tren penangkapan ikan secara masif terus berlangsung, maka pada 2048 lautan akan hampir kosong.
Flora di laut per hektarenya dapat menyerap lebih banyak karbon, yaitu 20 lipatnya daripada hutan di darat, bahkan 93% karbon dioksida diserap oleh lautan. Menurut Richard Oppenlander, dengan terus mengambil ikan dari lautan, pada dasarnya sama dengan menggunduli lautan.
Faktanya, jaring pukat merupakan salah satu metode penangkapan ikan dengan risiko kerusakan terbesar. Metode kerjanya adalah seperti buldozer yang akan meratakan permukaan laut sembari menangkap ikan-ikan dalam jumlah besar.
Setiap tahunnya, penggunaan metode jaring pukat dapat menyapu sebesar 3,9 miliar hektare area lautan. Hal tersebut setara dengan kehilangan 4.136 lapangan sepak bola setiap menitnya.
Banyak LSM yang mengampanyekan untuk beralih ke penangkapan ikan berkelanjutan (sustainable fishing) seperti OCEANA. Saat Ali mewawancarainya, mereka justru kebingungan akan makna sebenarnya dari penangkapan ikan berkelanjutan yang dikampanyekan.
Budi daya ikan dengan tambak juga menjadi masalah. Seperti pada Skotlandia yang menggunakan metode tersebut untuk salmon. Namun, kenyataannya ikan-ikan tersebut justru mati karena terserang penyakit seperti kutu laut. Pada akhirnya, ikan-ikan itu terbuang dengan sia-sia.
4. PERBUDAKAN KEJAM YANG DIALAMI PEKERJA THAILAND
Salah satu topik yang menarik diangkat adalah mengenai orang-orang yang bekerja di balik industri perikanan ini. Kita banyak mendengar bahwa mereka diperlakukan tidak adil saat sudah berada di atas kapal.
Hal ini bukanlah omong kosong belaka. Dalam film dokumenter ini, kita akan diperlihatkan wawancara Ali dengan para pekerja yang kerap kali mendapatkan penyiksaan dan ancaman dari atasannya.
Apabila tak menurut, mereka tak segan-segan untuk membunuh para pekerja itu. Bahkan, mereka mengaku sering melihat mayat di tempat pendingin hasil dari pembunuhan. Kita sering tidak sadar bahwa makanan laut yang kita makan, ternyata adalah hasil dari perbudakan.
Upah yang didapatkan pun tidak sepadan dengan jam kerja yang mereka lakukan. Saat ingin kabur, mereka pun selalu dibayang-bayangi oleh ancaman kematian karena penjaga yang memegang senapan.
Para kapten biasanya menjerat para pekerja itu dengan berbuat baik saat di darat. Mereka akan bersikap seperti teman. Namun, saat kapal berlayar, kapten tersebut berubah perangai menjadi bengis dan kejam.
5. TRADISI BERBURU PAUS KEPULAUAN FAROE YANG KEJAM
Kepulauan Faroe dikenal sebagai wilayah yang masih melakukan perburuan paus setiap tahunnya. Para warganya akan menggiring laut-laut tersebut hingga mereka terhimpit, kemudian membunuhnya hidup-hidup.
Perburuan paus tersebut merupakan sebuah budaya yang bernama Grindadrap. Mereka melakukannya tidak untuk dijual, melainkan untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Dikutip dari CNN , pemerintah Faroe menggambarkan perburuan paus sebagai "bagian alami dari kehidupan Faroe" dan menolak tuduhan bahwa pembunuhan itu bagian dari aksi ritual atau kesembronoan.
Menurut Fishcount , industri perikanan menangkap setidaknya 2,7 triliun ikan setiap tahun, artinya sebanyak lima juta ikan terbunuh tiap menitnya. Bahkan, Cornelia Dean melaporkan apabila tren penangkapan ikan secara masif terus berlangsung, maka pada 2048 lautan akan hampir kosong.
Flora di laut per hektarenya dapat menyerap lebih banyak karbon, yaitu 20 lipatnya daripada hutan di darat, bahkan 93% karbon dioksida diserap oleh lautan. Menurut Richard Oppenlander, dengan terus mengambil ikan dari lautan, pada dasarnya sama dengan menggunduli lautan.
Faktanya, jaring pukat merupakan salah satu metode penangkapan ikan dengan risiko kerusakan terbesar. Metode kerjanya adalah seperti buldozer yang akan meratakan permukaan laut sembari menangkap ikan-ikan dalam jumlah besar.
Setiap tahunnya, penggunaan metode jaring pukat dapat menyapu sebesar 3,9 miliar hektare area lautan. Hal tersebut setara dengan kehilangan 4.136 lapangan sepak bola setiap menitnya.
Banyak LSM yang mengampanyekan untuk beralih ke penangkapan ikan berkelanjutan (sustainable fishing) seperti OCEANA. Saat Ali mewawancarainya, mereka justru kebingungan akan makna sebenarnya dari penangkapan ikan berkelanjutan yang dikampanyekan.
Budi daya ikan dengan tambak juga menjadi masalah. Seperti pada Skotlandia yang menggunakan metode tersebut untuk salmon. Namun, kenyataannya ikan-ikan tersebut justru mati karena terserang penyakit seperti kutu laut. Pada akhirnya, ikan-ikan itu terbuang dengan sia-sia.
4. PERBUDAKAN KEJAM YANG DIALAMI PEKERJA THAILAND
Salah satu topik yang menarik diangkat adalah mengenai orang-orang yang bekerja di balik industri perikanan ini. Kita banyak mendengar bahwa mereka diperlakukan tidak adil saat sudah berada di atas kapal.
Hal ini bukanlah omong kosong belaka. Dalam film dokumenter ini, kita akan diperlihatkan wawancara Ali dengan para pekerja yang kerap kali mendapatkan penyiksaan dan ancaman dari atasannya.
Apabila tak menurut, mereka tak segan-segan untuk membunuh para pekerja itu. Bahkan, mereka mengaku sering melihat mayat di tempat pendingin hasil dari pembunuhan. Kita sering tidak sadar bahwa makanan laut yang kita makan, ternyata adalah hasil dari perbudakan.
Upah yang didapatkan pun tidak sepadan dengan jam kerja yang mereka lakukan. Saat ingin kabur, mereka pun selalu dibayang-bayangi oleh ancaman kematian karena penjaga yang memegang senapan.
Para kapten biasanya menjerat para pekerja itu dengan berbuat baik saat di darat. Mereka akan bersikap seperti teman. Namun, saat kapal berlayar, kapten tersebut berubah perangai menjadi bengis dan kejam.
5. TRADISI BERBURU PAUS KEPULAUAN FAROE YANG KEJAM
Kepulauan Faroe dikenal sebagai wilayah yang masih melakukan perburuan paus setiap tahunnya. Para warganya akan menggiring laut-laut tersebut hingga mereka terhimpit, kemudian membunuhnya hidup-hidup.
Perburuan paus tersebut merupakan sebuah budaya yang bernama Grindadrap. Mereka melakukannya tidak untuk dijual, melainkan untuk dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Dikutip dari CNN , pemerintah Faroe menggambarkan perburuan paus sebagai "bagian alami dari kehidupan Faroe" dan menolak tuduhan bahwa pembunuhan itu bagian dari aksi ritual atau kesembronoan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda