Webinar PSPK: Orientasi Belajar Harusnya Bukan Sekadar Mengejar Nilai

Rabu, 23 Desember 2020 - 18:23 WIB
Proses belajar semestinya berorientasi pada konteks agar bisa berguna dalam menghadapi kondisi di masyarakat. Foto/neonbrand, Unsplash
JAKARTA - Apakah kamu pernah bertanya-tanya, belasan tahun belajar sebenarnya untuk apa? Ilmu matematika, fisika, ekonomi, dan ilmu-ilmu lainnya yang selama ini kita pelajari, apa hubungannya dengan hidup kita nantinya?

Mayoritas sistem pembelajaran yang dilakukan di negara ini masih belum berhasil memberikan kesadaran kepada para pelakunya tentang tujuan dari proses pembelajaran sendiri.

Buktinya, masih banyak yang menganggap tujuan utama sekolah adalah untuk mendapatkan nilai yang baik. Nilai yang baik ini dianggap bisa menentukan kualitas seseorang.



Hasilnya, pembelajaran yang dilakukan berorientasi pada nilai saja dan setelah nilai didapatkan seringkali dianggap sudah tercapai tujuan dari pembelajaran tersebut.

Nah, untuk membahas persoalan ini,Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemdikbud ) Republik Indonesiamelalui Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Litbang) pada Senin (21/12) lalu menggelar webinar yang membahas hal tersebut dengan tajuk “Merancang Pembelajaran yang Membangun Makna”.

Webinar diselenggarakan dalam rangkaian Beranda 5 Tahun PSPK yang merupakan peringatan hari jadi PSPK yang ke-5. Melalui kegiatan tersebut, PSPK bekerja sama dengan mitra-mitra kerjanya untuk menyebarkan semangat kebijakan pendidikan yang berpihak kepada anak.

Melalui webinar ini, Susanti Sufyadi selaku perwakilan dari Litbang Kemdikbud dan Indriyati Herutami peneliti pendidikan dari PSPK membahas tentang model pembelajaran ideal di sekolah.

Menurut keduanya, pembelajaran sebagai salah satu kegiatan pendidikan seharusnya dapat didesain menjadi bermakna yang berarti relevan dan kontekstual. ( )



Foto: Instagram @pspk_id

Hal ini sebenarnya sudah diusahakan untuk tercapai dengan memberikan sekolah ruang untuk mengeksplorasi kurikulum yang sudah ditetapkan.

“Sekolah, kan, juga bermacam-macam. Ada yang punya ruang dan kompetensi untuk menerjemahkan dan menyusun arahan yang sudah diberikan tapi ada juga yang tidak punya kemampuan itu sehingga melaksanakan arahan yang berupa edaran dan peraturan plek sekali,” ujar Indriyati yang akrab disapa Mbak Didi.

Pernyataan tersebut disepakati oleh Susanti Sufyadi. Menurutnya, kebijakan pendidikan ini sangat bergantung pada kemampuan satuan pendidikan di lapangan dalam penerapannya.

"Sangat diperlukan pengawasan dan pemastian keberjalanannya di lapangan agar tidak salah kaprah,” katanya.

Yang menjadi momok tercapainya pembelajaran yang bermakna ini seringkali adalah kondisi guru yang merasa dituntut untuk mengejar kompetensi dasar yang sudah ditentukan dan berjumlah sangat banyak.

Padahal seharusnya tuntutan ini tidak dijadikan pertimbangan utama dalam melaksanakan pembelajaran. Menurut Indriyati Hutami seharusnya yang didahulukan adalah kepentingan peserta didik.

Ia mencontohkan, sebuah pertanyaan yang kerap kali menjadi dilema pengajar di lapangan adalah mana yang lebih penting? Anak-anak mampu untuk menghafal atau anak-anak mampu untuk menggunakan pengetahuan yang diberikan kepadanya untuk suatu hal?”

Dengan kondisi penugasan seperti saat ini, tentu menghafal menjadi syarat mutlak yang harus mampu dilakukan oleh seorang peserta didik agar bisa mendapatkan predikat baik dari pendidikan yang dilaluinya.

Namun, jika kita berpikir lebih panjang lagi, bukankah semestisnya proses pengaplikasian dari ilmu pengetahuan ini jauh lebih penting lagi? ( )
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More