Falcon Pictures Punya Stok 7 Cerita untuk Jadi Film, dari Kisah Para Pembohong hingga Kekasih Gila
Senin, 30 November 2020 - 20:10 WIB
JAKARTA - Falcon Pictures dan Kwikku.com akhirnya mengumumkan tujuh cerita pemenang kompetisi Falcon Script Hunt 2020 yang akan diadaptasi menjadi film.
Tujuh cerita atau naskah terbaik tersebut adalah hasil seleksi dari tujuh sutradara ternama Indonesia, yaitu Anggy Umbara, Rako Prijanto, Fajar Bustomi, Ifa Ifansyah, Herwin Novianto, Indra Kobutz, dan Danial Rifki.
Dari 1.600 naskah yang masuk, tujuh sutradara kondang ini menentukan pilihan cerita yang berbeda sesuai dengan preferensi masing-masing.
Sutradara film "Teman Tapi Menikah", Rako Prijanto memilih cerita berjudul "Harian Para Pembohong" karya Hidayatullah.
“Tulisannya cukup matang. Karakter dan tokohnya jelas, related sama kehidupan kita. Idenya juga unik dan original, sehingga sangat mungkin untuk dieksekusi menjadi film ”, ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (30/11/20) sore.
Sementara Anggy Umbara memilih cerita "Balada Sepasang Kekasih Gila" hasil tulisan Han Gagas. Menurut Anggy, dari ratusan karya yang masuk, ia menyaringnya menjadi tujuh judul, lalu baru menentukan satu judul yang paling menarik dan unik.
Cerita ini dirasa bisa membuka sudut pandang baru, karena mengangkat tentang cinta antara dua orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ) yang termasuk kelompok yang dimarginalisasi.
“Cerita ini sangat drama sekaligus sastra banget”, jelas sutradara film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1" dan "Comic 8" ini.
Foto: Falcon Pictures
Selanjutnya, karya berjudul "The Murderer" tulisan dari Revin Palung, menjadi pilihan Ifa Isfansyah. Alasan produser film bergengsi "Kucumbu Tubuh Indahku" ini dalam memilih judul tersebut adalah karena keunikannya.
Cerita berlatar misteri ini unik karena dilihat dari sudut pandang anak-anak, meskipun termasuk cerita yang serius dan bukan cerita untuk anak-anak.
Lalu, Fajar Bustomi yang terbiasa menggarap film bergenre drama termasuk film hit seri "Dilan", konsisten memilih judul cerita dengan tema yang serupa.
Ia memilih novel "Jangan Ambil Surgaku" hasil karya Ari Kerling yang menggambarkan cerita antara anak dan ibu. ( )
“Saya pengen banget membuat film untuk para ibu. Saya juga suka sama filmnya Teguh Karya berjudul "Ibunda". Jadi cerita ini berkisah tentang tiga anak yang berusaha meraih hati ibu mereka untuk tinggal bersama, tentunya disertai plot twist yang mengejutkan. Maka dari itu, saya tertarik mengangkatnya,” kata Fajar Bustomi.
Danial Rifki, yang dikenal dengan film "99 Nama Cinta" dan "Haji Backpacker" ini memilih cerita dengan judul "Kattok Mencari Dalang"karangan Gusty Ayu Puspagathy.
“Hal yang menarik adalah karena latarnya yaitu Bondowoso. Bahasa yang digunakan adalah perpaduan Madura dan Jawa, menurut saya ini masih jarang ada di film-film Indonesia. Selain itu premisnya unik karena tentang keluarga disfungsional yang memiliki konflik,” jelasnya.
Sutradara film "Dear Nathan", Indra Gunawan atau akrab disapa Indra Kobutz, memilih cerita yang mirip dengan kejadian yang pernah ia alami. Ia memilih naskah "Pelangi Tanpa Warna" karya Mahfrizha Kifani.
“Ceritanya related dengan saya. Tentang seseorang yang kita cintai terkena penyakit, di sini alzheimer, sehingga mengubah keadaan keluarganya,” kata Indra.
Tujuh cerita atau naskah terbaik tersebut adalah hasil seleksi dari tujuh sutradara ternama Indonesia, yaitu Anggy Umbara, Rako Prijanto, Fajar Bustomi, Ifa Ifansyah, Herwin Novianto, Indra Kobutz, dan Danial Rifki.
Dari 1.600 naskah yang masuk, tujuh sutradara kondang ini menentukan pilihan cerita yang berbeda sesuai dengan preferensi masing-masing.
Sutradara film "Teman Tapi Menikah", Rako Prijanto memilih cerita berjudul "Harian Para Pembohong" karya Hidayatullah.
“Tulisannya cukup matang. Karakter dan tokohnya jelas, related sama kehidupan kita. Idenya juga unik dan original, sehingga sangat mungkin untuk dieksekusi menjadi film ”, ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (30/11/20) sore.
Sementara Anggy Umbara memilih cerita "Balada Sepasang Kekasih Gila" hasil tulisan Han Gagas. Menurut Anggy, dari ratusan karya yang masuk, ia menyaringnya menjadi tujuh judul, lalu baru menentukan satu judul yang paling menarik dan unik.
Cerita ini dirasa bisa membuka sudut pandang baru, karena mengangkat tentang cinta antara dua orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ) yang termasuk kelompok yang dimarginalisasi.
“Cerita ini sangat drama sekaligus sastra banget”, jelas sutradara film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1" dan "Comic 8" ini.
Foto: Falcon Pictures
Selanjutnya, karya berjudul "The Murderer" tulisan dari Revin Palung, menjadi pilihan Ifa Isfansyah. Alasan produser film bergengsi "Kucumbu Tubuh Indahku" ini dalam memilih judul tersebut adalah karena keunikannya.
Cerita berlatar misteri ini unik karena dilihat dari sudut pandang anak-anak, meskipun termasuk cerita yang serius dan bukan cerita untuk anak-anak.
Lalu, Fajar Bustomi yang terbiasa menggarap film bergenre drama termasuk film hit seri "Dilan", konsisten memilih judul cerita dengan tema yang serupa.
Ia memilih novel "Jangan Ambil Surgaku" hasil karya Ari Kerling yang menggambarkan cerita antara anak dan ibu. ( )
“Saya pengen banget membuat film untuk para ibu. Saya juga suka sama filmnya Teguh Karya berjudul "Ibunda". Jadi cerita ini berkisah tentang tiga anak yang berusaha meraih hati ibu mereka untuk tinggal bersama, tentunya disertai plot twist yang mengejutkan. Maka dari itu, saya tertarik mengangkatnya,” kata Fajar Bustomi.
Danial Rifki, yang dikenal dengan film "99 Nama Cinta" dan "Haji Backpacker" ini memilih cerita dengan judul "Kattok Mencari Dalang"karangan Gusty Ayu Puspagathy.
“Hal yang menarik adalah karena latarnya yaitu Bondowoso. Bahasa yang digunakan adalah perpaduan Madura dan Jawa, menurut saya ini masih jarang ada di film-film Indonesia. Selain itu premisnya unik karena tentang keluarga disfungsional yang memiliki konflik,” jelasnya.
Sutradara film "Dear Nathan", Indra Gunawan atau akrab disapa Indra Kobutz, memilih cerita yang mirip dengan kejadian yang pernah ia alami. Ia memilih naskah "Pelangi Tanpa Warna" karya Mahfrizha Kifani.
“Ceritanya related dengan saya. Tentang seseorang yang kita cintai terkena penyakit, di sini alzheimer, sehingga mengubah keadaan keluarganya,” kata Indra.
tulis komentar anda