CERMIN: Belajar Kembali dari Film Thailand
Sabtu, 18 Mei 2024 - 12:51 WIB
JAKARTA - Tahun 2021. The Medium berhasil mencetak rekor penonton hingga 165 ribu dan dinobatkan sebagai film Thailand paling sukses di bioskop Indonesia.
The Medium yang bergenre horor mengukuhkan dominasi perfilman Thailand dalam melahirkan karya orisinal yang tak terpengaruh dengan viralitas, tapi sangat kuat dari segi penceritaan hingga estetika. Sebelumnya memang telah banyak lahir film horor dari Thailand yang dikenal secara luas, salah satunya berjudul Pee Mak yang kini malah dibuat ulang versi Indonesia-nya oleh Falcon Pictures.
Empat tahun berselang, Thailand kembali mengekspor film terbarunya ke bioskop kita. Judulnya panjang, How to Make Millions Before Grandma Dies. Sekali lagi kita belajar soal keuletan para pencerita dari negeri tetangga tersebut yang percaya betul pada kekuatan cerita, bukan pada kekuatan viralitas yang masih terus diyakini hingga hari ini oleh sebagian besar rumah produksi di Tanah Air.
Padahal How to Make Millions Before Grandma Dies bercerita tentang hal-hal yang pernah kita alami dalam kehidupan sehari-hari, tapi luput dari penglihatan kita. Ini adalah sebuah kisah tentang Amah, seorang nenek yang baru saja divonis mengidap kanker usus.
Sudah lama Amah menjalani hidupnya seorang diri dan toh ia baik-baik saja. Namun ketika anak-anaknya tahu bahwa ia mengidap kanker dan diperkirakan hidup kurang dari setahun lagi, anak-anak tersebut mencoba menumpahkan perhatian yang sebelumnya nyaris tak pernah mereka perlihatkan.
Foto: GDH
Ini termasuk M, cucu Amah, yang jarang sekali menengok neneknya. M terlalu sibuk dengan impiannya menjadi seorang game caster yang membuatnya menjalani hidup dengan malas-malasan. Padahal ia sudah berusia 24 tahun dan seharusnya sudah menjalani pekerjaan atau usaha yang membuatnya tak perlu terlalu bergantung pada ibunya.
Vonis kanker Amah mendatangkan ide brilian bagi Amah. Atas pengaruh sepupunya yang sukses mendapat warisan dari kakeknya karena merawatnya saat akhir hidupnya, M pun mencoba melakukan hal yang sama kepada Amah.
Kita tahu dari awal betapa tak tulusnya M melakukan banyak hal untuk Amah. Namun cerita memperlihatkan betapa cinta bisa menaklukkan banyak hal, betapa cinta bisa melunakkan kerasnya hati, dan betapa cinta pula yang bisa membuat seseorang melakukan pengorbanan besar untuk orang lain.
How to Make Millions Before Grandma Dies terasa begitu hangat dan dekat karena yang dijalani Amah dan M juga mirip dengan apa yang kita alami dengan nenek kita. Saya ingat betul soal rutinitas nenek saya yang setiap dua bulan sekali berkunjung ke Makassar untuk membeli barang dagangan untuk dijualnya di pasar di Raha, Sulawesi Tenggara.
Nenek saya adalah seorang mandiri yang tak pernah bergantung pada suami. Oleh karena itu, ketika kakek saya meninggal, finansialnya tetap kokoh.
Foto: GDH
Saya ingat ada suatu masa saat nenek saya sakit dan tak bisa bangun berhari-hari dan membuat panik sekeluarga besar. Saya pun mesti terbang dari Jakarta ke Raha untuk menjenguknya.
Yang lucu adalah ketika akhirnya saya tiba dan memeluknya, seketika ia bangun, mandi, dan seolah-olah ia tak pernah sakit sebelumnya. Karenanya tante saya bilang bahwa mungkin nenek saya cuma kangen ingin lihat saya. Betul saja sekitar sebulan setelahnya nenek saya pun akhirnya meninggal.
Namunsaya tak pernah menjadi M dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada hari-hari ini kala segala hal ditakar dengan uang, kita bisa dengan mudah menemukan seorang M di manapun. Kejelian duo penulis Pat Boonnitipat dan Thodsapon Thiptinnakorn yang menulis karakter M dengan segala kelemahannya yang alamiah membuat pijakan yang menarik untuk mengawali cerita.
Kita melihat bagaimana cinta membuat M berubah. Kita melihatnya berubah sepanjang film dan kita senang melihatnya tak lagi melihat Amah sekadar sebagai “sapi perah”-nya.
The Medium yang bergenre horor mengukuhkan dominasi perfilman Thailand dalam melahirkan karya orisinal yang tak terpengaruh dengan viralitas, tapi sangat kuat dari segi penceritaan hingga estetika. Sebelumnya memang telah banyak lahir film horor dari Thailand yang dikenal secara luas, salah satunya berjudul Pee Mak yang kini malah dibuat ulang versi Indonesia-nya oleh Falcon Pictures.
Empat tahun berselang, Thailand kembali mengekspor film terbarunya ke bioskop kita. Judulnya panjang, How to Make Millions Before Grandma Dies. Sekali lagi kita belajar soal keuletan para pencerita dari negeri tetangga tersebut yang percaya betul pada kekuatan cerita, bukan pada kekuatan viralitas yang masih terus diyakini hingga hari ini oleh sebagian besar rumah produksi di Tanah Air.
Padahal How to Make Millions Before Grandma Dies bercerita tentang hal-hal yang pernah kita alami dalam kehidupan sehari-hari, tapi luput dari penglihatan kita. Ini adalah sebuah kisah tentang Amah, seorang nenek yang baru saja divonis mengidap kanker usus.
Sudah lama Amah menjalani hidupnya seorang diri dan toh ia baik-baik saja. Namun ketika anak-anaknya tahu bahwa ia mengidap kanker dan diperkirakan hidup kurang dari setahun lagi, anak-anak tersebut mencoba menumpahkan perhatian yang sebelumnya nyaris tak pernah mereka perlihatkan.
Foto: GDH
Ini termasuk M, cucu Amah, yang jarang sekali menengok neneknya. M terlalu sibuk dengan impiannya menjadi seorang game caster yang membuatnya menjalani hidup dengan malas-malasan. Padahal ia sudah berusia 24 tahun dan seharusnya sudah menjalani pekerjaan atau usaha yang membuatnya tak perlu terlalu bergantung pada ibunya.
Vonis kanker Amah mendatangkan ide brilian bagi Amah. Atas pengaruh sepupunya yang sukses mendapat warisan dari kakeknya karena merawatnya saat akhir hidupnya, M pun mencoba melakukan hal yang sama kepada Amah.
Kita tahu dari awal betapa tak tulusnya M melakukan banyak hal untuk Amah. Namun cerita memperlihatkan betapa cinta bisa menaklukkan banyak hal, betapa cinta bisa melunakkan kerasnya hati, dan betapa cinta pula yang bisa membuat seseorang melakukan pengorbanan besar untuk orang lain.
How to Make Millions Before Grandma Dies terasa begitu hangat dan dekat karena yang dijalani Amah dan M juga mirip dengan apa yang kita alami dengan nenek kita. Saya ingat betul soal rutinitas nenek saya yang setiap dua bulan sekali berkunjung ke Makassar untuk membeli barang dagangan untuk dijualnya di pasar di Raha, Sulawesi Tenggara.
Nenek saya adalah seorang mandiri yang tak pernah bergantung pada suami. Oleh karena itu, ketika kakek saya meninggal, finansialnya tetap kokoh.
Foto: GDH
Saya ingat ada suatu masa saat nenek saya sakit dan tak bisa bangun berhari-hari dan membuat panik sekeluarga besar. Saya pun mesti terbang dari Jakarta ke Raha untuk menjenguknya.
Yang lucu adalah ketika akhirnya saya tiba dan memeluknya, seketika ia bangun, mandi, dan seolah-olah ia tak pernah sakit sebelumnya. Karenanya tante saya bilang bahwa mungkin nenek saya cuma kangen ingin lihat saya. Betul saja sekitar sebulan setelahnya nenek saya pun akhirnya meninggal.
Namunsaya tak pernah menjadi M dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada hari-hari ini kala segala hal ditakar dengan uang, kita bisa dengan mudah menemukan seorang M di manapun. Kejelian duo penulis Pat Boonnitipat dan Thodsapon Thiptinnakorn yang menulis karakter M dengan segala kelemahannya yang alamiah membuat pijakan yang menarik untuk mengawali cerita.
Kita melihat bagaimana cinta membuat M berubah. Kita melihatnya berubah sepanjang film dan kita senang melihatnya tak lagi melihat Amah sekadar sebagai “sapi perah”-nya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda