CERMIN: Dalam Hidup Kita Perlu Menang Sekali Saja
Sabtu, 20 April 2024 - 12:48 WIB
Dengan munculnya generasi baru penonton bioskop yang semakin mengapresiasi cerita-cerita orisinal, kita pun berharap rumah-rumah produksi besar memberi tempat pada cerita-cerita sejenis YOLO untuk tumbuh, berkembang, dan menemukan penontonnya di bioskop di Indonesia.
Mungkin kita sudah bosan dengan cerita-cerita yang memperlihatkan protagonis dengan segala kesempurnaannya, protagonis dengan kehidupan serba mudah di luar negeri, atau protagonis yang seperti tak mensyukuri hidupnya yang bergelimang privilege.
Foto:Shanghai Taopiaopiao Film and Television
Dari YOLO kita juga belajar bahwa film semestinya memang dipersiapkan dengan serius dan tak instan. Le Ying melakukan persiapan berbulan-bulan untuk mengubah penampilan fisiknya dari tambun kuyu menjadi berotot dan bersemangat.
Ia melewati kesusahan yang dialami oleh karakter yang diperankannya. Karena itulah perjuangannya pun terasa nyata, dan perasaan itu tersampaikan dengan baik ke penonton.
Dari Saito dan Le Ying kita belajar bahwa tak ada yang tak mungkin. Yang bisa melakukan perubahan pada diri kita, ya, hanya kita sendiri. Motivasi apa pun yang melecutnya akan berguna.
Bagi Le Ying, ia sudah menang ketika berhasil menaklukkan dirinya, melakukan transformasi tak sekadar fisik, tapi juga mentalnya, dari seorang pecundang menjadi pemenang. Kita melihat itu semua terjadi di depan mata kita.
Pada titik inilah, meski dengan segala kekurangan yang dipunyainya, YOLO menjadi film yang mencerahkan dan potensial mendorong penontonnya melakukan hal yang sama pada hidup mereka.
Dari masa yang jauh kita mendengar John F Kennedy mengumandangkan soal perubahan yang masih relevan hingga hari ini. “Change is the law of life. And those who look only to the past or present are certain to miss the future”.
YOLO
Produser: -
Penulis Skenario: Yu Bu, Yupeng Guo, Ling Jia, Honglu Liu, Jibin Sun
Sutradara: Ling Jia
Pemain: Ling Jia, Jiayin Lei, Xiaofei Zhang
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Mungkin kita sudah bosan dengan cerita-cerita yang memperlihatkan protagonis dengan segala kesempurnaannya, protagonis dengan kehidupan serba mudah di luar negeri, atau protagonis yang seperti tak mensyukuri hidupnya yang bergelimang privilege.
Foto:Shanghai Taopiaopiao Film and Television
Dari YOLO kita juga belajar bahwa film semestinya memang dipersiapkan dengan serius dan tak instan. Le Ying melakukan persiapan berbulan-bulan untuk mengubah penampilan fisiknya dari tambun kuyu menjadi berotot dan bersemangat.
Ia melewati kesusahan yang dialami oleh karakter yang diperankannya. Karena itulah perjuangannya pun terasa nyata, dan perasaan itu tersampaikan dengan baik ke penonton.
Dari Saito dan Le Ying kita belajar bahwa tak ada yang tak mungkin. Yang bisa melakukan perubahan pada diri kita, ya, hanya kita sendiri. Motivasi apa pun yang melecutnya akan berguna.
Bagi Le Ying, ia sudah menang ketika berhasil menaklukkan dirinya, melakukan transformasi tak sekadar fisik, tapi juga mentalnya, dari seorang pecundang menjadi pemenang. Kita melihat itu semua terjadi di depan mata kita.
Pada titik inilah, meski dengan segala kekurangan yang dipunyainya, YOLO menjadi film yang mencerahkan dan potensial mendorong penontonnya melakukan hal yang sama pada hidup mereka.
Dari masa yang jauh kita mendengar John F Kennedy mengumandangkan soal perubahan yang masih relevan hingga hari ini. “Change is the law of life. And those who look only to the past or present are certain to miss the future”.
YOLO
Produser: -
Penulis Skenario: Yu Bu, Yupeng Guo, Ling Jia, Honglu Liu, Jibin Sun
Sutradara: Ling Jia
Pemain: Ling Jia, Jiayin Lei, Xiaofei Zhang
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)
Lihat Juga :
tulis komentar anda