3 Wisata Religi Favorit di Ponorogo, Cocok Jadi Destinasi saat Ramadan dan Lebaran
Sabtu, 09 Maret 2024 - 15:30 WIB
JAKARTA - Selain terkenal dengan julukan “Bumi Reog” dan keindahan alamnya, Ponorogo di Jawa Timur nyatanya juga dikenal sebagai kota santri. Tak heran, ada beberapa kawasan yang cocok sebagai lokasi wisata religi .
Pengunjung dari dalam maupun luar Ponorogo kerap mengunjungi tempat-tempat yang kental nuansa religi ini. Tujuan mereka beragam, mulai beribadah, berwisata, belajar perkembangan sejarah, atau “nguri-nguri budaya” alias melestarikan budaya.
Foto: Instagram @dian_tanto
Pertama ialah Masjid Jami’ Tegalsari yang berjarak kurang lebih 10 km atau 21 menit dari pusat kota Ponorogo. Tepatnya terletak di Dukuh Gendol, Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Ponorogo.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992, Masjid Jami’ Tegalsari adalah bangunan cagar budaya. Masjid ini diperkirakan dibangun sekitar pertengahan abad ke-18 oleh Kyai Ageng Hasan Besari.
Sebelum adanya masjid tersebut, Tegalsari merupakan sebuah pesantren yang didirikan oleh Kyai Ageng Muhammad Besari. Ibunya adalah cicit dari Sunan Ampel.
Bangunan Masjid Jami' Tegalsari menggabungkan arsitektur budaya Jawa kuno dengan unsur Islam yang menarik minat khalayak untuk datang beribadah. Pengunjung juga bisa melakukan ziarah makam dan mengenal sejarah dan perkembangan masjid ini.
Ketika sampai di Masjid Jami’ Tegalsari, pengunjung akan disambut dengan pemandangan menara serta gapura utama yang berkonsep Jawa klasik. Di halaman masjid terdapat peninggalan batu besar yang disebut dengan “batu bancik” yang berasal dari Kerajaan Hindu Majapahit.
Terdapat juga 36 tiang masjid dari kayu jati yang dipasang tanpa menggunakan paku. Terdapat 4 saka guru, 24 saka pinggir, dan 12 saka rawa. Adapun kubah masjid berasal dari tanah liat yang masih bertahan hingga saat ini.
Masjid Jami’ Tegalsari memiliki kegiatan rutin, yaitu Tahlil Kubro dan Ambengan Peringatan Haul Kyai Ageng Mohammad Besari, I’tikaf (Qiyaamu Lailati Ramadhan), Shalat Sunnah Rajab, Shalat Idulfitri, Shalawatan Maulud, Ziarah Makam, Semaan Al-Qur'an Biannadhor, Dzikrul Gholifin, Mujahadah Qiyamul Lail, dan Qodiriyah.
Foto: Instagram @annisareha
Masjid Agung Ponorogo terletak di jalan Aloon-Aloon Barat Kabupaten Ponorogo. Lokasinya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari wilayah gedung atau pendapa Kabupaten Ponorogo.
Masjid ini biasanya menjadi sasaran tempat singgah para pengunjung dari luar Ponorogo untuk salat atau sekadar beristirahat sambil menikmati kemegahan bangunannya.
Masjid Agung Ponorogo didirikan pada 1858 oleh Raden Mas Adipati Aryo Tjokronegoro. Masjid ini memiliki sembilan kubah kecil berwarna hijau sebagai simbol sembilan wali atau walisongo. Proses pembangunan Masjid Agung Ponorogo diawali pada masa penjajahan Belanda yang awalnya hanya sebagai musala.
Musala itu lalu dibangun ulang oleh Adipati Tjokronegoro menggunakan 16 tiang kayu jati sebagai pilar utama. Pembangunannya dipercayai dikerjakan oleh tukang kayu khusus dari kerajaan Solo dengan kondisi suci. Masjid ini juga memiliki dua bangunan utama dengan karakteristik berbeda.
Pengunjung dari dalam maupun luar Ponorogo kerap mengunjungi tempat-tempat yang kental nuansa religi ini. Tujuan mereka beragam, mulai beribadah, berwisata, belajar perkembangan sejarah, atau “nguri-nguri budaya” alias melestarikan budaya.
Baca Juga
3Wisata Religi Favorit di Ponorogo
1. Masjid Jami’ Tegalsari
Foto: Instagram @dian_tanto
Pertama ialah Masjid Jami’ Tegalsari yang berjarak kurang lebih 10 km atau 21 menit dari pusat kota Ponorogo. Tepatnya terletak di Dukuh Gendol, Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Ponorogo.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992, Masjid Jami’ Tegalsari adalah bangunan cagar budaya. Masjid ini diperkirakan dibangun sekitar pertengahan abad ke-18 oleh Kyai Ageng Hasan Besari.
Sebelum adanya masjid tersebut, Tegalsari merupakan sebuah pesantren yang didirikan oleh Kyai Ageng Muhammad Besari. Ibunya adalah cicit dari Sunan Ampel.
Bangunan Masjid Jami' Tegalsari menggabungkan arsitektur budaya Jawa kuno dengan unsur Islam yang menarik minat khalayak untuk datang beribadah. Pengunjung juga bisa melakukan ziarah makam dan mengenal sejarah dan perkembangan masjid ini.
Ketika sampai di Masjid Jami’ Tegalsari, pengunjung akan disambut dengan pemandangan menara serta gapura utama yang berkonsep Jawa klasik. Di halaman masjid terdapat peninggalan batu besar yang disebut dengan “batu bancik” yang berasal dari Kerajaan Hindu Majapahit.
Terdapat juga 36 tiang masjid dari kayu jati yang dipasang tanpa menggunakan paku. Terdapat 4 saka guru, 24 saka pinggir, dan 12 saka rawa. Adapun kubah masjid berasal dari tanah liat yang masih bertahan hingga saat ini.
Masjid Jami’ Tegalsari memiliki kegiatan rutin, yaitu Tahlil Kubro dan Ambengan Peringatan Haul Kyai Ageng Mohammad Besari, I’tikaf (Qiyaamu Lailati Ramadhan), Shalat Sunnah Rajab, Shalat Idulfitri, Shalawatan Maulud, Ziarah Makam, Semaan Al-Qur'an Biannadhor, Dzikrul Gholifin, Mujahadah Qiyamul Lail, dan Qodiriyah.
2. Masjid Agung Ponorogo
Foto: Instagram @annisareha
Masjid Agung Ponorogo terletak di jalan Aloon-Aloon Barat Kabupaten Ponorogo. Lokasinya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari wilayah gedung atau pendapa Kabupaten Ponorogo.
Masjid ini biasanya menjadi sasaran tempat singgah para pengunjung dari luar Ponorogo untuk salat atau sekadar beristirahat sambil menikmati kemegahan bangunannya.
Masjid Agung Ponorogo didirikan pada 1858 oleh Raden Mas Adipati Aryo Tjokronegoro. Masjid ini memiliki sembilan kubah kecil berwarna hijau sebagai simbol sembilan wali atau walisongo. Proses pembangunan Masjid Agung Ponorogo diawali pada masa penjajahan Belanda yang awalnya hanya sebagai musala.
Musala itu lalu dibangun ulang oleh Adipati Tjokronegoro menggunakan 16 tiang kayu jati sebagai pilar utama. Pembangunannya dipercayai dikerjakan oleh tukang kayu khusus dari kerajaan Solo dengan kondisi suci. Masjid ini juga memiliki dua bangunan utama dengan karakteristik berbeda.
tulis komentar anda