CERMIN: Malaikat Tak Bersayap di New York
Sabtu, 09 Maret 2024 - 09:07 WIB
JAKARTA - Tahun 2019. Salah satu penulis perempuan terbesar yang dimiliki Amerika, Toni Morrison, tutup usia. Ia meninggalkan banyak jejak sepanjang hidupnya termasuk untuk kota tempatnya menghirup udara terakhir kali, New York.
Salah satu ujaran dari Toni yang sering dikutip dalam berbagai lembaran budaya pop termasuk film adalah “New York is the last true city”. Bagi kita yang tak pernah hidup di sana bisa saja kurang memahami maknanya. Namun bagi jutaan penduduk yang berjibaku dengan kerasnya hidup setiap hari, seperti Inez, New York adalah kota yang paling dicintai sekaligus sering kali pula dibenci.
Inez mewakili representasi perempuan Afrika-Amerika yang lahir dari keluarga berantakan. Ia dibesarkan di jalanan, terpaksa mencicipi masa tahanan di penjara, dan akhirnya bisa menghirup udara bebas. Tapi kali ini, bagi Inez, adalah kesempatan kedua, tak saja untuknya tapi juga untuk bocah berusia enam tahun bernama Terry.
Dalam usianya yang masih teramat muda, Terry sudah harus menghadapi kerasnya hidup dengan berpindah dari satu orang tua asuh ke orang tua asuh lainnya. Hatinya telah dipatahkan berkali-kali, bahkan sejak ia mungkin belum paham apa yang sebenarnya terjadi.
Seperti Inez, hati kita pun hancur berantakan ketika Terry dalam keadaan sesenggukan mempertanyakan sesuatu ke perempuan berusia 22 tahun itu. “Mengapa Ibu terus meninggalkanku?”
Foto: HBO Go
Dalam usia yang masih sangat muda, Terry merasa tak dicintai oleh siapa pun. Kita pun ikut menangis bersama pengalaman hidup sepahit itu dalam usia semuda itu.
Oleh karena itulah kali ini Inez bertekad dengan cara apa pun ia akan mencari jalan agar dirinya dan Terry bisa terus bersama. Inez yang dibesarkan di jalan sering kali tak akur dengan Terry yang berhati lembut.
Inez yang keras dan menginginkan Terry keluar dari lingkaran setan kemiskinan sering kali tak mencoba memahami apa yang sesungguhnya diinginkan anak itu. Film A Thousand and One yang tayang di HBO Go ini menjelma menjadi sebuah kisah dahsyat tentang bagaimana cinta seorang ibu sepanjang jalan, tentang bagaimana perempuan berusia 22 tahun menjelma menjadi malaikat tanpa sayap bagi bocah patah hati berusia enam tahun, dan bagaimana mereka menjalani hidup dari tahun ke tahun dengan penuh perjuangan.
Film peraih gelar Grand Jury Prize dariSundance Film Festival 2023 ini sejenis drama yang akan mencabik-cabik perasaan, menyatukannya kembali, dan menghangatkan hati kita setelah melewati 117 menit durasinya. Dibanding American Fiction, rasanya A Thousand and One lebih kuat secara cerita.
Film ini juga ebih relevan dengan banyak perempuan dan anak yang saling menguatkan di tengah kerasnya hidup di belahan dunia manapun. Juga menjadi gambaran realistis bahwa yang terjadi pada Inez, sebagaimana rentang waktu filmnya dari tahun 1994 hingga 2005, masih terjadi di New York hingga hari ini.
Foto: HBO Go
Debut penyutradaraan dari A.V Rockwell ini kuat dalam beragam segi. Selain dari sisi skenario dan tema, ia juga sangat kuat dari sisi pemeranan.
Teyana Taylor seharusnya bisa menjebol nomine Oscar tahun ini dengan sensitivitasnya menangkap apa yang dirasakan perempuan yang tak pernah punya rumah dalam usia 22 tahun. Yang lantas memutuskan membentuk rumahnya sendiri hingga anaknya menjelang dewasa dan siap bertarung dengan dunia yang sebenarnya.
Dibanding Sterling K Brown dari American Fiction yang berhasil menjebol nomine Oscar, Josiah Cross yang memerankan Terry remaja rasanya juga lebih perlu diapresiasi berkat caranya merespons peran menarik ini dengan indah.
Keberhasilan A Thousand and One adalah kerja kolektif dari banyak segi, juga dari departemen sinematografi yang cemerlang. Penata sinematografi Eric Yue berhasil menangkap yang selama ini luput terlihat dari sebuah kota yang berkembang.
Salah satu ujaran dari Toni yang sering dikutip dalam berbagai lembaran budaya pop termasuk film adalah “New York is the last true city”. Bagi kita yang tak pernah hidup di sana bisa saja kurang memahami maknanya. Namun bagi jutaan penduduk yang berjibaku dengan kerasnya hidup setiap hari, seperti Inez, New York adalah kota yang paling dicintai sekaligus sering kali pula dibenci.
Inez mewakili representasi perempuan Afrika-Amerika yang lahir dari keluarga berantakan. Ia dibesarkan di jalanan, terpaksa mencicipi masa tahanan di penjara, dan akhirnya bisa menghirup udara bebas. Tapi kali ini, bagi Inez, adalah kesempatan kedua, tak saja untuknya tapi juga untuk bocah berusia enam tahun bernama Terry.
Baca Juga
Dalam usianya yang masih teramat muda, Terry sudah harus menghadapi kerasnya hidup dengan berpindah dari satu orang tua asuh ke orang tua asuh lainnya. Hatinya telah dipatahkan berkali-kali, bahkan sejak ia mungkin belum paham apa yang sebenarnya terjadi.
Seperti Inez, hati kita pun hancur berantakan ketika Terry dalam keadaan sesenggukan mempertanyakan sesuatu ke perempuan berusia 22 tahun itu. “Mengapa Ibu terus meninggalkanku?”
Foto: HBO Go
Dalam usia yang masih sangat muda, Terry merasa tak dicintai oleh siapa pun. Kita pun ikut menangis bersama pengalaman hidup sepahit itu dalam usia semuda itu.
Oleh karena itulah kali ini Inez bertekad dengan cara apa pun ia akan mencari jalan agar dirinya dan Terry bisa terus bersama. Inez yang dibesarkan di jalan sering kali tak akur dengan Terry yang berhati lembut.
Inez yang keras dan menginginkan Terry keluar dari lingkaran setan kemiskinan sering kali tak mencoba memahami apa yang sesungguhnya diinginkan anak itu. Film A Thousand and One yang tayang di HBO Go ini menjelma menjadi sebuah kisah dahsyat tentang bagaimana cinta seorang ibu sepanjang jalan, tentang bagaimana perempuan berusia 22 tahun menjelma menjadi malaikat tanpa sayap bagi bocah patah hati berusia enam tahun, dan bagaimana mereka menjalani hidup dari tahun ke tahun dengan penuh perjuangan.
Film peraih gelar Grand Jury Prize dariSundance Film Festival 2023 ini sejenis drama yang akan mencabik-cabik perasaan, menyatukannya kembali, dan menghangatkan hati kita setelah melewati 117 menit durasinya. Dibanding American Fiction, rasanya A Thousand and One lebih kuat secara cerita.
Film ini juga ebih relevan dengan banyak perempuan dan anak yang saling menguatkan di tengah kerasnya hidup di belahan dunia manapun. Juga menjadi gambaran realistis bahwa yang terjadi pada Inez, sebagaimana rentang waktu filmnya dari tahun 1994 hingga 2005, masih terjadi di New York hingga hari ini.
Foto: HBO Go
Debut penyutradaraan dari A.V Rockwell ini kuat dalam beragam segi. Selain dari sisi skenario dan tema, ia juga sangat kuat dari sisi pemeranan.
Teyana Taylor seharusnya bisa menjebol nomine Oscar tahun ini dengan sensitivitasnya menangkap apa yang dirasakan perempuan yang tak pernah punya rumah dalam usia 22 tahun. Yang lantas memutuskan membentuk rumahnya sendiri hingga anaknya menjelang dewasa dan siap bertarung dengan dunia yang sebenarnya.
Dibanding Sterling K Brown dari American Fiction yang berhasil menjebol nomine Oscar, Josiah Cross yang memerankan Terry remaja rasanya juga lebih perlu diapresiasi berkat caranya merespons peran menarik ini dengan indah.
Keberhasilan A Thousand and One adalah kerja kolektif dari banyak segi, juga dari departemen sinematografi yang cemerlang. Penata sinematografi Eric Yue berhasil menangkap yang selama ini luput terlihat dari sebuah kota yang berkembang.
Lihat Juga :
tulis komentar anda