Review Film A Shuttlecock to Tomorrow: Romansa nan Manis dan Tetap Sportif
Rabu, 21 Februari 2024 - 14:43 WIB
Melihat keadaan tersebut, pemerintah merespons dengan baik. Telah terbit Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Setidaknya ada 19 poin yang diatur oleh undang-undang ini, meliputi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, pengelolaan keolahragaan, sarana prasarana olah raga, industri olah raga, hingga penghargaan dan jaminan sosial.
Cikal bakal undang-undang ini diinisiasi dalam rapat kerja DPR dengan Kementrian Pemuda dan Olah Raga, pada masanya Menteri Zainudin Amali, pada 2019 di Senayan. Saat itu dibahas usulan mengenai adanya program kesejahteraan para atlet pasca-pensiun.
Dilansir asumsi.co, saat usulan diajukan, ada sisa anggaran sebesar Rp508,7 triliun yang bisa dialihkan untuk mengupayakan jaminan kesehatan untuk para pensiunan atlet. Terbitnya undang-undang itu adalah langkah positif dari pemerintah yang mau mendengar usulan DPR RI.
Sebelum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 ini terbit pun, pemerintah sudah memberikan apresiasi finansial bagi para atlet yang mengikuti dan menang dalam ajang Olimpiade Tokyo 2021.
Apresiasi tertinggi bagi peraih medali emas diberikan uang sebesar Rp5,5 miliar, perak Rp2,5 miliar, dan perunggu Rp1,5 miliar. Tak hanya itu, apresiasi berupa uang pun diberikan bagi pelatih dan atlet yang tidak menang saat itu.
Saat itu, atlet bulu tangkis ganda putri Greysia Polii dan Apriyani Rahayu mendapatkan bonus dari medali emas, dan lifter Eko Yuli Irawan menerima bonus dari medali perak. Adapun para peraih medali perunggu yaitu Windy Cantika Aisah (angkat besi), Rahmat Erwin Abdullah (angkat besi), dan Anthony Sinisuka Ginting (bulu tangkis).
Foto: Vidsee
Pemberian bonus dengan angka tersebut dinilai baru dan fantastis sehingga membawa angin segar bagi para calon atlet dan atlet yang sedang aktif saat ini. Harapan menjadi atlet bisa menjamin hidup pun semakin terbuka.
Tokoh Ibu dalam film A Shuttlecock to Tomorrow ini juga menyakini bahwa hidup seorang atlet sekarang akan lebih sejahtera. Dia mengatakan bahwa sejak muda pendidikan seorang atlet profesional bisa ditopang dari beasiswa. Meskipun dari keadaan ekonomi keluarga yang kurang baik, seorang atlet pada akhirnya bisa bersekolah tinggi dan nantinya punya kesempatan profesional lainnya.
Pendapat si Ibu tidak salah. Jika mencari di mesin pencarian dengan kata kunci “beasiswa untuk atlet” akan kita temui banyak universitas di Indonesia memberi tawaran beasiswa lewat jalur prestasi olahraga. Tidak hanya universitas, jenjang SMP dan SMA negeri pun memberi kuota untuk siswa baru berprestasi olahraga setiap tahunnya. Demikian juga di beberapa sekolah swasta.
Dilansir dari situs Kemenpora.go.id, Menteri Pemuda dan Olahraga RI Zainudin Amali, pada 2022 sempat juga bekerja sama dengan Universitas Prof. Dr. Moestopo dalam penyediaan beasiswa bagi lima atlet berprestasi dari cabang atletik. Ke depannya, Kemenpora berharap bahwa perguruan tinggi akan jadi tempat menuai para kader berprestasi, salah satunya adalah atlet.
Tokoh utama si calon atlet perempuan ini berkali-kali gagal dalam audisi, tetapi juga tak menyerah karena punya satu tujuan. Semangat tak mudah putus asa itu pun tergambarkan hingga akhir cerita meskipun jalan yang dia tempuh sudah berbeda.
Masih lekat dalam ingatan film Garuda di Dadaku yang dirilis pada 2009. Kisah Bayu, siswa kelas 6 SD, yang punya cita-cita menjadi pemain sepak bola terinspirasi dari keinginan bapaknya dulu.
Keinginan Bayu ditentang Usman, kakeknya. Meski dilarang, Bayu tetap tidak pantang menyerah. Dia pun berhasil menjadi bagian dari Timnas U13 yang akan berhadapan dengan Jepang kala itu. Garuda Di Dadaku berhasil menyabet Piala Citra kategori Film Anak Terbaik FFI 2009 dan masuk di beberapa nominasi untuk aktor terbaik, penulis skenario terbaik, dan tata musik terbaik.
Selain Garuda Di Dadaku, ada juga 3 Srikandi. Orang yang awam mengenai cabang olahraga memanah menjadi tahu bahwa Indonesia pernah punya tiga orang atlet gemilang pada masanya. Terinspirasi dari kisah nyata, film ini menceritakan perjuangan Nurfitriyana (Bunga Citra Lestari), Lilies (Chelsea Islan) dan Kusuma (Tara Basro) saat merebut medall perak pertama dalam ajang Olimpiade Seoul 1988.
Foto: Vidsee
Dalam film ini ada tokoh Donald Pandiangan, “Robin Hood Indonesia“, yang diperankan oleh Reza Rahadian. Donald adalah seorang atlet lawas yang kecewa kepada pemerintah karena batal bertanding di Olimpiade Musim Panas 1980 di Moskwa karena alasan politis.
Cikal bakal undang-undang ini diinisiasi dalam rapat kerja DPR dengan Kementrian Pemuda dan Olah Raga, pada masanya Menteri Zainudin Amali, pada 2019 di Senayan. Saat itu dibahas usulan mengenai adanya program kesejahteraan para atlet pasca-pensiun.
Dilansir asumsi.co, saat usulan diajukan, ada sisa anggaran sebesar Rp508,7 triliun yang bisa dialihkan untuk mengupayakan jaminan kesehatan untuk para pensiunan atlet. Terbitnya undang-undang itu adalah langkah positif dari pemerintah yang mau mendengar usulan DPR RI.
Sebelum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 ini terbit pun, pemerintah sudah memberikan apresiasi finansial bagi para atlet yang mengikuti dan menang dalam ajang Olimpiade Tokyo 2021.
Apresiasi tertinggi bagi peraih medali emas diberikan uang sebesar Rp5,5 miliar, perak Rp2,5 miliar, dan perunggu Rp1,5 miliar. Tak hanya itu, apresiasi berupa uang pun diberikan bagi pelatih dan atlet yang tidak menang saat itu.
Saat itu, atlet bulu tangkis ganda putri Greysia Polii dan Apriyani Rahayu mendapatkan bonus dari medali emas, dan lifter Eko Yuli Irawan menerima bonus dari medali perak. Adapun para peraih medali perunggu yaitu Windy Cantika Aisah (angkat besi), Rahmat Erwin Abdullah (angkat besi), dan Anthony Sinisuka Ginting (bulu tangkis).
Foto: Vidsee
Pemberian bonus dengan angka tersebut dinilai baru dan fantastis sehingga membawa angin segar bagi para calon atlet dan atlet yang sedang aktif saat ini. Harapan menjadi atlet bisa menjamin hidup pun semakin terbuka.
Tokoh Ibu dalam film A Shuttlecock to Tomorrow ini juga menyakini bahwa hidup seorang atlet sekarang akan lebih sejahtera. Dia mengatakan bahwa sejak muda pendidikan seorang atlet profesional bisa ditopang dari beasiswa. Meskipun dari keadaan ekonomi keluarga yang kurang baik, seorang atlet pada akhirnya bisa bersekolah tinggi dan nantinya punya kesempatan profesional lainnya.
Pendapat si Ibu tidak salah. Jika mencari di mesin pencarian dengan kata kunci “beasiswa untuk atlet” akan kita temui banyak universitas di Indonesia memberi tawaran beasiswa lewat jalur prestasi olahraga. Tidak hanya universitas, jenjang SMP dan SMA negeri pun memberi kuota untuk siswa baru berprestasi olahraga setiap tahunnya. Demikian juga di beberapa sekolah swasta.
Dilansir dari situs Kemenpora.go.id, Menteri Pemuda dan Olahraga RI Zainudin Amali, pada 2022 sempat juga bekerja sama dengan Universitas Prof. Dr. Moestopo dalam penyediaan beasiswa bagi lima atlet berprestasi dari cabang atletik. Ke depannya, Kemenpora berharap bahwa perguruan tinggi akan jadi tempat menuai para kader berprestasi, salah satunya adalah atlet.
Kisah Para Atlet dalam Film
Semangat pantang menyerah dan jiwa sportif biasanya adalah hal menonjol yang diceritakan dalam film-film bertemakan olahraga. Demikian halnya yang menjadi akar dari film A Shuttlecock to Tomorrow.Tokoh utama si calon atlet perempuan ini berkali-kali gagal dalam audisi, tetapi juga tak menyerah karena punya satu tujuan. Semangat tak mudah putus asa itu pun tergambarkan hingga akhir cerita meskipun jalan yang dia tempuh sudah berbeda.
Masih lekat dalam ingatan film Garuda di Dadaku yang dirilis pada 2009. Kisah Bayu, siswa kelas 6 SD, yang punya cita-cita menjadi pemain sepak bola terinspirasi dari keinginan bapaknya dulu.
Keinginan Bayu ditentang Usman, kakeknya. Meski dilarang, Bayu tetap tidak pantang menyerah. Dia pun berhasil menjadi bagian dari Timnas U13 yang akan berhadapan dengan Jepang kala itu. Garuda Di Dadaku berhasil menyabet Piala Citra kategori Film Anak Terbaik FFI 2009 dan masuk di beberapa nominasi untuk aktor terbaik, penulis skenario terbaik, dan tata musik terbaik.
Selain Garuda Di Dadaku, ada juga 3 Srikandi. Orang yang awam mengenai cabang olahraga memanah menjadi tahu bahwa Indonesia pernah punya tiga orang atlet gemilang pada masanya. Terinspirasi dari kisah nyata, film ini menceritakan perjuangan Nurfitriyana (Bunga Citra Lestari), Lilies (Chelsea Islan) dan Kusuma (Tara Basro) saat merebut medall perak pertama dalam ajang Olimpiade Seoul 1988.
Foto: Vidsee
Dalam film ini ada tokoh Donald Pandiangan, “Robin Hood Indonesia“, yang diperankan oleh Reza Rahadian. Donald adalah seorang atlet lawas yang kecewa kepada pemerintah karena batal bertanding di Olimpiade Musim Panas 1980 di Moskwa karena alasan politis.
tulis komentar anda