Review Film Marry Me: Sejujurnya, Menikah Butuh Uang!
Rabu, 07 Februari 2024 - 13:11 WIB
Foto:Joni Astin Film
Ada lagi The Fault in Our Stars (2014). Bercerita tentang kisah cinta dua penderita kanker yang masih remaja, mereka berhak bahagia dalam keterbatasan. Hazel Grace Lancester dan Augustus Walter bertemu di sebuah support group penderita kanker. Mereka punya hobi yang sama dan saling bertukar buku. Kesamaan pemikiran dan penderitaan menyatukan keduanya meskipun tidak berlangsung lama.
The Fault in Our Stars mendapatkan sambutan dan kritikan yang bagus saat penayangan perdananya. Banyak yang mengatakan bahwa tokoh Hazel dan Augustus punya kemesraan yang natural. Film ini pun sempat menduduki box office pada minggu pertama penayangannya dan meraih keuntungan kotor lebih dari USD307 juta di dunia dari biaya produksi yang hanya berkisar USD12 juta saja.
Dalam dunia perfilman Indonesia pun sama. Kisah-kisah percintaan sudah diolah sedemikian rupa dan tetap menarik perhatian penonton. Ada pula film remake dibuat lebihsegar terinspirasi dari kesuksesan film yang sama pada tahun 1970-an, yaitu Gita Cinta dari SMA.
Versi terbaru yang rilis pada 2017 diberi judul baru Galih dan Ratna. Dibintangi oleh Refal Hady dan Sheryl Sheinafia, film ini dibuat dengan latar situasi yang lebih kekinian tetapi dengan konflik yang sama. Sayangnya, beberapaulasan tidak memberikan apresiasi yang terlalu tinggi pada film ini karena dirasa kurang greget dalam alur ceritanya.
Sebuah tantangan sebenarnya bagi para penulis film Indonesia untuk bisa menyajikan sebuah alur cerita film romansa penuh ujian lain dan segar bagi para penonton. Film pendek Marry Me bisa menjadi awal pemberi harapan itu.
Biaya KUA seyogyanya tidak memberatkan. Dilansir dari situs Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, bahwa biaya nikah di KUA pada jam dan hari kerja adalah nol rupiah, alias gratis. Namun, apabila di luar ketentuan di atas berharga Rp600 ribu.
Di luar biaya nikah negara ini, mempelai dan keluarga umumnya melaksanakan resepsi pernikahan. Resepsi semacam ini bisa disesuaikan dengan aturan adat atau kebiasaan setempat.
Bicara soal adat, Indonesia kaya akan suku dengan beragam pula pelaksanaan upacara pernikahan. Salah satu yang menarik perhatian terkait adat dalam pernikahan biasanya berupa pemberian sejumlah uang atau emas untuk salah satu mempelai dari pasangannya. Pemberian ini sifatnya wajib dengan jumlah besaran yang disepakati kedua belah keluarga.
Pemberian hadiah perkawinan semacam ini sebenarnya punya maksud yang baik. Sebut saja, uang panai di pernikahan adat Bugis, Sulawesi Selatan. Uang panai sejatinya diberikan oleh pihak keluarga lelaki ke perempuan untuk kebutuhan prosesi pernikahan.
Jumlah besarannya diperhitungkan dari status pendidikan dan pekerjaan si perempuan. Keluaga Bugis pun terkenal senang berpesta mewah dan semarak. Itulah mengapa, besaran uang panai ini pun bisa sangat fantastis.
Foto: Joni Astin Film
Selain Bugis, ada juga suku Aceh dengan mayam, sejumlah emas yang dibayarkan oleh pihak lelaki kepada perempuan sesuai strata pendidikan atau pekerjaannya. Suku Banjar pun punya jujuran, yang mirip dengan uang panai dan mayam.
Yang agak berbeda dari tiga sebelumnya adalah japuik dari adat Padang Pariaman. Di sana, justru mempelai perempuan yang memberi sejumlah uang untuk pihak lelaki untuk memuliakannya. Akan tetapi, tak banyak yang tahu bahwa japuik harus dikembalikan lagi oleh pihak lelaki kepada perempuan, biasanya dengan nominal yang lebih besar lagi.
Kalaupun tidak bicara adat, resepsi pernikahan adalah salah satu yang memang memakan biaya besar sepanjang hidup. Dilansir dari dataindonesia.id, rata-rata biaya resepsi di Indonesia pada 2021 mencapai Rp191,65 juta dengan estimasi 250 tamu.
Biaya terbesar untuk resepsi dipegang oleh bagian tempat dan katering, mencapai Rp80,9 juta. Biaya gaun mempelai pun sudah di angka Rp13,75 juta dan Rp11,10 juta. Ada banyak lagi biaya lain seperti foto pranikah (prewedding), hiburan, cinderamata, undangan, hingga wedding organizer.
Perlu diketahui, data di atas adalah estimasi dari koresponden mempelai kalangan ekonomi menengah di Indonesia. Biaya tersebut diambil pada 2021 dengan keadaan saat itu adalah masa PPKM level 1 dengan kapasitas ruangan 50%. Jadi, bisa dibayangkan dalam keadaan normal dan tahun yang lebih kekinian, biaya yang dibutuhkan akan jauh lebih besar dari itu.
Terkadang memang harus disadari bahwa keinginan menikah adalah dari kedua mempelai. Akan tetapi, kalau sudah urusan resepsi akan melibatkan relasi kedua keluarga.
Ada lagi The Fault in Our Stars (2014). Bercerita tentang kisah cinta dua penderita kanker yang masih remaja, mereka berhak bahagia dalam keterbatasan. Hazel Grace Lancester dan Augustus Walter bertemu di sebuah support group penderita kanker. Mereka punya hobi yang sama dan saling bertukar buku. Kesamaan pemikiran dan penderitaan menyatukan keduanya meskipun tidak berlangsung lama.
The Fault in Our Stars mendapatkan sambutan dan kritikan yang bagus saat penayangan perdananya. Banyak yang mengatakan bahwa tokoh Hazel dan Augustus punya kemesraan yang natural. Film ini pun sempat menduduki box office pada minggu pertama penayangannya dan meraih keuntungan kotor lebih dari USD307 juta di dunia dari biaya produksi yang hanya berkisar USD12 juta saja.
Dalam dunia perfilman Indonesia pun sama. Kisah-kisah percintaan sudah diolah sedemikian rupa dan tetap menarik perhatian penonton. Ada pula film remake dibuat lebihsegar terinspirasi dari kesuksesan film yang sama pada tahun 1970-an, yaitu Gita Cinta dari SMA.
Versi terbaru yang rilis pada 2017 diberi judul baru Galih dan Ratna. Dibintangi oleh Refal Hady dan Sheryl Sheinafia, film ini dibuat dengan latar situasi yang lebih kekinian tetapi dengan konflik yang sama. Sayangnya, beberapaulasan tidak memberikan apresiasi yang terlalu tinggi pada film ini karena dirasa kurang greget dalam alur ceritanya.
Sebuah tantangan sebenarnya bagi para penulis film Indonesia untuk bisa menyajikan sebuah alur cerita film romansa penuh ujian lain dan segar bagi para penonton. Film pendek Marry Me bisa menjadi awal pemberi harapan itu.
Nikah Itu Mahal!
Mengapa bisa ada pengorbanan yang di luar akal sehat? Salah satunya karena tuntutan berat pelaksanaan prosesi pernikahan .Biaya KUA seyogyanya tidak memberatkan. Dilansir dari situs Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, bahwa biaya nikah di KUA pada jam dan hari kerja adalah nol rupiah, alias gratis. Namun, apabila di luar ketentuan di atas berharga Rp600 ribu.
Di luar biaya nikah negara ini, mempelai dan keluarga umumnya melaksanakan resepsi pernikahan. Resepsi semacam ini bisa disesuaikan dengan aturan adat atau kebiasaan setempat.
Bicara soal adat, Indonesia kaya akan suku dengan beragam pula pelaksanaan upacara pernikahan. Salah satu yang menarik perhatian terkait adat dalam pernikahan biasanya berupa pemberian sejumlah uang atau emas untuk salah satu mempelai dari pasangannya. Pemberian ini sifatnya wajib dengan jumlah besaran yang disepakati kedua belah keluarga.
Pemberian hadiah perkawinan semacam ini sebenarnya punya maksud yang baik. Sebut saja, uang panai di pernikahan adat Bugis, Sulawesi Selatan. Uang panai sejatinya diberikan oleh pihak keluarga lelaki ke perempuan untuk kebutuhan prosesi pernikahan.
Jumlah besarannya diperhitungkan dari status pendidikan dan pekerjaan si perempuan. Keluaga Bugis pun terkenal senang berpesta mewah dan semarak. Itulah mengapa, besaran uang panai ini pun bisa sangat fantastis.
Foto: Joni Astin Film
Selain Bugis, ada juga suku Aceh dengan mayam, sejumlah emas yang dibayarkan oleh pihak lelaki kepada perempuan sesuai strata pendidikan atau pekerjaannya. Suku Banjar pun punya jujuran, yang mirip dengan uang panai dan mayam.
Yang agak berbeda dari tiga sebelumnya adalah japuik dari adat Padang Pariaman. Di sana, justru mempelai perempuan yang memberi sejumlah uang untuk pihak lelaki untuk memuliakannya. Akan tetapi, tak banyak yang tahu bahwa japuik harus dikembalikan lagi oleh pihak lelaki kepada perempuan, biasanya dengan nominal yang lebih besar lagi.
Kalaupun tidak bicara adat, resepsi pernikahan adalah salah satu yang memang memakan biaya besar sepanjang hidup. Dilansir dari dataindonesia.id, rata-rata biaya resepsi di Indonesia pada 2021 mencapai Rp191,65 juta dengan estimasi 250 tamu.
Biaya terbesar untuk resepsi dipegang oleh bagian tempat dan katering, mencapai Rp80,9 juta. Biaya gaun mempelai pun sudah di angka Rp13,75 juta dan Rp11,10 juta. Ada banyak lagi biaya lain seperti foto pranikah (prewedding), hiburan, cinderamata, undangan, hingga wedding organizer.
Perlu diketahui, data di atas adalah estimasi dari koresponden mempelai kalangan ekonomi menengah di Indonesia. Biaya tersebut diambil pada 2021 dengan keadaan saat itu adalah masa PPKM level 1 dengan kapasitas ruangan 50%. Jadi, bisa dibayangkan dalam keadaan normal dan tahun yang lebih kekinian, biaya yang dibutuhkan akan jauh lebih besar dari itu.
Terkadang memang harus disadari bahwa keinginan menikah adalah dari kedua mempelai. Akan tetapi, kalau sudah urusan resepsi akan melibatkan relasi kedua keluarga.
Lihat Juga :
tulis komentar anda