Review The Marsh King's Daughter: Premis Menarik yang Gagal di Tengah Jalan
Sabtu, 27 Januari 2024 - 09:05 WIB
JAKARTA - Film The Marsh King's Daughter diadaptasi dari novel berjudul sama karya Karen Dionne yang dirilis pada 2017. Ini bisa jadi pemakluman akan alur lambat dari film psikologi thriller ini.
Ritme lambat sebenarnya bukan masalah jika skenario bisa tetap membuat penonton penasaran dan peduli dengan nasib protagonis utamanya. Namun jika tempo tersebut diiringi dengan skenario yang kurang fokus, maka film bisa saja berakhir dengan kehampaan.
Babak pertama The Marsh King's Daughter sebenarnya sangat memikat. Kita diperkenalkan dengan keluarga kecil ayah Jacob (Ben Mendelsohn), ibu Beth (Caren Pistorius), dan anak Helena (Brooklynn Prince/Daisy Ridley) yang berusia sepuluh tahun. Mereka tinggal di pondok jauh di dalam hutan, dan mendapat makanan dengan berburu.
Hanya dari percakapan singkat pertama antara Jacob dan Helena saja, kita tahu bahwa sang anak tidak dekat dengan ibunya. Helena jauh lebih lengket dengan ayahnya, yang mengajarinya berburu dan memberikan tato setiap kali hal penting terjadi dalam hidupnya.
Foto: Lionsgate
Namun lantas kejutan luar biasa datang. Lewat sebuah adegan yang cukup mengerikan dan menegangkan, penonton diberi tahu bahwa ternyata Jacob sebenarnya menculik Beth, menyekapnya di pondok hutan terdalam selama bertahun-tahun, dan dari situ lahirlah Helena.
Dari sini, cerita lantas mengalun pelan dengan menceritakan kehidupan Helena dewasa yang sudah berkeluarga, tapi diam-diam masih menyimpan trauma masa kecilnya itu. Trauma tersebut lantas meledak saat diketahui Jacob yang telah dipenjara ternyata melarikan diri.
Dalam adegan-adegannya, sutradara Neil Burger dan duo penulis skenario Elle Smith dan Mark L. Smith mengindikasikan bahwa Jacob mengincar Helena. Penonton pun seperti disiapkan untuk menyaksikan konfrontasi antara ayah-anak itu dalam sebuah adegan laga yang menegangkan dan melibatkan 'perburuan'.
Kita memang sampai ke sana, tapi sebelumnya harus terlebih dahulu menyaksikan tahapan ketakutan dan trauma yang kembali menjangkiti Helena. Dan di sinilah masalah bermula.
Foto: Lionsgate
Skenario The Marsh King's Daughter tak cukup kuat untuk menunjukkan trauma mendalam itu. Memang ada adegan-adegan yang on point untuk menunjukkan hal tersebut, tapi masih kurang dieksplorasi jika mau berfokus pada trauma tersebut.
Begitupun jika inginnya jadi sebuah aksi thriller menegangkan 'pertarungan' antara Helena dan Jacob. Ini pun gagal dilakukan karena adegan ini sangat singkat saja dan tidak memuaskan jika mau dianggap sebagai klimaks film.
Singkatnya, para pembuat The Marsh King's Daughter seperti bingung menentukan fokus cerita dalam film ini, apakah ingin fokus pada trauma psikologis ataukah pada adegan aksinya.
Kalaupun mau dicari kelebihan pada film ini, maka itu adalah akting para pemainnya. Aktris remaja Brooklynn Prince (kini berusia sekitar 13-14 tahun) sangat memuaskan menjalankan misinya mengenalkan karakter Helena yang cerdas dan selalu penasaran.
Tugasnya ini juga dilanjutkan dengan baik oleh Daisy Ridley, pemeran Rey dalam saga Star Wars sejak 2015 hingga 2019. Aktingnya, juga para pemain lainnya, yang membuat menonton film ini masih terasa menyenangkan.
Ritme lambat sebenarnya bukan masalah jika skenario bisa tetap membuat penonton penasaran dan peduli dengan nasib protagonis utamanya. Namun jika tempo tersebut diiringi dengan skenario yang kurang fokus, maka film bisa saja berakhir dengan kehampaan.
Babak pertama The Marsh King's Daughter sebenarnya sangat memikat. Kita diperkenalkan dengan keluarga kecil ayah Jacob (Ben Mendelsohn), ibu Beth (Caren Pistorius), dan anak Helena (Brooklynn Prince/Daisy Ridley) yang berusia sepuluh tahun. Mereka tinggal di pondok jauh di dalam hutan, dan mendapat makanan dengan berburu.
Hanya dari percakapan singkat pertama antara Jacob dan Helena saja, kita tahu bahwa sang anak tidak dekat dengan ibunya. Helena jauh lebih lengket dengan ayahnya, yang mengajarinya berburu dan memberikan tato setiap kali hal penting terjadi dalam hidupnya.
Foto: Lionsgate
Namun lantas kejutan luar biasa datang. Lewat sebuah adegan yang cukup mengerikan dan menegangkan, penonton diberi tahu bahwa ternyata Jacob sebenarnya menculik Beth, menyekapnya di pondok hutan terdalam selama bertahun-tahun, dan dari situ lahirlah Helena.
Dari sini, cerita lantas mengalun pelan dengan menceritakan kehidupan Helena dewasa yang sudah berkeluarga, tapi diam-diam masih menyimpan trauma masa kecilnya itu. Trauma tersebut lantas meledak saat diketahui Jacob yang telah dipenjara ternyata melarikan diri.
Dalam adegan-adegannya, sutradara Neil Burger dan duo penulis skenario Elle Smith dan Mark L. Smith mengindikasikan bahwa Jacob mengincar Helena. Penonton pun seperti disiapkan untuk menyaksikan konfrontasi antara ayah-anak itu dalam sebuah adegan laga yang menegangkan dan melibatkan 'perburuan'.
Kita memang sampai ke sana, tapi sebelumnya harus terlebih dahulu menyaksikan tahapan ketakutan dan trauma yang kembali menjangkiti Helena. Dan di sinilah masalah bermula.
Foto: Lionsgate
Skenario The Marsh King's Daughter tak cukup kuat untuk menunjukkan trauma mendalam itu. Memang ada adegan-adegan yang on point untuk menunjukkan hal tersebut, tapi masih kurang dieksplorasi jika mau berfokus pada trauma tersebut.
Begitupun jika inginnya jadi sebuah aksi thriller menegangkan 'pertarungan' antara Helena dan Jacob. Ini pun gagal dilakukan karena adegan ini sangat singkat saja dan tidak memuaskan jika mau dianggap sebagai klimaks film.
Singkatnya, para pembuat The Marsh King's Daughter seperti bingung menentukan fokus cerita dalam film ini, apakah ingin fokus pada trauma psikologis ataukah pada adegan aksinya.
Kalaupun mau dicari kelebihan pada film ini, maka itu adalah akting para pemainnya. Aktris remaja Brooklynn Prince (kini berusia sekitar 13-14 tahun) sangat memuaskan menjalankan misinya mengenalkan karakter Helena yang cerdas dan selalu penasaran.
Tugasnya ini juga dilanjutkan dengan baik oleh Daisy Ridley, pemeran Rey dalam saga Star Wars sejak 2015 hingga 2019. Aktingnya, juga para pemain lainnya, yang membuat menonton film ini masih terasa menyenangkan.
(ita)
tulis komentar anda