CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023
Sabtu, 16 Desember 2023 - 14:13 WIB
Foto: BASE Entertainment
Dituturkan dalam tiga periode waktu: 1960-an, 1970-an, 2000-an awal memerlukan keterampilan bercerita tertentu. Ratih Kumala menunaikan tugasnya dengan baik ketika menggunakan surat, jurnal, hingga cerita dari tokoh-tokohnya untuk mengantarkan penonton kembali berjalan mundur menyusuri masa lalu. Sayangnya memang tak ada pendekatan inventif dari skenario untuk membuat cerita bergerak bolak-balik dengan lebih lincah.
Gadis Kretek yang dituturkan dengan alur maju mundur sebenarnya cukup efisien tapi narasi yang terlalu banyak (sebagaimana dalam novelnya) justru menjadi kendala. Rasanya sering sekali terlalu banyak informasi yang dimuntahkan dalam satu waktu dan akhirnya sering kali mudah terlewatkan begitu saja. Skenario yang diracik tim penulis yang dikomandoi Tanya Yuson itu bahkan membuat episode perdana berjalan begitu lamban.
Masa 20 menit pertama terasa berjalan seperti 50 menit. Padahal penulis skenario seharusnya merasa tak punya utang apa pun ke materi aslinya (novel). Tugasnya hanya membuat cerita berjalan dengan lancar dan terang benderang, syukur-syukur jika bisa melakukan pendekatan yang segar dan menarik yang berbeda dari novelnya.
Foto: MD Pictures
Pertengahan tahun ini jagat sinema Indonesia merilis Ganjil Genap, sebuah adaptasi novel laris dari Almira Bastari. Premisnya biasa saja, mudah sekali ditemukan di tontonan sejenis FTV. Namun rupanya di tangan Bene Dion, Ganjil Genap bisa menjelma menjadi komedi romantis yang segar dengan beberapa pendekatan yang menarik.
Ganjil Genap langsung menarik perhatian dengan opening bertempo cepat, dengan penyuntingan yang lincah dan secara efektif memperkenalkan hubungan antara Gala dan Bara yang sudah berpacaran selama delapan tahun. Meski tak membaca novelnya, Ganjil Genap bisa memberi tahu kita dengan cara yang kreatif bahwa ada masalah dalam hubungan antara Gala dan Bara.
“Spark”-nya sudah hilang ternyata dalam empat tahun hubungan mereka. Padahal keduanya menjalani pacaran hingga delapan tahun. Kita pun simpati kepada Gala yang diputuskan oleh Bara begitu saja.
Foto: Imajinari
Jatuh Cinta Seperti di Film-Film hadir bak oase di tengah gurun tandus perfilman nasional. Yandy datang dengan sebuah cerita yang meyakinkan saya, juga saya yakin banyak orang, bahwa film Indonesia tak seragam, film Indonesia tak harus diproduksi satu warna. Jatuh Cinta Seperti di Film-Film tak sekadar berani menyodorkan cerita yang belum pernah dibuat di negeri ini, tapi juga pendekatan sinematik berupa pewarnaan hitam putih hampir sepanjang durasi film.
Kita lantas diajak berkenalan dengan Bagus (Ringgo Agus Rahman yang semakin matang berakting), seorang penulis skenario. Sepanjang kariernya Bagus menulis skenario adaptasi, entah dari sinetron sukses atau materi-materi lainnya.
Pada satu titik dalam hidupnya, Bagus ingin bercerita. Sebuah kisah yang datang dari dirinya. Sebuah kisah romansa. Juga sebuah rencana baginya untuk menjadikannya kado bagi pujaan hatinya.
Dalam kisah yang ditulisnya, Bagus bertemu pujaan hatinya pada sebuah hari biasa di salah satu supermarket. Namanya Hana (dimainkan Nirina Zubir yang berpeluang besar membawa pulang Piala Citra yang kedua tahun depan). Bagus tak berbinar-binar menatap Hana, Hana pun bersikap biasa saja terhadap Bagus. Tapi daya magis film bekerja dalam film ini yang membuat kita tahu ada api yang masih menyala dalam dada Bagus.
Foto: Falcon Pictures
Ketika mengalami penderitaan demi penderitaan tak berkesudahan, apakah kita akan menyerah pada hidup? Ketika melihat seseorang yang mengalami derita berkepanjangan dan ingin menyerah pada hidup, apakah kita akan menghakimi keputusannya?
Ketika melihat seseorang menderita karena sebuah masalah yang tak pernah ditampakkannya, apakah kita akan mengulurkan tangan untuk membantunya?
Kembang Api adalah surat penuh cinta untuk para penyintas bunuh diri. Bahwa berani untuk kembali menatap hidup adalah sebuah keberanian. Bahwa berani untuk bangkit kembali adalah sebuah kekuatan. Bahwa nyala api dalam diri kita masih tetap berkobar untuk juga menyalakan api-api kehidupan di sekitar kita.
Dituturkan dalam tiga periode waktu: 1960-an, 1970-an, 2000-an awal memerlukan keterampilan bercerita tertentu. Ratih Kumala menunaikan tugasnya dengan baik ketika menggunakan surat, jurnal, hingga cerita dari tokoh-tokohnya untuk mengantarkan penonton kembali berjalan mundur menyusuri masa lalu. Sayangnya memang tak ada pendekatan inventif dari skenario untuk membuat cerita bergerak bolak-balik dengan lebih lincah.
Gadis Kretek yang dituturkan dengan alur maju mundur sebenarnya cukup efisien tapi narasi yang terlalu banyak (sebagaimana dalam novelnya) justru menjadi kendala. Rasanya sering sekali terlalu banyak informasi yang dimuntahkan dalam satu waktu dan akhirnya sering kali mudah terlewatkan begitu saja. Skenario yang diracik tim penulis yang dikomandoi Tanya Yuson itu bahkan membuat episode perdana berjalan begitu lamban.
Masa 20 menit pertama terasa berjalan seperti 50 menit. Padahal penulis skenario seharusnya merasa tak punya utang apa pun ke materi aslinya (novel). Tugasnya hanya membuat cerita berjalan dengan lancar dan terang benderang, syukur-syukur jika bisa melakukan pendekatan yang segar dan menarik yang berbeda dari novelnya.
4. Ganjil Genap (Sutradara: Bene Dion Rajagukguk)
Foto: MD Pictures
Pertengahan tahun ini jagat sinema Indonesia merilis Ganjil Genap, sebuah adaptasi novel laris dari Almira Bastari. Premisnya biasa saja, mudah sekali ditemukan di tontonan sejenis FTV. Namun rupanya di tangan Bene Dion, Ganjil Genap bisa menjelma menjadi komedi romantis yang segar dengan beberapa pendekatan yang menarik.
Ganjil Genap langsung menarik perhatian dengan opening bertempo cepat, dengan penyuntingan yang lincah dan secara efektif memperkenalkan hubungan antara Gala dan Bara yang sudah berpacaran selama delapan tahun. Meski tak membaca novelnya, Ganjil Genap bisa memberi tahu kita dengan cara yang kreatif bahwa ada masalah dalam hubungan antara Gala dan Bara.
“Spark”-nya sudah hilang ternyata dalam empat tahun hubungan mereka. Padahal keduanya menjalani pacaran hingga delapan tahun. Kita pun simpati kepada Gala yang diputuskan oleh Bara begitu saja.
5. Jatuh Cinta Seperti di Film-Film (Sutradara: Yandy Laurens)
Foto: Imajinari
Jatuh Cinta Seperti di Film-Film hadir bak oase di tengah gurun tandus perfilman nasional. Yandy datang dengan sebuah cerita yang meyakinkan saya, juga saya yakin banyak orang, bahwa film Indonesia tak seragam, film Indonesia tak harus diproduksi satu warna. Jatuh Cinta Seperti di Film-Film tak sekadar berani menyodorkan cerita yang belum pernah dibuat di negeri ini, tapi juga pendekatan sinematik berupa pewarnaan hitam putih hampir sepanjang durasi film.
Kita lantas diajak berkenalan dengan Bagus (Ringgo Agus Rahman yang semakin matang berakting), seorang penulis skenario. Sepanjang kariernya Bagus menulis skenario adaptasi, entah dari sinetron sukses atau materi-materi lainnya.
Pada satu titik dalam hidupnya, Bagus ingin bercerita. Sebuah kisah yang datang dari dirinya. Sebuah kisah romansa. Juga sebuah rencana baginya untuk menjadikannya kado bagi pujaan hatinya.
Dalam kisah yang ditulisnya, Bagus bertemu pujaan hatinya pada sebuah hari biasa di salah satu supermarket. Namanya Hana (dimainkan Nirina Zubir yang berpeluang besar membawa pulang Piala Citra yang kedua tahun depan). Bagus tak berbinar-binar menatap Hana, Hana pun bersikap biasa saja terhadap Bagus. Tapi daya magis film bekerja dalam film ini yang membuat kita tahu ada api yang masih menyala dalam dada Bagus.
6. Kembang Api (Sutradara: Herwin Novianto)
Foto: Falcon Pictures
Ketika mengalami penderitaan demi penderitaan tak berkesudahan, apakah kita akan menyerah pada hidup? Ketika melihat seseorang yang mengalami derita berkepanjangan dan ingin menyerah pada hidup, apakah kita akan menghakimi keputusannya?
Ketika melihat seseorang menderita karena sebuah masalah yang tak pernah ditampakkannya, apakah kita akan mengulurkan tangan untuk membantunya?
Kembang Api adalah surat penuh cinta untuk para penyintas bunuh diri. Bahwa berani untuk kembali menatap hidup adalah sebuah keberanian. Bahwa berani untuk bangkit kembali adalah sebuah kekuatan. Bahwa nyala api dalam diri kita masih tetap berkobar untuk juga menyalakan api-api kehidupan di sekitar kita.
tulis komentar anda