Review Film Wish: Terlalu Simpel dan Klise untuk Animasi Disney
Rabu, 22 November 2023 - 18:18 WIB
Wish digadang-gadang menjadi salah satu karya terbaik Disney untuk perayaan 100 tahun studio film legendaris itu. Film ini bertema tentang manusia yang ingin mewujudkan impian mereka. Alih-alih berusaha mewujudkan impian itu sendiri, mereka menitipkan keinginan itu kepada orang lain.
Selama ini, Disney dikenal jago dalam meramu cerita film animasi. Terlebih, dengan karakter utama cewek muda yang ingin membuat perubahan. Film-film semacam Moana, Raya and the Last Dragon sampai Encanto memberikan napas segar dalam karakter dan juga cerita yang disampaikan.
Wish juga berusaha memberikan sesuatu yang baru kepada penonton. Film ini menampilkan karakter utama seorang cewek Asia Latin. Budaya Semenanjung Iberia menjadi inspirasi untuk latar budaya, cara berpakaian, dan bahasa yang mereka pakai.
Protagonisnya, Asha, adalah seorang cewek berusia 17 tahun yang sangat rajin dan mencintai tanah airnya, Rosas. Kerajaan itu dipimpin seorang raja tampan bernama Magnifico. Dia adalah penyihir yang sangat hebat dan memimpin kerajaannya itu dengan bijak.
Foto: Variety
Rosas menjadi tujuan orang yang punya impian. Setiap bulan, orang yang usianya 18 tahun bisa mengucapkan keinginannya dan keinginan itu akan disimpan raja. Mereka yang terpilih akan dikabulkan keinginan mereka. Tak pelak, rakyat pun sangat menyanjung-nyanjung rajanya.
Namun, itu semua hanyalah topeng. Sang raja tak sebijak perkiraan orang. Asha yang tahu berusaha memberontak dengan bantuan bintang ajaib. Tapi, dia malah difitnah dan diburu seperti seorang buronan. Dia dan keluarganya dipaksa lari.
Wish punya pesan moral yang kuat terkait kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain. Keinginan seharusnya menjadi sebuah motivasi untuk terus maju, bukan sesuatu untuk diberikan orang lain dan terlupakan. Orang juga tidak bisa mengandalkan orang lain untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Foto: Entertainment Weekly
Pesan ini memang kuat. Namun, Wish terlalu sederhana untuk mengungkapkan pesan tersebut lewat ceritanya. Film ini punya banyak karakter, tapi terasa seolah-olah menyia-nyiakan karakter selain Asha. Teman-teman Asha tak tereksplorasi dengan baik deskripsinya dan bahkan ada yang seharusnya sangat membantu, tapi, tidak dimanfaatkan dengan baik.
Magnifico sebagai antagonis utama film ini lebih terasa seperti Doctor Strange sedang menggunakan Batu Waktu dari Mata Agamoto. Skema warnanya mirip. Meskipun, Chris Pine tampil baik sebagai Magnifico yang punya dua kepribadian di film ini.
Asha sebagai tokoh utama tampil mirip seperti sebagian besar protagonis cewek di film animasi Disney. Dia baik hati, peduli sesama, bersemangat tinggi, sayang keluarga, dan punya motivasi mulia. Dia juga cerdas sehingga mampu membuat Magnifico tertarik untuk menjadikannya murid. Singkatnya, dia terasa klise sebagai protagonis.
Foto: Disney Australia
Kambing peliharaan Asha, Valentino, mencuri perhatian di film ini. Dia kocak, cerewet, dan menjadi sumber humor di film ini. Tanpa Valentino, Wish bakalan terasa hambar. Selain Valentino, Gabi yang selalu pesimistis dan galak juga bakal menarik perhatian dengan sikapnya yang berbeda dari teman-teman lainnya.
Wish terlalu simpel dan terasa klise tanpa sesuatu yang benar-benar segar untuk ditawarkan. Film ini lebih mirip satu episode di serial What If…? MCU dengan Doctor Strange versi jahat yang ingin menguasai dunia. Namun, bagi anak-anak, film ini tentu menarik karena humor dan juga karakternya yang menyenangkan.
Selama ini, Disney dikenal jago dalam meramu cerita film animasi. Terlebih, dengan karakter utama cewek muda yang ingin membuat perubahan. Film-film semacam Moana, Raya and the Last Dragon sampai Encanto memberikan napas segar dalam karakter dan juga cerita yang disampaikan.
Wish juga berusaha memberikan sesuatu yang baru kepada penonton. Film ini menampilkan karakter utama seorang cewek Asia Latin. Budaya Semenanjung Iberia menjadi inspirasi untuk latar budaya, cara berpakaian, dan bahasa yang mereka pakai.
Protagonisnya, Asha, adalah seorang cewek berusia 17 tahun yang sangat rajin dan mencintai tanah airnya, Rosas. Kerajaan itu dipimpin seorang raja tampan bernama Magnifico. Dia adalah penyihir yang sangat hebat dan memimpin kerajaannya itu dengan bijak.
Foto: Variety
Rosas menjadi tujuan orang yang punya impian. Setiap bulan, orang yang usianya 18 tahun bisa mengucapkan keinginannya dan keinginan itu akan disimpan raja. Mereka yang terpilih akan dikabulkan keinginan mereka. Tak pelak, rakyat pun sangat menyanjung-nyanjung rajanya.
Namun, itu semua hanyalah topeng. Sang raja tak sebijak perkiraan orang. Asha yang tahu berusaha memberontak dengan bantuan bintang ajaib. Tapi, dia malah difitnah dan diburu seperti seorang buronan. Dia dan keluarganya dipaksa lari.
Wish punya pesan moral yang kuat terkait kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain. Keinginan seharusnya menjadi sebuah motivasi untuk terus maju, bukan sesuatu untuk diberikan orang lain dan terlupakan. Orang juga tidak bisa mengandalkan orang lain untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Foto: Entertainment Weekly
Pesan ini memang kuat. Namun, Wish terlalu sederhana untuk mengungkapkan pesan tersebut lewat ceritanya. Film ini punya banyak karakter, tapi terasa seolah-olah menyia-nyiakan karakter selain Asha. Teman-teman Asha tak tereksplorasi dengan baik deskripsinya dan bahkan ada yang seharusnya sangat membantu, tapi, tidak dimanfaatkan dengan baik.
Magnifico sebagai antagonis utama film ini lebih terasa seperti Doctor Strange sedang menggunakan Batu Waktu dari Mata Agamoto. Skema warnanya mirip. Meskipun, Chris Pine tampil baik sebagai Magnifico yang punya dua kepribadian di film ini.
Asha sebagai tokoh utama tampil mirip seperti sebagian besar protagonis cewek di film animasi Disney. Dia baik hati, peduli sesama, bersemangat tinggi, sayang keluarga, dan punya motivasi mulia. Dia juga cerdas sehingga mampu membuat Magnifico tertarik untuk menjadikannya murid. Singkatnya, dia terasa klise sebagai protagonis.
Foto: Disney Australia
Kambing peliharaan Asha, Valentino, mencuri perhatian di film ini. Dia kocak, cerewet, dan menjadi sumber humor di film ini. Tanpa Valentino, Wish bakalan terasa hambar. Selain Valentino, Gabi yang selalu pesimistis dan galak juga bakal menarik perhatian dengan sikapnya yang berbeda dari teman-teman lainnya.
Wish terlalu simpel dan terasa klise tanpa sesuatu yang benar-benar segar untuk ditawarkan. Film ini lebih mirip satu episode di serial What If…? MCU dengan Doctor Strange versi jahat yang ingin menguasai dunia. Namun, bagi anak-anak, film ini tentu menarik karena humor dan juga karakternya yang menyenangkan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda