SOROT: 7 Film Indonesia Terbaik 2023 Sejauh Ini
Sabtu, 29 Juli 2023 - 08:58 WIB
JAKARTA - Selain paceklik jumlah penonton di bioskop, tahun ini film Indonesia juga mengalami kemerosotan kualitas. Sebagian besar film yang dirilis di bioskop berkualitas buruk, utamanya dari sisi genre horor.
Munculnya pedagang berkedok produser film yang memproduksi film horor ala kadarnya menjadikan masyarakat justru apatis. Padahal setahun sebelumnya publik bertepuk tangan keras ketika film KKN di Desa Penariberhasil menumbangkan rekor terlaris dengan pencapaian 10 juta penonton.
Begitupun masih ada 'mutiara di tengah lumpur' film Indonesia. Saya mencatat setidaknya ada tujuh judul film Indonesia berkualitas cemerlang. Menariknya sebagian besar di antaranya justru tak mendapatkan perhatian yang seharusnya dari masyarakat dan menjadikan film-film tersebut hadir dengan performa buruk di box office.
Berikut tujuh film Indonesia terbaik pada 2023 hingga Juli.
Foto: KawanKawan Media
Sebelum beredar di bioskop, Autobiography” sudah mendapat beragam ulasan dari media film terkemuka dunia. Jessica Kiang dari Variety menulis seperti ini, “But in large part, Autobiography is an auspicious, atmospheric first feature that knows how to co-opt generic conventions and a richly cinematic style, in order to illuminate some of the the darkest recesses of Indonesia’s recent history. Without laboring the allegory overmuch, Mubarak, working from his own nicely pared-back screenplay, builds up a convincing if despairing vision of the legacy of atrocity, in which the children of the Indonesian dictatorship era can only fully reckon with their nation’s violent past by taking on some of its attributes themselves, at significant cost to their souls”.
Allan Hunter menulis di Screen Daily sebagai berikut, “Proximity to power threatens to taint the soul in the debut feature of critic-turned-filmmaker Makbul Mubarak, a taut, brooding thriller based around the dynamics between a naive young housekeeper and a retired general. As the personal and the political blend, Mubarak reflects the much wider issue of corruption’s spell over Indonesia and beyond. A gripping tale that marks Mubarak as a powerful new voice, it should find ample interest from arthouse distributors and streamers following festival screenings in Venice, Toronto and Busan”.
Damon Wise menulis di Deadline seperti ini, “Forget the overly poetic title, Makbul Mubarak’s terrific Indonesian thriller Autobiography — which premieres in the Venice Film Festival’s Horizons section — is a genuine discovery here, a taut and elegantly staged two-hander that transcends regional politics to make a profound comment on the state of the world today. American arthouse audiences should be especially receptive to its riveting portrayal of a charismatic candidate running for mayoral office whose populist image masks a very fragile ego and a desire to maintain absolute power at any cost”.
Jadi apa yang saya rasakan setelah menyaksikan Autobiography? Apa yang saya rasakan mungkin tak penting, karena sekali lagi menonton film adalah pengalaman personal. Saya melihat aspek teknis visual, warna, hingga ilustrasi musik yang terasa betul-betul diperhitungkan. Saya juga melihat Kevin Ardilova yang bermain luar biasa dan sangat berbeda dan sangat pantas meraih Piala Citra.
Foto: Visinema Pictures
Saya mencoba memahami apa yang dialami Aurora dalam film Jalan Yang Jauh, Jangan Lupa Pulanggarapan Angga Dwimas Sasongko. Saya memahami apa makna baginya ketika diberi kesempatan untuk terbang jauh ribuan kilometer untuk mencari mimpi-mimpinya. Saya memahami bagaimana rasanya mencoba menjadi diri sendiri dan terpisah jauh dari keluarga yang selama ini, dalam beberapa hal, terasa mengekangnya. Saya memahami bagaimana proses bagi Aurora untuk menemukan makna rumah dan juga pulang.
Perjalanan yang dialami Aurora adalah pengalaman personal. Tapi bisa terjadi pada siapa saja. Berada di negeri asing, mencoba mengalami hal-hal yang baru, terpikat dengannya, terlibat dalam hubungan yang problematik, terjatuh dan bangkit lagi, melarikan diri dari masalah, dan berbagai hal rumit yang mungkin cuma bisa dimengerti oleh mereka yang pernah mengalami hal yang sama.
Tapi itulah risiko melakukan 'perjalanan jauh'. Kita akan mengembara memasuki wilayah-wilayah asing dengan segala keterpesonaan pada awalnya untuk kemudian melakukan kesalahan demi kesalahan. Tapi pada akhirnya kesalahan-kesalahan itu mungkin akan menempa kita menjadi pribadi yang lebih baik. Mungkin juga lebih kuat.
Dalam perjalanan itu, Aurora tak hanya memaknai ulang soal rumah dan pulang. Ia juga memberi definisi baru padakata "keluarga". Bahwa keluarga bukan sekadar karena bertalian darah. Tapi teman juga adalah keluarga yang kita pilih.
Jalan Yang Jauh, Jangan Lupa Pulangjuga mengantarkan kita memasuki cerita dari Honey dan Kit, para perantau lain yang ditempa kerasnya hidup. Tapi mereka terus berjalan. Kesalahan tidak untuk ditengok lagi, tapi hanya sebagai peringatan.
Munculnya pedagang berkedok produser film yang memproduksi film horor ala kadarnya menjadikan masyarakat justru apatis. Padahal setahun sebelumnya publik bertepuk tangan keras ketika film KKN di Desa Penariberhasil menumbangkan rekor terlaris dengan pencapaian 10 juta penonton.
Begitupun masih ada 'mutiara di tengah lumpur' film Indonesia. Saya mencatat setidaknya ada tujuh judul film Indonesia berkualitas cemerlang. Menariknya sebagian besar di antaranya justru tak mendapatkan perhatian yang seharusnya dari masyarakat dan menjadikan film-film tersebut hadir dengan performa buruk di box office.
Berikut tujuh film Indonesia terbaik pada 2023 hingga Juli.
1. Autobiography (Makbul Mubarak)
Foto: KawanKawan Media
Sebelum beredar di bioskop, Autobiography” sudah mendapat beragam ulasan dari media film terkemuka dunia. Jessica Kiang dari Variety menulis seperti ini, “But in large part, Autobiography is an auspicious, atmospheric first feature that knows how to co-opt generic conventions and a richly cinematic style, in order to illuminate some of the the darkest recesses of Indonesia’s recent history. Without laboring the allegory overmuch, Mubarak, working from his own nicely pared-back screenplay, builds up a convincing if despairing vision of the legacy of atrocity, in which the children of the Indonesian dictatorship era can only fully reckon with their nation’s violent past by taking on some of its attributes themselves, at significant cost to their souls”.
Allan Hunter menulis di Screen Daily sebagai berikut, “Proximity to power threatens to taint the soul in the debut feature of critic-turned-filmmaker Makbul Mubarak, a taut, brooding thriller based around the dynamics between a naive young housekeeper and a retired general. As the personal and the political blend, Mubarak reflects the much wider issue of corruption’s spell over Indonesia and beyond. A gripping tale that marks Mubarak as a powerful new voice, it should find ample interest from arthouse distributors and streamers following festival screenings in Venice, Toronto and Busan”.
Damon Wise menulis di Deadline seperti ini, “Forget the overly poetic title, Makbul Mubarak’s terrific Indonesian thriller Autobiography — which premieres in the Venice Film Festival’s Horizons section — is a genuine discovery here, a taut and elegantly staged two-hander that transcends regional politics to make a profound comment on the state of the world today. American arthouse audiences should be especially receptive to its riveting portrayal of a charismatic candidate running for mayoral office whose populist image masks a very fragile ego and a desire to maintain absolute power at any cost”.
Jadi apa yang saya rasakan setelah menyaksikan Autobiography? Apa yang saya rasakan mungkin tak penting, karena sekali lagi menonton film adalah pengalaman personal. Saya melihat aspek teknis visual, warna, hingga ilustrasi musik yang terasa betul-betul diperhitungkan. Saya juga melihat Kevin Ardilova yang bermain luar biasa dan sangat berbeda dan sangat pantas meraih Piala Citra.
2. Jalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulang (Angga Sasongko)
Foto: Visinema Pictures
Saya mencoba memahami apa yang dialami Aurora dalam film Jalan Yang Jauh, Jangan Lupa Pulanggarapan Angga Dwimas Sasongko. Saya memahami apa makna baginya ketika diberi kesempatan untuk terbang jauh ribuan kilometer untuk mencari mimpi-mimpinya. Saya memahami bagaimana rasanya mencoba menjadi diri sendiri dan terpisah jauh dari keluarga yang selama ini, dalam beberapa hal, terasa mengekangnya. Saya memahami bagaimana proses bagi Aurora untuk menemukan makna rumah dan juga pulang.
Perjalanan yang dialami Aurora adalah pengalaman personal. Tapi bisa terjadi pada siapa saja. Berada di negeri asing, mencoba mengalami hal-hal yang baru, terpikat dengannya, terlibat dalam hubungan yang problematik, terjatuh dan bangkit lagi, melarikan diri dari masalah, dan berbagai hal rumit yang mungkin cuma bisa dimengerti oleh mereka yang pernah mengalami hal yang sama.
Tapi itulah risiko melakukan 'perjalanan jauh'. Kita akan mengembara memasuki wilayah-wilayah asing dengan segala keterpesonaan pada awalnya untuk kemudian melakukan kesalahan demi kesalahan. Tapi pada akhirnya kesalahan-kesalahan itu mungkin akan menempa kita menjadi pribadi yang lebih baik. Mungkin juga lebih kuat.
Dalam perjalanan itu, Aurora tak hanya memaknai ulang soal rumah dan pulang. Ia juga memberi definisi baru padakata "keluarga". Bahwa keluarga bukan sekadar karena bertalian darah. Tapi teman juga adalah keluarga yang kita pilih.
Jalan Yang Jauh, Jangan Lupa Pulangjuga mengantarkan kita memasuki cerita dari Honey dan Kit, para perantau lain yang ditempa kerasnya hidup. Tapi mereka terus berjalan. Kesalahan tidak untuk ditengok lagi, tapi hanya sebagai peringatan.
3. Berbalas Kejam (Teddy Soeriaatmadja)
tulis komentar anda