Review Film Barbie: Kocak, Menghibur, dan Bukan untuk Anak-Anak

Kamis, 20 Juli 2023 - 10:21 WIB
Barbie sangat menghibur. Tema ringan dengan penampilan maksimal dari para cast-nya membuat film ini jadi sarat makna yang pas buat mereka yang mencari hiburan. (Foto: InStyle)
Diantisipasi sebagai salah satu film terbaik tahun ini, Barbie punya hype yang luar biasa menjelang perilisannya. Film ini menjanjikan tontonan ringan dengan tone kekanak-kanakan tapi punya jajaran cast yang tidak bisa diremehkan. Percaya hype atau tidak, film ini tetap layak dicoba.

Barbie adalah film live-action pertama boneka legendaris tersebut. Disutradarai Greta Gerwig, Barbie berkisah tentang kehidupan boneka itu di Barbieland. Tempat itu dikuasai para cewek yang semuanya bernama Barbie dan punya segala macam profesi seperti di dunia nyata. Sementara, para cowoknya, Ken, tidak punya pekerjaan yang jelas.

Dinamika kehidupan di Barbieland adalah suguhan tontonan yang bakal mengingatkan orang, terutama para wanita, pada masa kecilnya. Bermain boneka, membuat rumah-rumahan, menciptakan sebuah kehidupan tersendiri sesuai khayalan, ya, seperti itulah gambaran awal film ini. Warna-warna pastel yang memenuhi tempat itu menciptakan nuansa meriah yang membuat nyaman.



Tapi, Barbie tentu saja bukan hanya sekadar kehidupan di dunia khayalan. Barbie terpaksa pergi ke dunia nyata setelah merasa kalau dirinya rusak. Kepergiannya itu untuk mencoba memperbaiki dirinya. Namun, dia kemudian menemukan kalau kehidupan di dunia nyata tidak seindah kehidupan di Barbieland. Barbie pun pulang.





Foto: Koimoi

Namun, ketika kembali ke Barbieland, kondisi berubah. Para Ken melakukan revolusi dan berkuasa. Para Barbie yang dulunya berkuasa pun akhirnya menjadi pelayan mereka. Barbie pun berusaha mengembalikan keadaan dengan bantuan para Barbie—dan Alan—yang belum tercuci otaknya.

Cerita yang diangkat Barbie ini sebenarnya sangat sederhana dan penuh nuansa anak-anak. Tapi, di sisi lain, ada makna mendalam. Barbie tidak pernah siap dengan perubahan. Meski sangat menjunjung tinggi feminisme, tapi, mereka mengabaikan keberadaan Ken. Ketika salah satu Ken mencicipi dunia nyata, matanya pun terbuka.



Foto: Fatherly

Greta dengan cerdas mengangkat sisi ini. Dia menampakkan sisi buruk feminisme berlebihan dengan menabrakkan sistem patriarki toksik di dalamnya. Lewat film ini, Greta seolah ingin mengatakan kalau keseimbangan selalu diperlukan dalam hidup. Sesuatu yang berlebihan bisa menyebabkan keburukan.

Sementara, film ini juga mengungkapkan bagaimana seorang pria itu bisa melakukan apa pun ketika sedang patah hati. Ken utama film ini yang diperankan Ryan Gosling berpegang teguh pada keyakinan takdir bahwa dia dan Barbie utama yang diperankan Margot Robbie harus bersama. Tapi, perasaan cintanya tidak disambut Barbie. Ken pun patah hati.



Foto: Dexerto

Lewat lagunya, Push—aslinya dinyanyikan Matchbox 20 pada 1995, Ken berusaha membuat Barbie memahami perasaannya. Tapi, cewek itu ogah menanggapinya. Bagi Barbie, ada sesuatu yang lebih dari sekadar menerima takdir kalau dia dan Ken harus bersatu. Ken menyanyikan lagu itu dengan sepenuh hatinya, pas dengan temanya, cinta bertepuk sebelah tangan.

Margot Robbie cemerlang dalam menggambarkan Barbie yang ceria, mandiri, tapi juga rapuh di dalam. Sementara, Ryan Gosling benar-benar mencuri perhatian dengan penggambarannya sebagai Ken. Meski dianggap terlalu tua memerankan karakter boneka itu, Ryan mampu menampilkan sosok Ken yang sangat ingin mendapatkan validasi dari Barbie.



Foto: ELLE
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. SINDOnews.com tidak terlibat dalam materi konten ini.
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More