Review Film Oppenheimer: Bukan Tontonan untuk Semua Orang
Kamis, 20 Juli 2023 - 08:37 WIB
Oppenheimer menjanjikan sebuah tontonan berkualitas yang memanjakan mata penontonnya. Film ini mengangkat cerita tentang J. Robert Oppenheimer, yang dikenal sebagai Bapak Bom Atom. Disutradarai Christopher Nolan dan dibintangi sederet aktor ternama dari Cillian Murphy, Matt Damon, Emily Blunt sampai Robert Downey Jr., apa yang bisa salah dari film ini?
Sebagai sebuah film biografi, Oppenheimer punya segalanya. Ceritanya dirajut dengan baik. Sinematografinya juga sangat keren. Dengan menggunakan teknologi IMAX, film ini memberikan detail yang bisa terlihat dengan baik di studio berlayar lebar dengan suara yang oke. Tapi, untuk sebuah film tanpa aksi spektakuler, orang akan menyebut film ini biasa saja.
Oppenheimer mengisahkan tentang perjalanan Oppenheimer menjadi direktur laboratorium Los Alamos dan memimpin Proyek Manhattan. Proyek inilah yang menjadi cikal bakal pembuatan bom atom yang kemudian menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki pada 1945. Oppenheimer selamanya menyesali penemuannya itu.
Film ini berpusat pada dua lini cerita. Pertama adalah masa ketika Oppenheimer menjadi dosen dan kemudian menjadi pemimpin Proyek Manhattan. Yang kedua adalah sidang keamanan yang melibatkan Oppenheimer. Kedua lini ini dikisahkan secara berbeda.
Foto: Variety
Kalau film lain akan menggunakan warna hitam putih pada flashback, maka tidak dengan Oppenheimer. Nolan membalik skemanya. Dia mengisahkan masa lalu Oppenheimer dengan warna dan sidang keamanan yang digelar setelah Perang Dunia II usai dengan hitam putih.
Selama tiga jam, orang akan diajak menyelami pemikiran Oppenheimer dan perubahannya. Dia digambarkan sebagai orang yang penuh semangat dalam mengajarkan fisika, terutama mekanik kuantum kepada mahasiswanya. Dia juga sangat ingin memecahkan teka teki cara membuat bom hidrogen.
Semua ini dilakukan dengan apik oleh Cillian Murphy. Aktor asal Irlandia itu mampu melakonkan Oppenheimer dengan berbagai macam masalah yang menimpanya. Dia bisa menunjukkan ketika Oppenheimer ada di atas angin atau pun sedang ada di level terendah dalam hidupnya. Dia juga memperlihatkan kerapuhan Oppenheimer ketika itu terkait kehidupan asmaranya.
Foto: Wired
Akting Cillian bisa sangat dinikmati di film ini. Terlebih, perannya ini berbeda dengan apa yang selama ini membuatnya dikenal. Kalau Thomas Shelby di Peaky Blinders dikenal dingin dan cepat beraksi secara fisik, di film ini, Oppenheimer lebih banyak beraksi dengan otak dan emosinya. Dia juga bukan orang yang dingin. Dia adalah seorang nerd di era 30-40-an.
Robert Downey Jr. (RDJ) juga cukup berhasil menghilangkan kesan Tony Stark dalam perannya sebagai Lewis Strauss di Oppenheimer. Sosok pengusaha licik dan paranoid ini digambarkan RDJ dengan sangat menyakinkan. Dia adalah twist di film ini. Orang harus benar-benar mencermatinya dari awal dan kemudian menebak apa isi kepalanya seiring berjalannya cerita.
Sementara, meski hanya menjadi pemeran pendukung, Matt Damon menyajikan sosok Letkol Leslie Groves yang meyakinkan. Dia bisa menekan, memperlihatkan betapa dia tidak bisa mempercayai orang, dan mengintimidasi. Punya porsi lumayan besar di film ini, Groves harus dibikin pusing dengan berbagai keputusan Oppenheimer.
Foto: Mama’s Geeky
Yang menarik, film ini juga menampilkan Josh Hartnett yang memerankan seorang dosen/ilmuwan bernama Ernest Lawrence. Dia adalah teman Oppenheimer. Lewat film ini, Josh akhirnya bisa mewujudkan impiannya bekerja sama dengan Nolan. Sebelumnya, Josh merasa seperti masuk daftar hitam sutradara itu setelah menolak memerankan Batman di trilogi The Dark Knight.
Secara keseluruhan, Oppenheimer terasa seperti film khusus pria. Wanita yang ditampilkan di film ini serasa seperti pelengkap. Istri Oppenheimer, Kitty, yang diperankan Emily Blunt, baru terasa perannya menjelang akhir film. Di awal, dia tidak terlalu ditonjolkan. Sementara, Jane Tatlock, yang diperankan Florence Pugh, adalah pengisi hati Oppenheimer. Perannya lebih pada ke sisi emosi karakter itu.
Sebagai sebuah film biografi, Oppenheimer punya segalanya. Ceritanya dirajut dengan baik. Sinematografinya juga sangat keren. Dengan menggunakan teknologi IMAX, film ini memberikan detail yang bisa terlihat dengan baik di studio berlayar lebar dengan suara yang oke. Tapi, untuk sebuah film tanpa aksi spektakuler, orang akan menyebut film ini biasa saja.
Oppenheimer mengisahkan tentang perjalanan Oppenheimer menjadi direktur laboratorium Los Alamos dan memimpin Proyek Manhattan. Proyek inilah yang menjadi cikal bakal pembuatan bom atom yang kemudian menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki pada 1945. Oppenheimer selamanya menyesali penemuannya itu.
Film ini berpusat pada dua lini cerita. Pertama adalah masa ketika Oppenheimer menjadi dosen dan kemudian menjadi pemimpin Proyek Manhattan. Yang kedua adalah sidang keamanan yang melibatkan Oppenheimer. Kedua lini ini dikisahkan secara berbeda.
Foto: Variety
Kalau film lain akan menggunakan warna hitam putih pada flashback, maka tidak dengan Oppenheimer. Nolan membalik skemanya. Dia mengisahkan masa lalu Oppenheimer dengan warna dan sidang keamanan yang digelar setelah Perang Dunia II usai dengan hitam putih.
Selama tiga jam, orang akan diajak menyelami pemikiran Oppenheimer dan perubahannya. Dia digambarkan sebagai orang yang penuh semangat dalam mengajarkan fisika, terutama mekanik kuantum kepada mahasiswanya. Dia juga sangat ingin memecahkan teka teki cara membuat bom hidrogen.
Semua ini dilakukan dengan apik oleh Cillian Murphy. Aktor asal Irlandia itu mampu melakonkan Oppenheimer dengan berbagai macam masalah yang menimpanya. Dia bisa menunjukkan ketika Oppenheimer ada di atas angin atau pun sedang ada di level terendah dalam hidupnya. Dia juga memperlihatkan kerapuhan Oppenheimer ketika itu terkait kehidupan asmaranya.
Foto: Wired
Akting Cillian bisa sangat dinikmati di film ini. Terlebih, perannya ini berbeda dengan apa yang selama ini membuatnya dikenal. Kalau Thomas Shelby di Peaky Blinders dikenal dingin dan cepat beraksi secara fisik, di film ini, Oppenheimer lebih banyak beraksi dengan otak dan emosinya. Dia juga bukan orang yang dingin. Dia adalah seorang nerd di era 30-40-an.
Robert Downey Jr. (RDJ) juga cukup berhasil menghilangkan kesan Tony Stark dalam perannya sebagai Lewis Strauss di Oppenheimer. Sosok pengusaha licik dan paranoid ini digambarkan RDJ dengan sangat menyakinkan. Dia adalah twist di film ini. Orang harus benar-benar mencermatinya dari awal dan kemudian menebak apa isi kepalanya seiring berjalannya cerita.
Sementara, meski hanya menjadi pemeran pendukung, Matt Damon menyajikan sosok Letkol Leslie Groves yang meyakinkan. Dia bisa menekan, memperlihatkan betapa dia tidak bisa mempercayai orang, dan mengintimidasi. Punya porsi lumayan besar di film ini, Groves harus dibikin pusing dengan berbagai keputusan Oppenheimer.
Foto: Mama’s Geeky
Yang menarik, film ini juga menampilkan Josh Hartnett yang memerankan seorang dosen/ilmuwan bernama Ernest Lawrence. Dia adalah teman Oppenheimer. Lewat film ini, Josh akhirnya bisa mewujudkan impiannya bekerja sama dengan Nolan. Sebelumnya, Josh merasa seperti masuk daftar hitam sutradara itu setelah menolak memerankan Batman di trilogi The Dark Knight.
Secara keseluruhan, Oppenheimer terasa seperti film khusus pria. Wanita yang ditampilkan di film ini serasa seperti pelengkap. Istri Oppenheimer, Kitty, yang diperankan Emily Blunt, baru terasa perannya menjelang akhir film. Di awal, dia tidak terlalu ditonjolkan. Sementara, Jane Tatlock, yang diperankan Florence Pugh, adalah pengisi hati Oppenheimer. Perannya lebih pada ke sisi emosi karakter itu.
tulis komentar anda