Mengapa Muzan Memburu Bunga Higanbana Biru di Demon Slayer?
Kamis, 08 Juni 2023 - 07:29 WIB
Higanbana Biru atau Blue Spider Lily adalah bunga misterius yang disebut menjadi kunci untuk menyembuhkan Muzan Kibutsuji di Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba . Bunga itu hanya mekar beberapa kali dalam setahun. Bunga itu juga yang menjadi alasan Muzan berubah menjadi Iblis. Sampai saat ini, semua usaha Muzan mendapatkannya selalu gagal.
Hasrat Muzan untuk mendapatkan Higanbana Biru itu sudah menjadi pusat tujuannya selama berabad-abad. Alasan di balik usahanya itu cukup terlihat nyata karena bunga itu adalah sumber kekuatannya saat ini. Sementara bunga itu tidak ada di dunia nyata dan hanya menjadi bagian cerita Kimetsu no Yaiba, Higanbana Biru diangkat dari Higanbana Merah di dunia nyata, yang sering muncul di cerita rakyat Jepang.
Bunga out disebut tumbuh di pesisir Sungai Sanzu, sungai kematian dalam tradisi Buddha Jepang, seperti Vaitarani Hindu atau Sungai Styx dari mitologi Yunani. Higanbana Merah disebut memandu jiwa orang mati ke kehidupan selanjutnya. Sepertinya, kreator Kimetsu no Yaiba, Koyoharu Gotouge, bermaksud membuat Higanbana Biru untuk menjadi antithesis konsep ini, yang bertindak sebagai instrumen kutukan ketimbang keselamatan. Mengapa Muzan sangat memburu bunga tersebut? Mengutip Game Rant, simak ulasannya berikut!
Foto: IMDb
Lahir dengan penyakit parah misterius yang membuatnya divonis mati pada usia muda, kehidupan Muzan sengsara karena penyakit dan kesehatan yang buruk. Banyak orang di dalam keluarganya menduga kalau dia akan mati sebelum mencapai usia 20 tahun. Mengutuk nasibnya yang buruk, Muzan jadi takut mati akibat kerapuhannya tersebut.
Ironisnya, porsi waktu sedikit yang dia habiskan sebagai manusia akan tetap ada dalam ingatannya selama berabad-abad. Menjelang akhir periode ini ketika kesehatannya terus memburuk, dia menjadi subyek prototipe pengobatan yang dikembangkan dokter dengan harapan menyelamatkannya dari kondisinya. Awalnya yakin kalau perawatan itu tidak efektif, Muzan membunuh dokter itu karena marah dan akhirnya sadar kalau faktanya, perawatan itu menyembuhkan banyak rasa sakitnya.
Dengan tubuh yang sangat kuat dengan kemampuan menundukkan siapa pun di sekitarnya dengan darah transformatifnya, Muzan mengambil mantel Raja Iblis dan nenek moyang semua jenis iblis. Tapi, ada sejumlah kekurangan yang dia alami, yang paling mencolok adalah dia tidak bisa pergi ketika ada sinar matahari. Kalau nekat, dia akan cacat dan terbakar, tubuhnya akan jadi abu, sementara juga menghambat regenerasinya.
Dengan begitu, Raja Iblis yang hampir abadi itu menemukan satu-satunya kelemahannya adalah matahari—sesuatu yang dia turunkan ke semua yang mendapatkan darahnya. Di sisi lain, Muzan juga mengalami keinginan besar untuk memakan daging manusia. Tapi, ini bukanlah kecemasan baginya karena kurangnya empati membuatnya bisa memuaskan kebutuhan ini tanpa masalah serius.
Foto: Kimetsu no Yaiba Wiki – Fandom
Membunuh dokter yang menyembuhkannya adalah aksi ayang disesali Muzan sepanjang hidupnya. Ini karena perawatannya dengan obat eksperimental itu masih belum selesai. Muzan percaya kalau itu adalah alasan ketidakmampuannya pergi saat ada sinar matahari. Itu menjadi sesuatu yang membuatya terobsesi.
Properti medis bunga itu juga relatif belum diuji ketika dia dirawat. Perawatan itu sangat sulit ditiru karena Muzan membunuh satu-satunya orang yang tahu komposisinya. Diimplikasikan kalau bunga itu bisa menyingkirkan kelemahannya pada sinar matahari, yang menghambat keabadiannya dan kerapuhannya terhadap serangan atau elemen luar. Ini pada akhirnya akan memenuhi ambisinya hidup tanpa takut mati, menjadi makhluk yang yang benar-benar bisa digambarkan abadi.
Kondisi lain atas hasrat ini adalah menciptakan iblis yang bisa tahan dari ancaman matahari, yang bisa dia pakai sebagai sarana untuk mengkaji penyakit dan mengatasinya. Pembunuhan terhadap keluarga Kamado memotivasinya, yang dibuktikan dengan bagaimana dia menyuntikkan anggota keluarga itu dengan darahnya. Sekilas, dia percaya kalau tindakan itu gagal karena hampir semua anggota keluarga itu mati, kecuali satu.
Hanya Nezuko, adik Tanjiro, yang selamat dari serangan Muzan dan berubah menjadi iblis. Ini terbukti menjadi plot besar menjelang akhir serial itu. Nezuko ternyata bisa mengatasi efek sinar matahari dan mendapatkan kekuatan yang didambakan Muzan selama berabad-abad.
Foto: Dexerto
Sayang bagi Muzan, Higanbana Biru adalah bunga yang sulit ditemukan karena hanya mekar di saat siang hari sebanyak dua atau tiga kali setiap tahun. Di iklim tertentu, Higanbana Biru akan gagal mekar sepenuhnya, yang membuat lebih sulit bagi Muzan untuk menemukan bunga itu. Setelah mekar, bunga itu akan menguncup mirip rumput ekor kuda, kehilangan semua properti yang bernilai bagi Muzan.
Makanya, sangat sulit baginya untuk mencariya. Dia akhirnya menyuruh anak buahnya, yang bahkan kurang punya perlengkapan karena rapuh pada sinar matahari. Faktanya, sampai sekarang, hanya ibu Tanjiro, Kie Kamado, yang tahu tempat di mana Higanbana Biru itu mekar. Dia pernah membawa anak sulungnya itu ke tempat tersebut saat dia masih kecil. Ini membuat Tanjiro tahu di mana bunga itu mekar. Tapi, Muzan sepertinya tidak akan bisa merekrutnya.
Hasrat Muzan untuk mendapatkan Higanbana Biru itu sudah menjadi pusat tujuannya selama berabad-abad. Alasan di balik usahanya itu cukup terlihat nyata karena bunga itu adalah sumber kekuatannya saat ini. Sementara bunga itu tidak ada di dunia nyata dan hanya menjadi bagian cerita Kimetsu no Yaiba, Higanbana Biru diangkat dari Higanbana Merah di dunia nyata, yang sering muncul di cerita rakyat Jepang.
Bunga out disebut tumbuh di pesisir Sungai Sanzu, sungai kematian dalam tradisi Buddha Jepang, seperti Vaitarani Hindu atau Sungai Styx dari mitologi Yunani. Higanbana Merah disebut memandu jiwa orang mati ke kehidupan selanjutnya. Sepertinya, kreator Kimetsu no Yaiba, Koyoharu Gotouge, bermaksud membuat Higanbana Biru untuk menjadi antithesis konsep ini, yang bertindak sebagai instrumen kutukan ketimbang keselamatan. Mengapa Muzan sangat memburu bunga tersebut? Mengutip Game Rant, simak ulasannya berikut!
1. Asal Usul Penyakit Muzan Kibutsuji
Foto: IMDb
Lahir dengan penyakit parah misterius yang membuatnya divonis mati pada usia muda, kehidupan Muzan sengsara karena penyakit dan kesehatan yang buruk. Banyak orang di dalam keluarganya menduga kalau dia akan mati sebelum mencapai usia 20 tahun. Mengutuk nasibnya yang buruk, Muzan jadi takut mati akibat kerapuhannya tersebut.
Ironisnya, porsi waktu sedikit yang dia habiskan sebagai manusia akan tetap ada dalam ingatannya selama berabad-abad. Menjelang akhir periode ini ketika kesehatannya terus memburuk, dia menjadi subyek prototipe pengobatan yang dikembangkan dokter dengan harapan menyelamatkannya dari kondisinya. Awalnya yakin kalau perawatan itu tidak efektif, Muzan membunuh dokter itu karena marah dan akhirnya sadar kalau faktanya, perawatan itu menyembuhkan banyak rasa sakitnya.
Dengan tubuh yang sangat kuat dengan kemampuan menundukkan siapa pun di sekitarnya dengan darah transformatifnya, Muzan mengambil mantel Raja Iblis dan nenek moyang semua jenis iblis. Tapi, ada sejumlah kekurangan yang dia alami, yang paling mencolok adalah dia tidak bisa pergi ketika ada sinar matahari. Kalau nekat, dia akan cacat dan terbakar, tubuhnya akan jadi abu, sementara juga menghambat regenerasinya.
Dengan begitu, Raja Iblis yang hampir abadi itu menemukan satu-satunya kelemahannya adalah matahari—sesuatu yang dia turunkan ke semua yang mendapatkan darahnya. Di sisi lain, Muzan juga mengalami keinginan besar untuk memakan daging manusia. Tapi, ini bukanlah kecemasan baginya karena kurangnya empati membuatnya bisa memuaskan kebutuhan ini tanpa masalah serius.
2. Mengapa Higanbana Biru Sangat Berharga?
Foto: Kimetsu no Yaiba Wiki – Fandom
Membunuh dokter yang menyembuhkannya adalah aksi ayang disesali Muzan sepanjang hidupnya. Ini karena perawatannya dengan obat eksperimental itu masih belum selesai. Muzan percaya kalau itu adalah alasan ketidakmampuannya pergi saat ada sinar matahari. Itu menjadi sesuatu yang membuatya terobsesi.
Properti medis bunga itu juga relatif belum diuji ketika dia dirawat. Perawatan itu sangat sulit ditiru karena Muzan membunuh satu-satunya orang yang tahu komposisinya. Diimplikasikan kalau bunga itu bisa menyingkirkan kelemahannya pada sinar matahari, yang menghambat keabadiannya dan kerapuhannya terhadap serangan atau elemen luar. Ini pada akhirnya akan memenuhi ambisinya hidup tanpa takut mati, menjadi makhluk yang yang benar-benar bisa digambarkan abadi.
Kondisi lain atas hasrat ini adalah menciptakan iblis yang bisa tahan dari ancaman matahari, yang bisa dia pakai sebagai sarana untuk mengkaji penyakit dan mengatasinya. Pembunuhan terhadap keluarga Kamado memotivasinya, yang dibuktikan dengan bagaimana dia menyuntikkan anggota keluarga itu dengan darahnya. Sekilas, dia percaya kalau tindakan itu gagal karena hampir semua anggota keluarga itu mati, kecuali satu.
Hanya Nezuko, adik Tanjiro, yang selamat dari serangan Muzan dan berubah menjadi iblis. Ini terbukti menjadi plot besar menjelang akhir serial itu. Nezuko ternyata bisa mengatasi efek sinar matahari dan mendapatkan kekuatan yang didambakan Muzan selama berabad-abad.
3. Bagaimana Muzan Gagal Mendapatkannya?
Foto: Dexerto
Sayang bagi Muzan, Higanbana Biru adalah bunga yang sulit ditemukan karena hanya mekar di saat siang hari sebanyak dua atau tiga kali setiap tahun. Di iklim tertentu, Higanbana Biru akan gagal mekar sepenuhnya, yang membuat lebih sulit bagi Muzan untuk menemukan bunga itu. Setelah mekar, bunga itu akan menguncup mirip rumput ekor kuda, kehilangan semua properti yang bernilai bagi Muzan.
Makanya, sangat sulit baginya untuk mencariya. Dia akhirnya menyuruh anak buahnya, yang bahkan kurang punya perlengkapan karena rapuh pada sinar matahari. Faktanya, sampai sekarang, hanya ibu Tanjiro, Kie Kamado, yang tahu tempat di mana Higanbana Biru itu mekar. Dia pernah membawa anak sulungnya itu ke tempat tersebut saat dia masih kecil. Ini membuat Tanjiro tahu di mana bunga itu mekar. Tapi, Muzan sepertinya tidak akan bisa merekrutnya.
(alv)
Lihat Juga :
tulis komentar anda