3 Hal Penting dari Ending Duty After School 2 yang Mungkin Tak Kamu Sadari
Senin, 24 April 2023 - 12:06 WIB
Young-su jadi karakter yang paling dihujat penonton karena dia jadi sosok yang akhirnya lebih mengerikan dibanding bola-bola alien. Banyak yang kaget bahwa Young-su bisa melakukan tindakan keji melakukan pembunuhan massal pada teman-teman seperjuangannya. Namun jika menyimak lagi seluruh episode 10, petunjuk bahwa ia akan melakukan tindakan gila jelas tersirat.
Sejak Duty After School 1, penonton sudah ditunjukkan bahwa Young-so adalah karakter yang paling egois. Namun kita tak diberitahu motivasinya atas segala tindakannya yang menyebalkan itu.
Baru pada episode akhir, kita diberi latar cerita keluarga Young-su yang sangat miskin. Kita diberi alasan kuat bahwa Young-su begitu ngotot belajar di tengah perang, mengumpulkan poin, dan mengikuti CSAT karena hanya itulah satu-satunya jalan baginya untuk mengeluarkan keluarganya dari lubang kemiskinan yang lebih dalam.
Sebagai anak pertama dengan dua adik, beban keluarga ada di pundak Young-su. Dengan masuk universitas ternama, harapan untuk masa depan yang lebih baik bisa dia pupuk. Namun dengan dibatalkannya CSAT, mimpi itu pun seketika runtuh.
Young-su tak kuat menerima berita tersebut. Ia terlihat berhalusinasi melihat foto keluarganya di taman hiburan. Lalu adegan kedekatan So-yeon (Shin Soo-hyun) dengan Jang-su (Yoon Jong-bin) membuatnya makin panas. Young-su jelas mengalami depresi, dan akhirnya berakhir dengan terjadinya peristiwa tragis pada ujung cerita.
Perlu juga diingat bahwa CSAT baru diadakan dua tahun kemudian. Seperti yang sudah dikatakan Young-su sebelumnya, ia tidak mungkin bertahan - bahkan hanya setahun saja - jika CSAT dibatalkan. Ini karena ia tak mungkin masuk akademi karena keluarganya tak punya uang, berbeda dengan murid lainnya.
Jika Young-su tetap bertahan hidup, ia mau tak mau harus bekerja terlebih dahulu sebelum mengikuti CSAT dua tahun kemudian. Dengan hanya bermodal lulusan SMA, tentu ia tak bisa mencari pekerjaan yang layak, apalagi mengeluarkan keluarganya dari lubang kemiskinan.
Dengan tekanan yang sebegitu beratnya, Young-su sebenarnya lebih pantas disebut korban dari negara yang tidak adil pada dirinya.
Foto: TVING
Jangan lupakan bahwa semua tragedi ini berawal dari keputusan pemerintah untuk meminta anak-anak SMA untuk ikut berperang alih-alih menyuruh orang dewasa untuk melakukannya. Ini jelas sesuatu yang ganjil karena dalam negara yang normal, harusnya orang dewasa yang diwajibkan berperang, bukan anak-anak di bawah umur.
Sejauh yang disimak penonton, orang-orang dewasa termasuk orang tua para murid justru ditempatkan di tempat penampungan. Alih-alih melindungi anak-anak yang masih bersekolah dan notabene generasi penerus, negara malah melindungi mereka yang harusnya terkena wajib militer.
Lebih konyol lagi - seperti kata Kimchi, senjata yang bisa memusnahkan bola-bola alien akhirnya dipakai setelah para murid mempertaruhkan nyawa mereka selama berbulan-bulan demi negara hanya dengan iming-iming poin CSAT.
Lebih gila lagi, pada akhir cerita disebutkan bahwa pemberian poin CSAT pada para murid yang ikut berperang diprotes masyarakat. Hingga akhir cerita, tak jelas betul apakah pemerintah pada akhirnya memberikan poin tersebut atau tidak kepada para murid yang sudah mempertaruhkan nyawa mereka.
Kritik terhadap negara yang tidak mampu melindungi anak-anak juga pernah muncul dalam serial All of us Are Dead yang genre dan ceritanya kurang lebih sama dengan Duty After School. Meski begitu, Duty After School menekankan pada beberapa hal lainnya, yaitu tentang tekanan untuk selalu sukses yang ditanamkan pada anak-anak.
Ini membuat kisah Duty After School semakin tragis, karena setelah beratnya beban yang dtimpakan masyarakat kepada anak-anak yang membuat mereka tersiksa secara fisik dan mental, nyatanya pemerintah pada akhirnya tak benar-benar menghargai kerja keras mereka. Pada akhirnya, anak-anak hanya dipakai sebagai alat saja dan menjadi korban manipulasi negara.
Bisa dibilang, Duty After School bukanlah cerita tentang menumpas alien saja. Lebih dari itu, serial ini adalah kisah tragis tentang anak-anak yang masa remaja dan kehidupannya terenggut karena ketidakmampuan orang dewasa mengurus negara.
Sejak Duty After School 1, penonton sudah ditunjukkan bahwa Young-so adalah karakter yang paling egois. Namun kita tak diberitahu motivasinya atas segala tindakannya yang menyebalkan itu.
Baru pada episode akhir, kita diberi latar cerita keluarga Young-su yang sangat miskin. Kita diberi alasan kuat bahwa Young-su begitu ngotot belajar di tengah perang, mengumpulkan poin, dan mengikuti CSAT karena hanya itulah satu-satunya jalan baginya untuk mengeluarkan keluarganya dari lubang kemiskinan yang lebih dalam.
Sebagai anak pertama dengan dua adik, beban keluarga ada di pundak Young-su. Dengan masuk universitas ternama, harapan untuk masa depan yang lebih baik bisa dia pupuk. Namun dengan dibatalkannya CSAT, mimpi itu pun seketika runtuh.
Young-su tak kuat menerima berita tersebut. Ia terlihat berhalusinasi melihat foto keluarganya di taman hiburan. Lalu adegan kedekatan So-yeon (Shin Soo-hyun) dengan Jang-su (Yoon Jong-bin) membuatnya makin panas. Young-su jelas mengalami depresi, dan akhirnya berakhir dengan terjadinya peristiwa tragis pada ujung cerita.
Perlu juga diingat bahwa CSAT baru diadakan dua tahun kemudian. Seperti yang sudah dikatakan Young-su sebelumnya, ia tidak mungkin bertahan - bahkan hanya setahun saja - jika CSAT dibatalkan. Ini karena ia tak mungkin masuk akademi karena keluarganya tak punya uang, berbeda dengan murid lainnya.
Jika Young-su tetap bertahan hidup, ia mau tak mau harus bekerja terlebih dahulu sebelum mengikuti CSAT dua tahun kemudian. Dengan hanya bermodal lulusan SMA, tentu ia tak bisa mencari pekerjaan yang layak, apalagi mengeluarkan keluarganya dari lubang kemiskinan.
Dengan tekanan yang sebegitu beratnya, Young-su sebenarnya lebih pantas disebut korban dari negara yang tidak adil pada dirinya.
3. Kritik Tersembunyi atas Ketidakmampuan Pemerintah
Foto: TVING
Jangan lupakan bahwa semua tragedi ini berawal dari keputusan pemerintah untuk meminta anak-anak SMA untuk ikut berperang alih-alih menyuruh orang dewasa untuk melakukannya. Ini jelas sesuatu yang ganjil karena dalam negara yang normal, harusnya orang dewasa yang diwajibkan berperang, bukan anak-anak di bawah umur.
Sejauh yang disimak penonton, orang-orang dewasa termasuk orang tua para murid justru ditempatkan di tempat penampungan. Alih-alih melindungi anak-anak yang masih bersekolah dan notabene generasi penerus, negara malah melindungi mereka yang harusnya terkena wajib militer.
Lebih konyol lagi - seperti kata Kimchi, senjata yang bisa memusnahkan bola-bola alien akhirnya dipakai setelah para murid mempertaruhkan nyawa mereka selama berbulan-bulan demi negara hanya dengan iming-iming poin CSAT.
Lebih gila lagi, pada akhir cerita disebutkan bahwa pemberian poin CSAT pada para murid yang ikut berperang diprotes masyarakat. Hingga akhir cerita, tak jelas betul apakah pemerintah pada akhirnya memberikan poin tersebut atau tidak kepada para murid yang sudah mempertaruhkan nyawa mereka.
Kritik terhadap negara yang tidak mampu melindungi anak-anak juga pernah muncul dalam serial All of us Are Dead yang genre dan ceritanya kurang lebih sama dengan Duty After School. Meski begitu, Duty After School menekankan pada beberapa hal lainnya, yaitu tentang tekanan untuk selalu sukses yang ditanamkan pada anak-anak.
Ini membuat kisah Duty After School semakin tragis, karena setelah beratnya beban yang dtimpakan masyarakat kepada anak-anak yang membuat mereka tersiksa secara fisik dan mental, nyatanya pemerintah pada akhirnya tak benar-benar menghargai kerja keras mereka. Pada akhirnya, anak-anak hanya dipakai sebagai alat saja dan menjadi korban manipulasi negara.
Bisa dibilang, Duty After School bukanlah cerita tentang menumpas alien saja. Lebih dari itu, serial ini adalah kisah tragis tentang anak-anak yang masa remaja dan kehidupannya terenggut karena ketidakmampuan orang dewasa mengurus negara.
(ita)
Lihat Juga :
tulis komentar anda