3 Hal Penting dari Ending Duty After School 2 yang Mungkin Tak Kamu Sadari
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ending atau akhir Duty After School 2 membuat banyak penonton kecewa dengan berbagai alasan, yang sebenarnya memang masuk akal.
Cerita drama Korea Duty After School 2 bisa dibilang menampilkan atmosfer yang berbeda dari Duty After School 1. Bagian pertama yang terdiri dari enam episode menunjukkan banyak adegan laga, gore, serta komedi dengan fokus para murid menghadapi bola-bola alien yang turun dari langit.
Sementara pada bagian kedua yang terdiri dari empat episode, fokus cerita berpindah ke hubungan antara para murid, dengan kondisi mereka yang kini lebih piawai dalam membasmi bola alien. Tak ada lagi orang dewasa di antara mereka, jadi para murid harus menyelesaikan masalah sendiri.
Kekecewaan terbesar penonton dari ending Duty After School 2 adalah cerita yang seolah berjalan ke arah yang tak disangka-sangka tepat di ujung cerita. Young-su (Ahn Do-Kyu) mengalami depresi dan melakukan pembunuhan massal hingga hanya menyisakan Kimchi (Kim Ki-hae), Nara (Choi Moon-hee), Ae-seol (Lee Yeon), dan Ha-na (Hwang Se-in) yang bertahan hidup.
Meski kelihatannya akhir cerita ini menjadi plot twist yang terlalu dipaksakan, juga berbeda dengan webtoon-nya, tapi sebenarnya ada banyak petunjuk yang menunjukkan sebaliknya. Petunjuk ini pun banyak tersebar pada episode finalnya, baik dari dialog maupun visualnya.
Berikut ini tiga hal penting dari ending Duty After School 2 yang mungkin tak kamu sadari, dan menjadi petunjuk bahwa 'plot twist' yang dimaksud sebenarnya tidak dipaksakan.
Foto: TVING
Duty After Schooldianggap sebagai drama survival dan laga thriller dengan bumbu komedi. Namun sebenarnya serial ini juga bergenre coming of age, terutama jika melihat cerita bagian keduanya.
Coming of age adalah kisah yang fokus pada pertumbuhan karakter dalam cerita dari seorang anak-anak menjadi sosok yang lebih dewasa. Adegan-adegannya juga lebih banyak fokus pada dialog dibanding adegan laga.
Genre inilah yang lebih menonjol dalam Duty After School 2 dibanding genre laga. Tampaknya genre ini juga sudah disiapkan sejak awal hingga akhir Duty After School 1. Buktinya adalah dengan dimatikannya dua karakter orang dewasa yang penting dalam cerita, yaitu Ibu Guru Park (Lim Se-mi) dan komandan peleton Choon-hoo (Shin Hyun-soo).
Sementara karakter Won-bin (Lee Soon-won) yang tiba-tiba menghilang memang agak aneh. Ia bahkan tak disebut-sebut sama sekali dalam cerita bagian kedua. Namun jika melihat maksud pembuat cerita, ini sebenarnya adalah hal yang bisa cukup dimaklumi.
Karakter-karakter orang dewasa ini tampaknya sengaja dimatikan atau dihilangkan agar penonton bisa lebih melihat perjalanan anak-anak yang berkembang sendiri tanpa bantuan orang dewasa sama sekali. Terbukti, konflik antarmurid menjadi lebih panas dari sebelumnya, pertemanan mereka juga diuji dengan kecurigaan dan pengkhianatan, tapi mereka bisa mengatasi masalah tersebut pelan-pelan.
Penonton juga bisa melihat perkembangan dan perubahan karakter Bora (Kwon Eun-bin), Ae-seol (Ae-seol), Il-ha (Kim Su-gyeom), dan Young-su. Empat karakter ini yang mengalami perubahan paling pesat dari cerita bagian pertama ke bagian kedua.
Jadi, meski Duty After School 1 dan Duty After School 2 kelihatannya punya cerita dan atmosfer yang berbeda, sebenarnya ini adalah perjalanan yang wajar dari seorang murid yang awalnya hanya tahu belajar dan bermain-main, menjadi sosok yang dipaksa untuk berada dalam situasi darurat.
Setiap karakter merespons kondisi itu dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang tetap takut dan manja seperti Soon-yi (Kim So-hee) dan Ha-na, ada yang cepat beradaptasi seperti Bora dan Nara, ada yang bisa berubah menjadi lebih baik seperti Il-ha, ada juga yang tak mampu menghadapi tekanan seperti Young-su.
Foto: TVING
Young-su jadi karakter yang paling dihujat penonton karena dia jadi sosok yang akhirnya lebih mengerikan dibanding bola-bola alien. Banyak yang kaget bahwa Young-su bisa melakukan tindakan keji melakukan pembunuhan massal pada teman-teman seperjuangannya. Namun jika menyimak lagi seluruh episode 10, petunjuk bahwa ia akan melakukan tindakan gila jelas tersirat.
Sejak Duty After School 1, penonton sudah ditunjukkan bahwa Young-so adalah karakter yang paling egois. Namun kita tak diberitahu motivasinya atas segala tindakannya yang menyebalkan itu.
Baru pada episode akhir, kita diberi latar cerita keluarga Young-su yang sangat miskin. Kita diberi alasan kuat bahwa Young-su begitu ngotot belajar di tengah perang, mengumpulkan poin, dan mengikuti CSAT karena hanya itulah satu-satunya jalan baginya untuk mengeluarkan keluarganya dari lubang kemiskinan yang lebih dalam.
Sebagai anak pertama dengan dua adik, beban keluarga ada di pundak Young-su. Dengan masuk universitas ternama, harapan untuk masa depan yang lebih baik bisa dia pupuk. Namun dengan dibatalkannya CSAT, mimpi itu pun seketika runtuh.
Young-su tak kuat menerima berita tersebut. Ia terlihat berhalusinasi melihat foto keluarganya di taman hiburan. Lalu adegan kedekatan So-yeon (Shin Soo-hyun) dengan Jang-su (Yoon Jong-bin) membuatnya makin panas. Young-su jelas mengalami depresi, dan akhirnya berakhir dengan terjadinya peristiwa tragis pada ujung cerita.
Perlu juga diingat bahwa CSAT baru diadakan dua tahun kemudian. Seperti yang sudah dikatakan Young-su sebelumnya, ia tidak mungkin bertahan - bahkan hanya setahun saja - jika CSAT dibatalkan. Ini karena ia tak mungkin masuk akademi karena keluarganya tak punya uang, berbeda dengan murid lainnya.
Jika Young-su tetap bertahan hidup, ia mau tak mau harus bekerja terlebih dahulu sebelum mengikuti CSAT dua tahun kemudian. Dengan hanya bermodal lulusan SMA, tentu ia tak bisa mencari pekerjaan yang layak, apalagi mengeluarkan keluarganya dari lubang kemiskinan.
Dengan tekanan yang sebegitu beratnya, Young-su sebenarnya lebih pantas disebut korban dari negara yang tidak adil pada dirinya.
Foto: TVING
Jangan lupakan bahwa semua tragedi ini berawal dari keputusan pemerintah untuk meminta anak-anak SMA untuk ikut berperang alih-alih menyuruh orang dewasa untuk melakukannya. Ini jelas sesuatu yang ganjil karena dalam negara yang normal, harusnya orang dewasa yang diwajibkan berperang, bukan anak-anak di bawah umur.
Sejauh yang disimak penonton, orang-orang dewasa termasuk orang tua para murid justru ditempatkan di tempat penampungan. Alih-alih melindungi anak-anak yang masih bersekolah dan notabene generasi penerus, negara malah melindungi mereka yang harusnya terkena wajib militer.
Lebih konyol lagi - seperti kata Kimchi, senjata yang bisa memusnahkan bola-bola alien akhirnya dipakai setelah para murid mempertaruhkan nyawa mereka selama berbulan-bulan demi negara hanya dengan iming-iming poin CSAT.
Lebih gila lagi, pada akhir cerita disebutkan bahwa pemberian poin CSAT pada para murid yang ikut berperang diprotes masyarakat. Hingga akhir cerita, tak jelas betul apakah pemerintah pada akhirnya memberikan poin tersebut atau tidak kepada para murid yang sudah mempertaruhkan nyawa mereka.
Kritik terhadap negara yang tidak mampu melindungi anak-anak juga pernah muncul dalam serial All of us Are Dead yang genre dan ceritanya kurang lebih sama dengan Duty After School. Meski begitu, Duty After School menekankan pada beberapa hal lainnya, yaitu tentang tekanan untuk selalu sukses yang ditanamkan pada anak-anak.
Ini membuat kisah Duty After School semakin tragis, karena setelah beratnya beban yang dtimpakan masyarakat kepada anak-anak yang membuat mereka tersiksa secara fisik dan mental, nyatanya pemerintah pada akhirnya tak benar-benar menghargai kerja keras mereka. Pada akhirnya, anak-anak hanya dipakai sebagai alat saja dan menjadi korban manipulasi negara.
Bisa dibilang, Duty After School bukanlah cerita tentang menumpas alien saja. Lebih dari itu, serial ini adalah kisah tragis tentang anak-anak yang masa remaja dan kehidupannya terenggut karena ketidakmampuan orang dewasa mengurus negara.
Cerita drama Korea Duty After School 2 bisa dibilang menampilkan atmosfer yang berbeda dari Duty After School 1. Bagian pertama yang terdiri dari enam episode menunjukkan banyak adegan laga, gore, serta komedi dengan fokus para murid menghadapi bola-bola alien yang turun dari langit.
Sementara pada bagian kedua yang terdiri dari empat episode, fokus cerita berpindah ke hubungan antara para murid, dengan kondisi mereka yang kini lebih piawai dalam membasmi bola alien. Tak ada lagi orang dewasa di antara mereka, jadi para murid harus menyelesaikan masalah sendiri.
Kekecewaan terbesar penonton dari ending Duty After School 2 adalah cerita yang seolah berjalan ke arah yang tak disangka-sangka tepat di ujung cerita. Young-su (Ahn Do-Kyu) mengalami depresi dan melakukan pembunuhan massal hingga hanya menyisakan Kimchi (Kim Ki-hae), Nara (Choi Moon-hee), Ae-seol (Lee Yeon), dan Ha-na (Hwang Se-in) yang bertahan hidup.
Meski kelihatannya akhir cerita ini menjadi plot twist yang terlalu dipaksakan, juga berbeda dengan webtoon-nya, tapi sebenarnya ada banyak petunjuk yang menunjukkan sebaliknya. Petunjuk ini pun banyak tersebar pada episode finalnya, baik dari dialog maupun visualnya.
Berikut ini tiga hal penting dari ending Duty After School 2 yang mungkin tak kamu sadari, dan menjadi petunjuk bahwa 'plot twist' yang dimaksud sebenarnya tidak dipaksakan.
1. Duty After School juga adalah Serial Coming of Age
Foto: TVING
Duty After Schooldianggap sebagai drama survival dan laga thriller dengan bumbu komedi. Namun sebenarnya serial ini juga bergenre coming of age, terutama jika melihat cerita bagian keduanya.
Coming of age adalah kisah yang fokus pada pertumbuhan karakter dalam cerita dari seorang anak-anak menjadi sosok yang lebih dewasa. Adegan-adegannya juga lebih banyak fokus pada dialog dibanding adegan laga.
Genre inilah yang lebih menonjol dalam Duty After School 2 dibanding genre laga. Tampaknya genre ini juga sudah disiapkan sejak awal hingga akhir Duty After School 1. Buktinya adalah dengan dimatikannya dua karakter orang dewasa yang penting dalam cerita, yaitu Ibu Guru Park (Lim Se-mi) dan komandan peleton Choon-hoo (Shin Hyun-soo).
Sementara karakter Won-bin (Lee Soon-won) yang tiba-tiba menghilang memang agak aneh. Ia bahkan tak disebut-sebut sama sekali dalam cerita bagian kedua. Namun jika melihat maksud pembuat cerita, ini sebenarnya adalah hal yang bisa cukup dimaklumi.
Karakter-karakter orang dewasa ini tampaknya sengaja dimatikan atau dihilangkan agar penonton bisa lebih melihat perjalanan anak-anak yang berkembang sendiri tanpa bantuan orang dewasa sama sekali. Terbukti, konflik antarmurid menjadi lebih panas dari sebelumnya, pertemanan mereka juga diuji dengan kecurigaan dan pengkhianatan, tapi mereka bisa mengatasi masalah tersebut pelan-pelan.
Penonton juga bisa melihat perkembangan dan perubahan karakter Bora (Kwon Eun-bin), Ae-seol (Ae-seol), Il-ha (Kim Su-gyeom), dan Young-su. Empat karakter ini yang mengalami perubahan paling pesat dari cerita bagian pertama ke bagian kedua.
Jadi, meski Duty After School 1 dan Duty After School 2 kelihatannya punya cerita dan atmosfer yang berbeda, sebenarnya ini adalah perjalanan yang wajar dari seorang murid yang awalnya hanya tahu belajar dan bermain-main, menjadi sosok yang dipaksa untuk berada dalam situasi darurat.
Setiap karakter merespons kondisi itu dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang tetap takut dan manja seperti Soon-yi (Kim So-hee) dan Ha-na, ada yang cepat beradaptasi seperti Bora dan Nara, ada yang bisa berubah menjadi lebih baik seperti Il-ha, ada juga yang tak mampu menghadapi tekanan seperti Young-su.
2. Young-Su juga adalah Korban
Foto: TVING
Young-su jadi karakter yang paling dihujat penonton karena dia jadi sosok yang akhirnya lebih mengerikan dibanding bola-bola alien. Banyak yang kaget bahwa Young-su bisa melakukan tindakan keji melakukan pembunuhan massal pada teman-teman seperjuangannya. Namun jika menyimak lagi seluruh episode 10, petunjuk bahwa ia akan melakukan tindakan gila jelas tersirat.
Sejak Duty After School 1, penonton sudah ditunjukkan bahwa Young-so adalah karakter yang paling egois. Namun kita tak diberitahu motivasinya atas segala tindakannya yang menyebalkan itu.
Baru pada episode akhir, kita diberi latar cerita keluarga Young-su yang sangat miskin. Kita diberi alasan kuat bahwa Young-su begitu ngotot belajar di tengah perang, mengumpulkan poin, dan mengikuti CSAT karena hanya itulah satu-satunya jalan baginya untuk mengeluarkan keluarganya dari lubang kemiskinan yang lebih dalam.
Sebagai anak pertama dengan dua adik, beban keluarga ada di pundak Young-su. Dengan masuk universitas ternama, harapan untuk masa depan yang lebih baik bisa dia pupuk. Namun dengan dibatalkannya CSAT, mimpi itu pun seketika runtuh.
Young-su tak kuat menerima berita tersebut. Ia terlihat berhalusinasi melihat foto keluarganya di taman hiburan. Lalu adegan kedekatan So-yeon (Shin Soo-hyun) dengan Jang-su (Yoon Jong-bin) membuatnya makin panas. Young-su jelas mengalami depresi, dan akhirnya berakhir dengan terjadinya peristiwa tragis pada ujung cerita.
Perlu juga diingat bahwa CSAT baru diadakan dua tahun kemudian. Seperti yang sudah dikatakan Young-su sebelumnya, ia tidak mungkin bertahan - bahkan hanya setahun saja - jika CSAT dibatalkan. Ini karena ia tak mungkin masuk akademi karena keluarganya tak punya uang, berbeda dengan murid lainnya.
Jika Young-su tetap bertahan hidup, ia mau tak mau harus bekerja terlebih dahulu sebelum mengikuti CSAT dua tahun kemudian. Dengan hanya bermodal lulusan SMA, tentu ia tak bisa mencari pekerjaan yang layak, apalagi mengeluarkan keluarganya dari lubang kemiskinan.
Dengan tekanan yang sebegitu beratnya, Young-su sebenarnya lebih pantas disebut korban dari negara yang tidak adil pada dirinya.
3. Kritik Tersembunyi atas Ketidakmampuan Pemerintah
Foto: TVING
Jangan lupakan bahwa semua tragedi ini berawal dari keputusan pemerintah untuk meminta anak-anak SMA untuk ikut berperang alih-alih menyuruh orang dewasa untuk melakukannya. Ini jelas sesuatu yang ganjil karena dalam negara yang normal, harusnya orang dewasa yang diwajibkan berperang, bukan anak-anak di bawah umur.
Sejauh yang disimak penonton, orang-orang dewasa termasuk orang tua para murid justru ditempatkan di tempat penampungan. Alih-alih melindungi anak-anak yang masih bersekolah dan notabene generasi penerus, negara malah melindungi mereka yang harusnya terkena wajib militer.
Lebih konyol lagi - seperti kata Kimchi, senjata yang bisa memusnahkan bola-bola alien akhirnya dipakai setelah para murid mempertaruhkan nyawa mereka selama berbulan-bulan demi negara hanya dengan iming-iming poin CSAT.
Lebih gila lagi, pada akhir cerita disebutkan bahwa pemberian poin CSAT pada para murid yang ikut berperang diprotes masyarakat. Hingga akhir cerita, tak jelas betul apakah pemerintah pada akhirnya memberikan poin tersebut atau tidak kepada para murid yang sudah mempertaruhkan nyawa mereka.
Kritik terhadap negara yang tidak mampu melindungi anak-anak juga pernah muncul dalam serial All of us Are Dead yang genre dan ceritanya kurang lebih sama dengan Duty After School. Meski begitu, Duty After School menekankan pada beberapa hal lainnya, yaitu tentang tekanan untuk selalu sukses yang ditanamkan pada anak-anak.
Ini membuat kisah Duty After School semakin tragis, karena setelah beratnya beban yang dtimpakan masyarakat kepada anak-anak yang membuat mereka tersiksa secara fisik dan mental, nyatanya pemerintah pada akhirnya tak benar-benar menghargai kerja keras mereka. Pada akhirnya, anak-anak hanya dipakai sebagai alat saja dan menjadi korban manipulasi negara.
Bisa dibilang, Duty After School bukanlah cerita tentang menumpas alien saja. Lebih dari itu, serial ini adalah kisah tragis tentang anak-anak yang masa remaja dan kehidupannya terenggut karena ketidakmampuan orang dewasa mengurus negara.
(ita)