5 Fakta Privasi Data dalam Film The Great Hack yang Bakal Bikin Kamu Ngeri Main Media Sosial
A
A
A
Film dokumenter "The Great Hack" membeberkan fakta mengerikan, bahwa kita para pengguna internet adalah target empuk hoaks dan informasi yang dimanipulasi.
Film yang dirilis di Netflix pada 24 Juli lalu ini pada dasarnya menceritakan skandal Cambridge Analytica dan Facebook.
Facebook yang merupakan media sosial (medsos) dengan pengguna terbanyak di dunia menjadi alat bagi penyebaran hoaks dan informasi manipulatif.
Tak cuma itu, data para pengguna Facebook pun bisa dibeli, salah satunya oleh perusahaan Cambridge Analytica, yang terbukti terlibat dalam membuat kampanye penyebaran kebencian dalam kampanye Pilpres Amerika Serikat (AS) pada tahun 2016, serta kampanye Leave.EU tentang Brexit.
Nah, berikut ini beberapa fakta yang terungkap dari film tersebut.
Foto: Netflix
1. Semua Aktivitas Kamu di Internet Dimata-matai
Setiap tombol like yang kamu pencet di medsos, browsing history di ponsel dan laptop kamu, berita yang kamu baca, juga aplikasi yang kamu unduh, akan terekam dan dipakai untuk melakukan profiling atau membaca karakter kamu.
Terutama aplikasi, yang kadang bahkan meminta akses ke daftar kontak telepon, galeri foto, dan segala hal di ponsel kamu. Kalau aja kamu rajin baca terms and conditions, mungkin kamu jadi ogah mengunduh aplikasi itu.
Dari aktivitas di internet tersebut, 'mesin profiling' akan memberi kamu iklan yang cocok sama hobi dan ketertarikan kamu, juga informasi yang sesuai dengan pandangan kamu.
Coba perhatikan, misalnya, tiap kamu habis belanja di OL shop atau habis beli tiket pesawat atau pesan hotel, maka akan muncul iklan serupa, di lokasi atau OL shop yang sama dengan yang kamu barusan pakai.
Ini juga berlaku dengan berita yang kamu baca. Kalau kamu suka baca topik tertentu, maka akan muncul rekomendasi berita dengan topik yang sama, mungkin juga dengan nada berita yang kurang lebih juga sama.
Foto: VideoBlocks
2. Data Kamu Bisa Diambil, Bahkan Ketika Kamu Enggak Ngapa-Ngapain
Di medsos, biasanya muncul beragam tawaran kuis lucu atau aplikasi segala macam yang bikin kamu tertarik untuk mencoba. Dalam "The Great Hack" ada kuis psikologi di Facebook yang dipakai untuk membuat profiling pengguna.
Yang 'gila' adalah, jika satu pengguna Facebook mencoba kuis tersebut, maka mesin akan mengambil seluruh data daftarfriends sang pengguna. Jadi kalau kamu berteman dengan pengisi kuis itu, maka data kamu akan ikut diambil meski kamu enggak main kuis dan lagi enak-enakan nonton drakor di kos-an.
Foto:coactivehealth.uk
3. Satu Perusahaan Bisa Merusak Demokrasi di Banyak Negara
Perusahaan Inggris Cambridge Analytica menggunakan data jutaan orang untuk membuat berita dan kampanye politik yang dimanipulasi.
Tak cuma di Inggris lewat Brexit dan di AS pada pilpres 2016, perusahaan ini juga bekerja dalam banyak kampanye di beberapa negara berkembang.
Salah satu adegan dalam "The Great Hack" bahkan sempat menuliskan perusahaan ini terlibat di Indonesia pada tahun 1998. Sayangnya, tak dijelaskan lebih lanjut tentang peran perusahaan yang kini sudah bubar itu di negara ini.
Foto: bbc.co.uk
4. Kampanye Palsu untuk Anak Muda
Dalam salah satu scene digambarkan tentang keterlibatan Cambridge Analytica dalam sebuah pemilihan di negara Trinidad dan Tobago. Di negara ini, ada dua etnis besar yang disasar hak suaranya.
Demi mencegah satu etnis memberikan suara, perusahaan ini menciptakan kampanye untuk kelompok anak muda di etnis ini. Yang menarik, kampanyenya sangat jauh dari bau-bau politik.
Kampanye tersebut mengajak anak muda untuk menjauhi geng, dan diajak untuk mengisi hari dengan hal-hal positif. Biar makin menarik, kampanye yang diberi slogan "Do So!" ini bahkan juga punya tarian khas dan lagu yang enak banget.
Hasilnya, fokus anak-anak muda ini tak lagi ke pemilihan, sementara anak muda di etnis yang lain giat memberikan suara dalam pemilihan tersebut. Tentu saja, gara-gara ini klien yang kampanyenya diurus Cambridge Analytica yang menang.
Foto:worldatlas.com
5. Kampanye Adu Domba Bermuka Dua
Kalau yang ini, dilakukan oleh intelijen Rusia dengan memasang iklan di Facebook. Mereka membuat akun dengan nama Blacktivist.
Kalau akun ini diklik, maka di halamannya ada ajakan untuk ikut berdemo atas nama Black Lives Matter. Ini adalah kampanye untuk menuntut keadilan bagi warga negara kulit hitam di AS.
Tapi, Rusia juga membuat kampanye yang menentang aksi Black Lives Matter, yaitu serupa Blue Lives Matter. Yap, sudah bisa ditebak, ini adalah sebuah aksi adu domba rakyat AS yang dilakukan oleh Rusia.
Sebenarnya, penyebaran hoaks dan informasi yang dimanipulasi demi kepentingan tertentu tak cuma beredar di medsos, terutama Facebook, tapi juga di WhatsApp, yang notabene juga milik Facebook.
Jadi, apakah itu artinya kamu mesti enggak pake internet dan pindah tinggal di gua? Ya tentu enggak, dong.
Cuma yang perlu kamu tanyakan pada diri kamu sendiri tiap kali buka internet, main medsos, dan baca berita adalah, apakah ada orang lain yang sedang memengaruhi pikiran dan pilihan kamu? Mungkinkah kamu lagi dimanipulasi?
Film yang dirilis di Netflix pada 24 Juli lalu ini pada dasarnya menceritakan skandal Cambridge Analytica dan Facebook.
Facebook yang merupakan media sosial (medsos) dengan pengguna terbanyak di dunia menjadi alat bagi penyebaran hoaks dan informasi manipulatif.
Tak cuma itu, data para pengguna Facebook pun bisa dibeli, salah satunya oleh perusahaan Cambridge Analytica, yang terbukti terlibat dalam membuat kampanye penyebaran kebencian dalam kampanye Pilpres Amerika Serikat (AS) pada tahun 2016, serta kampanye Leave.EU tentang Brexit.
Nah, berikut ini beberapa fakta yang terungkap dari film tersebut.
Foto: Netflix
1. Semua Aktivitas Kamu di Internet Dimata-matai
Setiap tombol like yang kamu pencet di medsos, browsing history di ponsel dan laptop kamu, berita yang kamu baca, juga aplikasi yang kamu unduh, akan terekam dan dipakai untuk melakukan profiling atau membaca karakter kamu.
Terutama aplikasi, yang kadang bahkan meminta akses ke daftar kontak telepon, galeri foto, dan segala hal di ponsel kamu. Kalau aja kamu rajin baca terms and conditions, mungkin kamu jadi ogah mengunduh aplikasi itu.
Dari aktivitas di internet tersebut, 'mesin profiling' akan memberi kamu iklan yang cocok sama hobi dan ketertarikan kamu, juga informasi yang sesuai dengan pandangan kamu.
Coba perhatikan, misalnya, tiap kamu habis belanja di OL shop atau habis beli tiket pesawat atau pesan hotel, maka akan muncul iklan serupa, di lokasi atau OL shop yang sama dengan yang kamu barusan pakai.
Ini juga berlaku dengan berita yang kamu baca. Kalau kamu suka baca topik tertentu, maka akan muncul rekomendasi berita dengan topik yang sama, mungkin juga dengan nada berita yang kurang lebih juga sama.
Foto: VideoBlocks
2. Data Kamu Bisa Diambil, Bahkan Ketika Kamu Enggak Ngapa-Ngapain
Di medsos, biasanya muncul beragam tawaran kuis lucu atau aplikasi segala macam yang bikin kamu tertarik untuk mencoba. Dalam "The Great Hack" ada kuis psikologi di Facebook yang dipakai untuk membuat profiling pengguna.
Yang 'gila' adalah, jika satu pengguna Facebook mencoba kuis tersebut, maka mesin akan mengambil seluruh data daftarfriends sang pengguna. Jadi kalau kamu berteman dengan pengisi kuis itu, maka data kamu akan ikut diambil meski kamu enggak main kuis dan lagi enak-enakan nonton drakor di kos-an.
Foto:coactivehealth.uk
3. Satu Perusahaan Bisa Merusak Demokrasi di Banyak Negara
Perusahaan Inggris Cambridge Analytica menggunakan data jutaan orang untuk membuat berita dan kampanye politik yang dimanipulasi.
Tak cuma di Inggris lewat Brexit dan di AS pada pilpres 2016, perusahaan ini juga bekerja dalam banyak kampanye di beberapa negara berkembang.
Salah satu adegan dalam "The Great Hack" bahkan sempat menuliskan perusahaan ini terlibat di Indonesia pada tahun 1998. Sayangnya, tak dijelaskan lebih lanjut tentang peran perusahaan yang kini sudah bubar itu di negara ini.
Foto: bbc.co.uk
4. Kampanye Palsu untuk Anak Muda
Dalam salah satu scene digambarkan tentang keterlibatan Cambridge Analytica dalam sebuah pemilihan di negara Trinidad dan Tobago. Di negara ini, ada dua etnis besar yang disasar hak suaranya.
Demi mencegah satu etnis memberikan suara, perusahaan ini menciptakan kampanye untuk kelompok anak muda di etnis ini. Yang menarik, kampanyenya sangat jauh dari bau-bau politik.
Kampanye tersebut mengajak anak muda untuk menjauhi geng, dan diajak untuk mengisi hari dengan hal-hal positif. Biar makin menarik, kampanye yang diberi slogan "Do So!" ini bahkan juga punya tarian khas dan lagu yang enak banget.
Hasilnya, fokus anak-anak muda ini tak lagi ke pemilihan, sementara anak muda di etnis yang lain giat memberikan suara dalam pemilihan tersebut. Tentu saja, gara-gara ini klien yang kampanyenya diurus Cambridge Analytica yang menang.
Foto:worldatlas.com
5. Kampanye Adu Domba Bermuka Dua
Kalau yang ini, dilakukan oleh intelijen Rusia dengan memasang iklan di Facebook. Mereka membuat akun dengan nama Blacktivist.
Kalau akun ini diklik, maka di halamannya ada ajakan untuk ikut berdemo atas nama Black Lives Matter. Ini adalah kampanye untuk menuntut keadilan bagi warga negara kulit hitam di AS.
Tapi, Rusia juga membuat kampanye yang menentang aksi Black Lives Matter, yaitu serupa Blue Lives Matter. Yap, sudah bisa ditebak, ini adalah sebuah aksi adu domba rakyat AS yang dilakukan oleh Rusia.
Sebenarnya, penyebaran hoaks dan informasi yang dimanipulasi demi kepentingan tertentu tak cuma beredar di medsos, terutama Facebook, tapi juga di WhatsApp, yang notabene juga milik Facebook.
Jadi, apakah itu artinya kamu mesti enggak pake internet dan pindah tinggal di gua? Ya tentu enggak, dong.
Cuma yang perlu kamu tanyakan pada diri kamu sendiri tiap kali buka internet, main medsos, dan baca berita adalah, apakah ada orang lain yang sedang memengaruhi pikiran dan pilihan kamu? Mungkinkah kamu lagi dimanipulasi?
(her)